Fikih Kontemporer ZAKAT (2)
- Muhammad Basyaib
- 19 Feb 2021
- 2 menit membaca
Diperbarui: 11 Mar 2021

Oleh : Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM Hafizahullah
Disalin dari : Majalah al-Furqon No. 149 Ed. 01 Th.Ke-14_1435 H
Dipublish : Moeslim Book Central
PESANGON, ADAKAH ZAKATNYA?
Pesangon adalah sejumlah uang yang diberikan oleh sebuah instansi atau perusahaan kepada pegawainya yang telah menyelesaikan masa kerjanya.
Uang pesangon jika diterima sang pekerja dan nilainya mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dengan syarat mencapai nishab dan setelah haul (berlalu satu tahun penuh), hal ini dikuatkan karena pekerja itu tidak berhak pesangon tersebut kecuali setelah selesai masa kerja, dan pemilik usaha berhak membatalkan pesangon jika ada kesalahan dari pekerja. *Lihat Fiqhun Nawazil fil Ibadat, Prof. Dr. Khalid al-Musaiqah, hlm. 173.*
USAHA YANG HARAM, ADAKAH ZAKATNYA?
Setiap usaha yang haram menghasilkan harta yang haram, dan harta yang haram ada dua macam:
Pertama; harta haram secara dzatnya seperti khamr, rokok, anjing, babi, dan lainnya. *Lihat Fatawa wa Taushiyat Nadwah Qadhaya az-Zakat al-Mu'ashirah hlm. 68.* Harta haram jenis ini, para ahli fiqih sepakat mengatakan tidak ada zakatnya. Kewajiban pemiliknya hanya bertaubat kepada Allah dan meninggalkan usaha haramnya, sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah Rhadiallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Mahabaik dan tidak akan menerima kecuali yang baikbaik saja." (HR al-Bukhari: 1321)
Kedua; harta yang asalnya halal (dzatnya halal), tetapi mendapatkannya dengan cara yang haram, seperti uang yang dijadikan modal usaha tetapi dengan cara riba, uang hasil suap, harta hasil korupsi, dan lainnya. *Lihat Ahkam al-Mal al-Haram hlm. 40.*
Adapun jenis kedua ini para ulama' berbeda pendapat tentang hukum zakatnya:
Sebagian ulama' berpendapat bahwa harta yang didapatkan dengan cara haram wajib dikeluarkan zakatnya, sebab jika tidak, manusia akan bermudahmudahan mencari harta dengan cara haram, dan ini diqiyaskan kepada kewajiban zakat pada perhiasan yang hukumnya haram (seperti emas berbentuk makhluk hidup, atau emas bagi laki-laki) maka tetap wajib dikeluarkan zakatnya.
Sebagian lain berpendapat tidak ada zakat dari harta yang didapat dengan cara haram sebagai mana jenis harta haram yang pertama. Pendapat ini lebih kuat karena dikuatkan oleh beberapa hal, di antaranya:
• Karena keumuman hadits di atas (HR al-Bukhari: 1321)
• Kewajiban zakat dibebankan kepada para pemilik harta, sedangkan harta yang haram hakikatnya bukanlah milik seorang muslim, bahkan ia wajib menjauhinya.
• Tidak diwajibkan zakat bagi usaha yang haram bukan berarti meringankan bagi para pelakunya, tetapi justru sebagai peringatan keras supaya segera meninggalkannya.
• Adapun qiyas kepada perhiasan haram yang diwajibkan zakatnya, maka ini adalah qiyas yang tidak tepat, sebab perhiasan seperti emas meski haram bagi laki-laki, Allah dan Rasul-Nya telah menerangkan kewajiban zakatnya, kemudian keharaman emas itu tidak secara mutlak, bahkan dibolehkan jika untuk kaum wanita atau tidak berbentuk makhluk bernyawa, berbeda dengan khamr, riba, atau suap-menyuap yang keharamannya secara mutlak. *Lihat Fiqih Zakat 1/559*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments