top of page

Menggali Tafsir & Faedah Ayat Puasa (4)


Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I. Hafizahullah

Dipublish: Moeslim Book Central



Berkaitan dengan firman Allah bahwasannya kewajiban puasa yang Allah wajibkan kepada ummat Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam itu semisal dengan kewajiban yang Allah berikan pada umat-umat terdahulu, para ulama ahli tafsir berselisih pendapat tentang maknanya dan maksudnya.


Sebagian mengatakan kesamaan dalam hal ini adalah hanya kesamaan dalam kewajiban. Sedangkan tata cara dan waktu pelaksanaannya boleh jadi berbeda. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan, “Yang ada dalam ayat ini adalah penyerupaan kewajiban Umat Muhammada dengan kewajiban umat terdahulu bukan penyerupaan puasa yang diwajibkan kepada Umat Muhammad dengan puasa umat terdahulu.” *Tafsir al-Qur’an al-Karim Surat al-Baqarah 2/316*


Namun pendapat sebagian ulama tafsir yang lain, dan inilah yang dipilih Ibnu Katsir Rahimahullah dalam tafsirnya, bahwasannya kewajiban puasa untuk umat tedahulu itu sama sebagaimana kewajiban puasa untuk ummat Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam. Artinya merekapun diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan dan dengan tata cara yang sama dengan tata cara puasa yang dilakukan oleh ummat Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam. Hanya saja perbedaan antara puasa kita dengan puasa yang Allah syariatkan kepada Nabi Musa dan Nabi isa adalah adanya syari'at makan sahur. Dari ‘Amr bin al-‘Ash, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnyaa poin pembeda antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR Ahmad dan Nasai).


Ibnu Katsir mengatakan, “Pada ayat 184 Allah jelaskan kadar puasa yang diwajibkan. Puasa yang wajib itu tidak setiap hari sepanjang tahun karena hal tersebut akan memberatkan sehingga manusia susah payah untuk memikul kewajiban puasa dan menunaikannya. Puasa yang wajib hanyalah beberapa hari saja. Demikianlah syariat puasa di awal-awal Islam. Kaum muslimin berpuasa tiga hari setiap bulannya. Syariat ini kemudian dihapus dengan syariat puasa di bulan Ramadhan. Diriwayatkan bahwa pada awalnya puasa wajib dalam Islam itu sebagaimana puasa umat-umat terdahulu yaitu hanya berpuasa tiga hari setiap bulannya. Keterangan seperti ini diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, Atha’ bin Abi Rabah, Qatadah bin Da’amah as-Sadusi dan adh-Dhahhak bin Muzahim. Bahkan adh-Dhahhak menambahkan bahwa demikianlah syariat puasa semenjak masa Nabi Nuh sampai Allah hapus dengan syariat puasa di bulan Ramadhan.” *Tafsir al-Qur’an al-Azhim 2/53, Dar Ibnul Jauzi*


Penulis buku Shifat Shaum an-Nabi mengatakan, “Allah wajibkan kita berpuasa sebagaimana yang Allah wajibkan kepada Ahli Kitab sebelum kita.... Pada awalnya waktu puasa dan hukumnya untuk kita itu sama dengan ketentuan untuk Ahli Kitab. Tidak boleh makan, minum dan hubungan suami isteri setelah tertidur di malam hari. Artinya jika tertidur sebelum makan di malam hari tidak boleh makan sampai malam berikutnya. Demikianlah waktu berpuasa yang Allah wajibkan kepada kaum muslimin. Setelah ketentuan waktu puasa seperti ini Allah hapus Allah perintahkan untuk bersahur dalam rangka membedakan puasa kaum muslimin dengan puasa Ahli Kitab.” *Shifah Shaum an-Nabi hlm 38, Dar Ibnu Hazm*



Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Commenti


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page