Fikih Kontemporer ZAKAT (1)
- Muhammad Basyaib
- 19 Feb 2021
- 4 menit membaca
Diperbarui: 11 Mar 2021

Oleh : Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM Hafizahullah
Disalin dari : Majalah al-Furqon No. 149 Ed. 01 Th.Ke-14_1435 H
Dipublish : Moeslim Book Central
UANG LOGAM DAN UANG KERTAS, ADAKAH ZAKATNYA?
Dahulu, sebelum ada uang, manusia berjual beli dengan cara barter. Sebagai contoh, jika seseorang butuh gandum maka dia membelinya dengan kain atau yang lainnya. Kemudian zaman berikutnya manusia menggunakan emas dan perak yang dicetak sedemikian rupa sebagai alat tukar dalam jual beli yang lebih mudah dan dinamai dinar dan dirham, kemudian para pedagang besar merasa tidak aman membawanya dalam jumlah yang besar, lalu mereka menitipkan kepada tukang emas dan orang-orang terpercaya lalu mereka memberi catatan semacam kwitansi untuk diambil sewaktu-waktu dibutuhkan, kemudian semakin bertambah zaman, sehingga setiap negara membutuhkan dan membuat mata uang khusus untuk negeri mereka, hingga sekarang.
Para ulama' berbeda pendapat tentang uang apakah dimasukkan ke dalam emas, perak, atau yang lainnya dalam masalah zakat:
• pertama mengatakan, uang hanya catatan utang yang menjadi tanggungan bagi yang mengeluarkan uang. *Ini adalah pendapat asy-Syanqithi, lihat Bahjatul Musytaq fi Bayan Hukmi Zakat Amwalil Auraq hlm. 22, dan Adhwa'ul Bayan 1/225.*
• Pendapat kedua mengatakan bahwa uang sama dengan barang dagangan seperti kain, kitab, dan sebagainya, sebab uang adalah pengganti barang-barang di atas. *Lihat dalam al-Fatawa as-Sa'diyyah hlm. 315, al-Auraq an-Naqdiyyah fil Iqtishad al-Islami Qimatuha wa Ahkamuha hlm. 173, dan al-Waraq an-Naqdi hlm. 55.*
• Pendapat ketiga mengatakan bahwa uang adalah pengganti emas dan perak, karena sebelum ada uang, emas dan perak (dinar dan dirham) sudah ada sebagai alat tukar. *Seperti yang dikatakan Syaikh Abdurrazzaq Afifi, lihat al-Auraq anNaqdiyyah fil Iqtishad al-Islami Qimatuha wa Ahkamuha hlm. 204.*
• Pendapat keempat mengatakan, uang adalah alat tukar yang berbeda dengan yang lainnya, bukan pengganti emas dan perak, tetapi berlaku padanya hukum emas dan perak dalam hal zakat dan lainnya; dan inilah pendapat mayoritas ulama' masa kini, dan inilah pendapat yang paling kuat. *Demikian keputusan fatwa kibar ulama’ Arab Saudi, dan fatwa alMajma' al-Fiqhi di Makkah al-Mukarramah, dan keputusan Majma' alFiqh al- Islami (lihat Majalah al-Buhuts al-Islamiyyah Edisi 31 hlm. 376, keputusan No. 10, Majalah Majma' al-Fiqh al-Islami Edisi 3 juz 3, dan keputusan No. 6 dalam al-Majma' al-Fiqhi al- Islami di Makkah, hlm. 1893. *
Adapun Nishab *Nishab adalah kadar tertentu yang telah ditetapkan syari'at sebagai batasan suatu harta terkena wajib zakat.* (kadar) uang yang terkena zakat, maka para ulama' berbeda pendapat tentang nishab yang harus terpenuhi pada uang sehingga harus dikeluarkan zakatnya:
• Sebagian mengukur nishab uang dengan nishabnya perak, sebab uang adalah pengganti dirham, dan harga perak lebih murah dari emas sehingga lebih bermanfaat bagi fakir miskin dari zakat tersebut.
• Sebagian lain mengukur nishab uang dengan nishab emas, sebab harga emas stabil berbeda dengan perak yang harganya tidak stabil.
• Dan sebagian lain berpendapat bahwa jika mencapai salah satu dari nishabnya emas dan perak maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Pendapat terakhir inilah yang lebih dekat kepada kebenaran, *Ini adalah fatwa Lajnah Da'imah yang diketuai oleh Abdul Aziz ibn Baz 9/254-257, dan Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin dalam asySyarhul Mumti' 6/98-99.* karena uang adalah kelanjutan dinar dan dirham yang berasal dari emas dan perak, dan pendapat ini lebih hati-hati.
Karena itu, jika seseorang memiliki uang yang mencapai nishab perak yaitu 595 gram, atau mencapai nishab emas yaitu 85 gram, maka wajib dikeluarkan 2,5% dari uang tersebut setelah sempurna haulnya (satu tahun penuh).
GAJI BULANAN, ADAKAH ZAKATNYA?
Sebagian kalangan mengadakan zakat profesi yang dikeluarkan dari gaji yang diterima setiap bulannya. Di antara alasannya, jika petani yang dengan susah payah bekerja lalu ketika panen harus mengeluarkan zakat hasil panennya, maka pegawai yang menerima gaji dengan tanpa susah payah lebih utama mengeluarkan zakat gajinya.
Pendapat ini sangat lemah *Lihat fatwa asy-Syaikh Abdul Aziz ibn Baz dalam Majmu' Fatawa wa Maqalat al-Mutanawwi’ah 14/125.* dan sangat berbeda jika diqiyaskan kepada zakat hasil panen, dengan keterangan berikut:
• Zakat hasil pertanian telah ditentukan oleh syari'at yaitu 1/10 (sepersepuluh) jika pengairannya tanpa biaya, dan 1/20 (seperduapuluh) jika pengairannya dengan biaya, sedangkan uang telah dibahas bahwa zakat yang dikeluarkan adalah 2,5%, dan qiyas semacam ini adalah qiyas yang tidak tepat.
• Di antara syarat wajib zakat uang yang disamakan dengan emas dan perak adalah sempurnanya haul (berlalunya satu tahun penuh), tidak benar jika disamakan dengan zakat hasil panen karena hasil panen tidak disyaratkan haul. *Lihat Majmu' Fatawa Lajnah Da'imah Saudi Arabia 9/281, No. 1360.*
• Gaji telah ada pada zaman dahulu, bahkan sejak zaman sebelum Islam, tetapi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mewajibkan zakat gaji setiap bulan. Lalu, jika gaji setiap bulan wajib dizakati, bagaimana dengan orang yang menerima gaji mingguan dan harian?
• Gaji berupa uang lebih dekat kepada masalah emas dan perak atau dinar dan dirham, sehingga lebih tepat kalau diqiyaskan zakatnya kepada zakat emas dan perak sebagaimana telah dibahas dalam masalah uang bahwa syaratnya harus mencapai nishab dan sempurna haulnya.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comentários