top of page

Menggali Tafsir & Faedah Ayat Puasa (1)


Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I. Hafizahullah

Dipublish: Moeslim Book Central



Tafsir & Faedah Ayat Puasa (Q.S Al Baqarah 183)

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orangorang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (QS al-Baqarah: 183).


Penjelasan Umum Ayat

Sebagaimana kita ketahui bersama, di antara perintah Allah Azza wa jalla adalah berpuasa di bulan Ramadhan yang dengan izin Allah Azza wa jalla kita tengah jalani. Tentu kita berharap kepada Allah Azza wa jalla agar kita termasuk orang-orang yang menjalani dan memanfaatkan bulan tersebut dengan baik, sehingga Ramadhan tahun ini bukan hanya sekedar nama bulan, namun benar-benar menjadi “Ramadhan” bagi kita semua.


Ramadhan dalam bahasa Arab artinya adalah panas terik yang membakar. Ramadhan dinamakan demikian karena bulan Ramadhan itu membakar dosa orang-orang yang bisa memanfaatkan bulan tersebut dengan sebaik-baiknya. Ibnu Qudamah alHanbali mengatakan, “Diperselisihkan sebab penamaan bulan Ramadhan dengan nama Ramadhan.


Anas meriwayatkan dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bulan Ramadhan itu dinamakan Ramadhan karena bulan tersebut membakar dosa-dosa” (Hadits ini disebutkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Jami’ Ash-Shaghir dan beliau nilai sebagai hadits yang dhaif). Dimungkinkan maksud Nabi dengan Ramadhan membakar dosa adalah puasa Ramadhan itu membakar agar nama Ramadhan itu selaras dengan artinya.” *Al-Mughni 4/324, Dar ‘Alam Al-Kutub*


Jadi yang terpenting bukanlah sebatas berjumpa dengan Ramadhan saja, namun yang tak kalah penting adalah bagaimanakah agar Allah dapat berkahi kita pada bulan Ramadhan tersebut, sehingga kita menjadi orang-orang yang terbakar dosa-dosa dan terhapus berbagai macam kesalahannya di bulan tersebut, dengan melakukan berbagai macam amal istimewa yang dituntunkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.


Mari kita renungkan firman Allah Azza wa jalla berkaitan dengan kewajiban puasa Ramadhan, satu ayat yang sangat terkenal. Boleh jadi kita semua hafal ayat tersebut dengan baik. Itulah firman Allah Azza wa jalla di Surat Al-Baqarah ayat yang ke 183: “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (QS al-Baqarah: 183).



“Wahai orang-orang yang beriman...”


Sebelum Allah menyampaikan adanya kewajiban puasa, Allah membuka firman-Nya dengan seruan, dengan panggilan “Wahai orang-orang yang beriman.” Hal ini mengisyaratkan bahwasannya melakukan kewajiban puasa yang akan Allah sampaikan adalah konsekuensi iman. Sebaliknya, meninggalkan puasa yang Allah wajibkan adalah satu hal yang bertolak belakang dengan iman. Artinya orang yang beriman akan mengerjakan puasa yang Allah Subhanahu wa ta'ala wajibkan dan tindakan orang yang meninggalkan puasa itu bertolak belakang dengan keimanan.


Bentuk bertolak belakang dengan iman ini ada dua macam bergantung pada faktor penyebab meninggalkan kewajiban puasa Ramadhan tersebut.

1. Ada yang meninggalkan puasa Ramadhan karena merasa bahwa puasa Ramadhan tidak wajib bagi dirinya karena dia telah menjadi manusia suci. Seakan-akan Setelah menjadi salah satu “wali Allah” orang tersebut tidak merasa terikat dan tidak perlu taat dengan berbagai macam aturan Allah untuk orang awam, yang antaranya adalah kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Jika seorang itu meninggalkan puasa Ramadhan karena merasa tidak terikat dengan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan, para ulama seluruhnya bersepakat bahwa hal ini adalah kekafiran yang membatalkan keimanan.


2. Ada orang itu meninggalkan puasa Ramadhan, tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena malas atau karena lebih cinta makan daripada ketaatan kepada Allah Azza wa jalla. Tindakan ini, meninggalkan puasa Ramadhan karena malas meski menyadari puasa adalah sebuah kewajiban, merasa berdosa dan bersalah karena meninggalkannya diperselisih-kan oleh para ulama apakah membatalkan keimanan ataukah hanya tergolong dosa besar yang tidak sampai membatalkan keimanan. Tentu dosa besar yang itu diperselisihkan apakah itu membatalkan keimanan ataukah tidak adalah suatu dosa yang lebih mengerikan daripada dosa dan kesalahan yang ulama bersepakat kalau dosa itu tidaklah sampai derajat membatalkan keimanan. Hal ini menunjukkan bahaya meninggalkan puasa Ramadhan meskipun karena malas, meski bukan karena mengingkari kewajiban berpuasa Ramadhan.




Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Komentar


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page