Fikih Kontemporer ZAKAT (5)
- Muhammad Basyaib
- 19 Feb 2021
- 2 menit membaca
Diperbarui: 11 Mar 2021

Oleh : Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM Hafizahullah
Disalin dari : Majalah al-Furqon No. 149 Ed. 01 Th.Ke-14_1435 H
Dipublish : Moeslim Book Central
ZAKAT UNTUK BIAYA PERNIKAHAN
Pernikahan adalah kebutuhan pokok setiap orang dewasa. Oleh karena itu, para ulama' membolehkan zakat untuk diberikan kepada orang yang dewasa dan sudah waktunya menikah tetapi tidak mempunyai biaya menikah, dan tidak ada yang menafkahinya untuk kebutuhan menikah, hal ini didasari oleh beberapa masalah diantaranya:
• Tatkala Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam melarang umatnya meminta-minta, beliau memberikan keringanan dalam 3 (tiga) perkara, di antaranya: "Dan seseorang yang tertimpa kesulitan sehingga menghabiskan hartanya, maka halal baginya meminta-minta sampai dia mendapati kecukupan kebutuhan hidupnya." (HR Muslim: 1044)
Para ulama' mengatakan bahwa kecukupan dalam hadits di atas mencakup biaya pernikahan karena pernikahan termasuk kebutuhan hidupnya. *Lihat Fiqhun Nawazil fil Ibadat, Prof. Dr. Khalid al-Musaiqah, hlm. 216.*
• Inti dari perintah syari'at berujung pada penjagaan agama, harta, akal, kehormatan, dan nyawa, maka menikah termasuk memelihara kehormatan dan keturunan.
ZAKAT DIPUTAR UNTUK USAHA
• Jika yang menggunakan uang zakat untuk usaha adalah pemiliknya maka sebagian ulama' membolehkan dengan alasan bahwa perintah membayar zakat bukan untuk disegerakan sebagaimana pendapat kebanyakan ulama' madzhab Hanafi.
Sedangkan pendapat yang kuat tidak boleh bagi pemilik harta menunda kewajiban zakatnya dan memutar zakat tersebut untuk usaha, karena hukum asal perintah menunaikan zakat adalah wajib disegerakan (sebagaimana QS al-Baqarah [2]: 43). Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah murka kepada shahabatnya yang terlambat melaksanakan perintah untuk bertahallul di Hudaibiyyah (HR al-Bukhari: 2731), dan sebagaimana kewajiban shalat itu wajib disegerakan maka demikian juga kewajiban zakat wajib disegerakan, lalu hal ini dikuatkan oleh kondisi fakir miskin sangat mendesak untuk disegerakan kebutuhannya.
• Adapun jika yang menggunakan uang zakat untuk usaha adalah penguasa yang menarik zakat tersebut, maka menurut pendapat yang kuat tidak dibolehkan bagi mereka untuk mentransaksikan harta zakat kaum muslimin baik untuk jual beli atau selainnya, *Berbeda dengan keputusan fatwa Majma' al-Fiqh al-Islami, dan Lajnah Fatwa bi Wazaratil Auqaf al- Kuwaitiyyah yang membolehkan hal tersebut dengan alasan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mempunyai kumpulan unta zakat yang bisa diminum susunya, dan ini menunjukkan bahwa unta itu dikembangkan sehingga beranak dan diambil manfaat susunya, dan beberapa kisah tentang pemanfaatan harta zakat sebelum disalurkan kepada yang berhak seperti fakir dan miskin (lihat Majalah Majma' al-Fiqh al-Islami hlm. 421, Ahkam wa Fatawa Zakat wash Shadaqat hlm. 136. Lihat juga HR al-Bukhari: 6802 dan Muslim: 1671.)* dan inilah fatwa Lajnah Da'imah, *Lihat Fatawa lajnah Da'imah 9/454.* dan dikuatkan oleh Ibnu Utsaimin. *Al-Liqa' asy-Syahri, soal No. 16 (2/43).* Pendapat ini didasari oleh beberapa perkara, di antaranya:
- Allah mewajibkan zakat hanya diperuntukkan kepada 8 (delapan) kelompok, dan tidak disebutkan apa yang sedang kita bahas. *Lihat Fiqhun Nawazil fil 'Ibadat hlm. 223.*
- Zakat adalah ibadah yang agung yang telah dijelaskan perinciannya, maka setiap amalan yang tidak ada dasarnya dari syari'at akan tertolak. *Idem.*
- Zakat yang tidak segera disalurkan akan memperlambat sampainya zakat kepada yang berhak atas zakat tersebut, bahkan terjadi kemungkinan jika dijalankan sebagai modal usaha akan merugi, kemudian hak fakir miskin tidak tertunaikan. *Idem.*
Semoga bermanfaat. Wallolu A'lam.[]
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments