SERIAL BIRRUL WALIDAYN ( SERIAL 2 )
- Muhammad Basyaib
- 6 Jan 2021
- 9 menit membaca

Terjemah dari :
Kitab Ma’aalim fii Birril Walidayn
Karya Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad As-Sadhan Hafizhahullahu
Dipublish: Moeslim Book Central
SERIAL 2
DIANTARA DURHAKA KEPADA ORANG TUA
Wahai para anak...
Durhaka kepada orangtua itu memiliki banyak bentuk, akan kucukupkan dengan hanya menyebut 7 bentuk durhaka.
1. Mengutamakan istri daripada orangtua. Kelakuan sebagian anak laki-laki yang lebih mengutamakan istrinya daripada orangtuanya. Dia dahulukan ketaatan kepada istri dan kenyamanan istri daripada bapak dan ibunya. Bahkan terkadang anak laki-laki membuat marah orangtua dalam rangka menyenangkan istrinya. Kondisinya semakin jelek jika istrinya adalah orang yang jelek kepribadiannya. Dia membantu setan supaya suaminya durhaka kepada orangtuanya, dan dia sengaja melakukannya. Betapa banyak orang membicarakan adanya istri yang jelek, karena dia menjadi sebab anak laki-laki terpisah dari orangtuanya.
*Dia sengaja, bahkan dia mengatakan „pilih aku atau ibumu‟. Akhirnya setelah menikah, tidak kenal lagi dengan orangtuanya.*
Contoh : ada laki-laki pergi bersama istrinya bersafar, menempuh jalan yang jauh, menempuh berbagai gurun pasir, membersamai istri perjalanan jauh tanpa bosan, tanpa jenuh. Bahkan perjalanan tersebut penuh sukacita, gembira, bahagia (isinya bahagia, safar jauh bersama istri). Namun ketika anak laki-laki tersebut diminta orangtua untuk menemani safar bersama, dan rekreasi bersama orangtua, dia mengiyakan kemudian menarik kata-katanya, kemudian dia sampaikan permintaan maafnya. Hal yang lebih jelek manakala anak merasa berat di dalam hatinya ketika dimintai tolong orangtuanya.
*Awalnya bilang iya, kemudian bilang tidak jadi. Saat istri minta jalan-jalan langsung samina wa atho'na. Saat orangtua mengajak safar langsung buat alasan ada meeting, ada kerjaan ini itu, ada lembur dll. Orangtua minta ditemani safar banyak beralasan, begitu istri yang katanya kekasih hati dia akan pasrah bulat-bulat.*
Sikap yang benar adalah mengutamakan hak orangtua daripada istrinya. Hendaklah dia utamakan kedua orangtuanya daripada istrinya. Dia tawarkan kepada orangtuanya dan berikan hal yang membuat bahagia orangtua tanpa mendzolimi hak istri. Hak istri dipenuhi kemudian senangkan orang tua.
*Menyenangkan orang tua dengan mendzolimi hak istri, itu tidak bisa dilakukan kecuali jika anak laki-laki pegang uang sendiri. Sebagian suami saat ini, ketika ingin berbakti kepada bapak ibu harus ngemis sama istri, dan istri cuma memberi sangat sedikit. Penuhi hak istri, kemudian pegang sisanya, jadi ketika mau beli apa-apa untuk ibu-bapak, tidak masalah. Catatannya adalah jangan dzolim kepada hak istri. Ada sebagian anak laki-laki yang menafkahi orangtua, tapi nafkah istri kurang. Itu tidak benar. Yang benar, penuhi hak istri baru senangkan orangtua.*
baik dan diberkahi disebabkan suami berbakti kepada orangtuanya. Betapa banyak rumah tercerai berai urusannya dan bercerai berai apa apa yang sudah dikumpulkan di dalamnya disebabkan durhaka.
2. Menampakkan muka masam ketika berjumpa orangtua. Anehnya, seorang anak ketika bertemu dengan kawannya dia tunjukkan wajah yang ceria. Dia bahkan antusias untuk menjadi yang terdahulu dalam berwajah ceria kepada kawannya. Namun engkau saksikan bahwa wajah ceria tersebut menghilang ketika berjumpa dengan orangtua.
*Kepada kawan berwajah manis, tapi kepada orangtua tanpa ekspresi, isinya cemberut. Sama teman main, bisa ketawa- ketawa tapi sama orangtua. Cerianya sudah habis di luar rumah, hanya tinggal sisanya yaitu cemberut saja jika di rumah.*
Nabi Muhammad Sallalahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Andai engkau berjumpa dengan saudaramu dengan wajah ceria, sungguh itu bagian dari kebaikan.” Dan Nabi Sallalahu 'alaihi wa sallam mengatakan, “Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi 1956).
Jika senyum kepada umumnya kaum muslimin adalah sedekah, maka senyum di hadapan orangtua, selain itu adalah sedekah adalah tanda bakti kepada orangtua, serta itu adalah perkara yang dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Diantara hal yang kontradiktif, sebagian anak pura-pura dan menampakkan diri berwajah ceria untuk ditampakkan kepada orang lain, namun kamu melihat anak itu demikian berat untuk menampakkan dan pura-pura ceria kepada orangtua. Hal yang benar adalah, hendaknya dia kondisikan dirinya untuk membuat bahagia orangtuanya dengan berwajah ceria. Boleh jadi wajah yang ceria, sikap ceria, adalah salah satu hal yang memberi pengaruh yang luar biasa dalam jiwa orangtua.
*Kalau sedang ceria ya tampakkan ceria, jika tidak ceria ya memaksakan diri agar ceria*
3. Bersuara keras, membentak, atau memotong pembicaraan orangtua dengan menghardik keduanya dan memaksakan kehendak anak kepada orangtua. Ini semua adalah bentuk kehinaan dan tidak mendapat taufik dari Allah. Ketika seseorang itu memiliki muru'ah, maka muru'ah seseorang akan menghalangi seseorang untuk bersuara keras kepada teman duduknya sendiri, lebih-lebih lagi memotong pembicaraan teman.
*Ketika bersama teman, jika seorang itu punya kehomatan, dia tidak akan membentak, memotong, apalagi kepada orang lain yang bukan siapa-siapa, lebih-lebih kepada orangtua.*
Tindakan tersebut adalah sautu hal yang dicela oleh orang yang berakal. Bagaimana lagi jika tindakan tersebut ditujukan kepada orangtua. Tidak diragukan lagi itu adalah tindakan yang jelek karena dampak yang menimpa pelakunya adalah dosa.
Memelototi orangtua karena marah. Hal tersebut dilakukan dengan menajamkan pandangan kepada keduanya. Tindakan ini menunjukan marah besar, yang berkobar-kobar dalam jiwa atau dada anak tersebut kepada orangtuanya. Betapa mengherankannya orang yang seperti ini kelakuannya. Apakah sudah tercabut belas kasihan dalam hatinya?
Mujahid rahimahullah berkata : “Tidak berbakti anak yang melotot kepada orangtuanya, menajamkan kepadangan kepada orangtua nya.” Ulama salaf yang lain mengatakan : “Tidak selayaknya anak yang berbakti menangkis orangtuanya saat orangtuanya hendak memukulnya. “ Maha Suci Allah. Anak yang sudah tercabut penutup rasa malu dari wajahnya. Kemudian dia melempar hak orangtuanya ke samping, dia tidak peduli. Dia ganti sesuatu yang baik dengan sesuatu yang lebih rendah, dia tinggikan suaranya, dia tajamkan pandangannya.
Dikhawatirkan anak yang seperti ini akan disegerakan hukumannya di dunia sebelum hukuman yang tertunda di akhirat.
Dikhawatirkan anak yang seperti ini akan disegerakan hukumannya di dunia sebelum hukuman yang tertunda di akhirat. berkata nanti-nanti. Kemudian anak menyampaikan alasan-alasan tidak bisa. Kemudian, dia berputar-putar cari alasan, sampai keduanya bosan meminta tolong kepada anaknya.
*Anak mengatakan, maaf sedang ada ini, ada itu, ada meeting, ada perlu, oiya lupa, oiya besok ini, itu sampai orangtua bosan dan tidak mau meminta bantuan kepada anaknya.*
Bahkan sebagian anak durhaka, tidak mencukupkan diri dengan tidak perhatian untuk mewujudkan hajat orangtuanya. Bahkan dia merasa berat ketika orangtua menugasi dengan hal itu, terutama jika orangtua punya anak yang lain. Anda melihat anak tersebut bosan dengan permintaan orangtuanya yang hanya memerintahkan dia tanpa saudara yang lain. Bahkan dia mencela orangtuanya, dalam masalah itu sambil mengatakan,
“Kenapa tidak meminta bantuan saudaraku fulan.”
“Kenapa yang pergi sebagai ganti diriku bukan saudaraku fulan.”
“Kenapa harus aku yang datang dan pergi tanpa saudara-saudaraku yang lain.”
Itulah kalimat-kalimat yang akan ditolak oleh orang yang memiliki agama yang baik. Juga orang yang punya muru'ah yang baik tidak akan mengatakan demikian kepada orangtuanya. Karena dengan kalimat ini dia tecegah dari kebaikan yang banyak dan dia datangkan kepada dirinya dosa yang besar.
Sikap yang benar adalah, anak merasa gembira saat diminta tolong orangtuanya, bahkan yang lebih ideal adalah menawarkan dirinya, menawarkan hartanya. Menawarkan dirinya untuk memberikan pelayanan kepada keduanya dan memperhatikan urusannya keduanya. Ini hal yang lebih baik dan lebih besar pahalanya.
*Dia bisa mengatakan “Ibu, besok saya libur 3 hari, apa yang bisa di tolong? mau pergi kemana?”. Minimal adalah gembira saat dimintai tolong, yang lebih baik adalah menawarkan diri, “Besok saya seharian kosong atau 3 hari besok saya libur, apa yang bisa saya lakukan ibu, bapak, ibu bapak perlu apa? pingin kemana? selama 3 hari saya kosong” itu yang lebih baik.*
6. Sengaja tidak mengangkat telepon. Salah satu orangtua memanggil, atau menghubungi lewat telepon, lantas sengaja tidak mengangkat telepon keduanya adalah bentuk durhaka.
*Contoh : “oo, telpon dari ibu, biarin” tinggal pergi. Ini bentuk durhaka.*
Ini perbuatan yang aib dan jelek seandainya yang memanggil adalah orang lain, bagaimana jika yang memanggil adalah orangtua.
*Bagaimana jika bosnya telpon, sengaja tidak diangkat. Apa kata orang? ini bawahan yang tidak baik, bossnya marah dll. Bagaimana jika sikap seperti ini ditunjukkan kepada orangtua? Ini sikap durhaka. Menjawab panggilan ibu bentuknya sekarang adalah mengangkat telpon, kalau memang ada perlu nanti ngomong. “Maaf sekali, ini ada rapat penting, mau ketemu dengan orang penting, 10 menit lagi ya.” Meminta maaf dengan menyampaikan alasan, tapi diangkat dulu, sampaikan alasan, sambil mohon maaf. Bukan malah sengaja tidak diangkat, apalagi sengaja dimatikan itu lebih jelek lagi. Ini durhakanya dobel-dobel.*
Bahkan sebagian ulama fikih jika anak sedang sholat sunnah, kemudian dipanggil salah satu orangtuanya, maka dia jawab dalam rangka menghormati kedudukan orangtua tanpa membatalkan sholat. Dalilnya, kisah Juraij yang ada dalam shohih muslim. Dan pendapat ini terlarang menurut ulama yang lain, namun hal ini menujukan agungnya kedudukan orangtua.
*Sebagian ulama sampai membolehkan menjawab ketika ibunya memanggil. Jika dipanggil “Naakkk.” Kemudian dijawab itu tidak batal kata sebagian ulama. Ini pendapat yang lemah, namun yang jadi pelajaran adalah, lihat, ulama sampai demikian, menunjukan betapa istimewanya panggilan orang tua.*
7. Mencaci orangtua. Dengan cara anak itu mencela orangtua orang lain. Kemudian orang lain membalas dengan mencaci orangtuanya. Ini termasuk dosa besar.Termasuk durhaka, karena anak yang mencaci telah menjadi, sebab orangtuanya dicaci maki.
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang tuanya.” Ada seseorang bertanya, “Mungkinkah ada seseorang yang memaki orang tuanya sendiri?” Beliau bersabda, “Ya, ia memaki ayah orang lain, lalu orang lain memaki ayahnya. Dia memaki ibu orang lain, lalu orang itu memaki ibunya.” (Muttafaqun 'alaih) [HR. Bukhari, no. 5973 dan Muslim, no. 90]
* Termasuk dosa besar yang paling besar, yaitu si A mencaci bapak si B, kemudian gara-gara si A, si B ganti mencaci bapak si A. Si A dapat dosa durhaka. Bagaimanakah lagi dosanya jika si A ini mencaci langsung orangtuanya.
Hal ini tidak bisa dibayangkan di zaman Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam sehingga sahabat bertanya “Adakah anak mencaci bapaknya?” tidak bisa dibayangkan. Yang ini sudah tidak bisa dibayangkan di zaman ini saking banyaknya kejadian ini. Ada anak yang orangtuanya tidak mau membelikan Hp, langsung dicaci orangtuanya. Padahal Hp bukan nafkah wajib yang harus dipenuhi kepada anak. Wajib diingat! tidak termasuk nafkah wajib bagi anak membelikan hp, motor, leptop dll untuk anak. Kenapa ada sebagian anak yang mencaci orangtuanya saat minta hp kepada orangtuanya, tapi tidak dibelikan? Karena dia merasa hp adalah nafkah wajib, padahal bukan. Diantara hal yang penting ditanamkan kepada anak, apa itu nafkah wajib ayah kepada anaknya. Itu yang jadi hak, lebih dari hal itu, itu murni kebaikan. Jika ada orangtua membelikan hp, itu kebaikan bukan hak anak. Kalau dia menyadari ayahnya tidak punya kewajiban membelikan hp, pulsa, motor dll. Itu murni kebaikan. Ingat, ketika barang tersebut diberikan kepada anak, belum tentu menjadi hak anak, bisa jadi statusnya adalah dipinjamkan.*
Wahai sekalian anak...
Menyebutkan bentuk kedurhakaan anak satu persatu panjang sekali.
*Di antara yang sudah disebutkan di depan. Termasuk durhaka adalah menempatkan orangtua di panti jompo*
Wahai sekalian anak...
Karena begitu besarnya dosa durhaka kepada orangtua dan dampak dari durhaka, banyak dalil yang memperingatkan bahaya dampak dari perbuatan durhaka.
Diantaranya : Dari Al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menahan dan menuntut, dan dia tidak suka kalian banyak bicara, banyak bertanya, dan menghambur-hamburkan harta.” (Muttafaqun 'alaih) [HR. Bukhari, no. 5975 dan Muslim, no. 593]
*Secara khusus ada larangan durhaka kepada ibu, menimbang ibu adalah orang yang lemah secara fisik dan perasaan. Maka ada larangan khusus. Lain halnya anak yang durhaka kepada bapak. Oleh karena itu, bapak punya fisik yang tangguh. Maka umumnya, anak durhaka itu kepada ibu, Kalau durhaka sama bapak mikir-mikir dulu. Bapaknya bisa merespon “Ngejak gelut mas? nantang?” suatu hal yang tidak bisa dilakukan seorang ibu.*
Dari Abi Bakrah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku beritahukan kepadamu sebesar-besar dosa yang paling besar, tiga kali (beliau ulangi). Sahabat berkata, "Baiklah, ya Rasulullah", bersabda Nabi. “Menyekutukan Allah, dan durhaka kepada kedua orang tua, serta camkanlah, dan saksi palsu dan perkataan bohong”. Nabi selalu megulangi, “Dan persaksian palsu”, sehingga kami berkata karena kasihan dengan Nabi, “semoga Nabi diam.” [HR. Bukhari 3/151-152 - Fathul Baari 5/261 No. 2654, dan Muslim 87]
Dari Ibnu Umar, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tiga orang yang Allah haramkan surga untuk mereka: anak yang durhaka ,pecandu khmar (minuman keras), dan orang yang mengungkit-ungkit pemberian”. [HR. An-Nasai].
Wahai sekalian anak...
Hukuman durhaka kepada orangtua adalah disegerakan hukuman di dunia dan kelak ditambahkan hukuman di akhirat, dalilnya “Tidak ada hukuman yang layak disegerakan oleh Allah di dunia dan Allah siapkan hukuman di akhirat melebihi hukuman dzolim dan memutus kekerabatan.”
*Memutus hubungan kekerabatan paling jelek adalah memutus hubungan dengan orangtua.*
Realitanya, banyak anak durhaka mengetahui bahwa balasan yang dia dapatkan itu akibat perlakuan kepada orangtua. Ada anak yang mengusir bapaknya. Anak yang lainya memukul bapaknya, membentak bapaknya, bersuara keras kepada ibu dan lain-lain. Dia mendapat balasan yang setimpal. Itu semua karena dulu pernah melakukan hal tersbut kepada kedua orangtuanya.
Sebagaimana engkau berbuat engkau akan di balas. Allah tidak dzolim kepada siapapun.
*Siapa yang mengusir orangtua, dia akan diusir anaknya. Siapa yang membentak orangtua, dia akan dibentak anaknya.*
Diantara hal yang menakjubkan sebagaimana disebutkan Ibnu Abi Dunya rahimahullah di kitabnya Al-Kubur dan dikutip ibnul Qoyyim rahimahullah di kitabnya Ar-Ruh dari Abi Qoza‟ah : “Kami melewati oase dekat Bashrah, kemudian kami mendengar ringkikan keledai. Kami tanya ke penduduk sekitar „Ini ringkikan apa?‟ Jawab penduduk sana "Dulu ada orang yang tinggal bersama kami, ketika ibunya berbicara kepadanya, si anak merespon dengan mengatakan "meringkiklah wahai ibu!" maka setelah anak itu meninggal dunia, terdengarlah suara ringkikan keledai setiap malam dari arah kuburnya.
*Jadi dulu ketika ibunya menasehati, ibunya berbicara kepada anak, anak justru menjawab "meringkiklah wahai ibu".*
Wahai sekalian anak...
Telah kita selesaikan sedikit pembicaaan berkenaan tingginya kedudukan orangtua, serta bahayanya perbuatan durhaka kepada orangtua. Anak yang durhaka ditakutkan akan segera mendapat hukuman di dunia sebelum hukuman di akhirat yang tertunda. Begitu banyak dalil di Quran dan sunnah untuk menunaikan hak orangtua, serta larangan teledor dalam menunaikan hak orangtua serta larangan merendahkan kedudukan orangtua. Kebalikannya, terdapat banyak dalil menjelaskan keutamaan amal sholih berbakti kepada orangtua. Dalil-dalil tentang hal ini begitu banyak. Isi dalil-dalil ini mengingatkan bahaya durhaka, memerintahkan untuk menyambung hubungan dan berbakti, menjelaskan tingginya kedudukan orangtua. Semua dalil ini menujukkan secara gamblang pentingnya kedudukan orangtua. Bagaimana tidak? Adalah para nabi dan rasul dan orang-orang sholih dan dai, adalah orang-orang yang terdepan untuk menunaikan hak orangtua.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء




Komentar