MENGENAL 5 KAEDAH DALAM FIQIH (5)
- Muhammad Basyaib
- 4 Mar 2021
- 3 menit membaca
Diperbarui: 5 Mar 2021

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
KAEDAH KEDUA | SESUATU YANG YAKIN TIDAK HILANG DENGAN KERAGUAN
Makna Kaedah
“Sesuatu yang yakin tidak bisa dihilangkan dengan keraguan”.
Makna kaedah ini bahwa sesuatu yang yakin adanya sesuatu, maka tidak bisa dihilangkan kecuali dengan dalil yang pasti, tidak bisa hanya dengan keraguan. Demikian juga sebaliknya sesuatu yang yakin tidak adanya maka tidak bisa dihilangkan kecuai dengan dalil yang pasti, tidak bisa hanya dengan keraguan. *Syarh Mandzumah Qowaid Fiqhiyyah hlm. 118 oleh Dr. Abdul Aziz al-‘Uwaid*
KEUTAMAAN KAEDAH
Kaedah ini memiliki kedudukan yang sangat agung dalam islam, diantara keistimewaannya:
1. Banyak sekali masalah-masalah fiqih yang tercakup dalam kaedah ini. Imam As-Suyuthi Rahimahullah berkata: “Kaedah ini mencakup seluruh bab fiqih, dan masalah-masalah yang tercakup di dalamnya mencapai tiga perempat masalah fiqih atau mungkin malah lebih”. *Al-Asybah wan Nadlo’ir oleh Imam As Suyuthihal : 51)* Imam Nawawi Rahimahullah berkata : “Kaedah ini adalah adalah sebuah kaedah pokok yang mencakup semua permasalahan, dan tidak keluar darinya kecuali beberapa masalah saja.” *Al-Majmu’ Syarah Al Muhadzab 1/205)*
2. Kaedah ini merupakan salah satu bukti kemudahan Islam yang tidak menginginkan kesulitan bagi umatnya seperti was was dalam bersuci dan shalat.
3. Kaedah ini mengajarkan seorang mukmin untuk selalu hidup optimis, bahagia, dan tentram hatinya, tidak dihantui oleh rasa was was dan keraguan.
DALIL KAEDAH
Kaedah ini terambil dari pemahaman banyak ayat dan hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, diantaranya :
1. Firman Allah Azza wa jalla: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan, sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (QS. Yunus : 36)
2. Hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam :
Dari Abu Hurairah Radiallahu 'anhu berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian merasakan sesuatu dalam perutnya, lalu dia kesulitan menetukan apakah sudah keluar sesuatu (kentut) ataukah belum, maka jangan membatalkan shalatnya sampai dia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Muslim : 362)
Imam Nawawi Rahimahullah berkata: “Hadits ini adalah salah satu pokok islam dan sebuah kaedah yang besar dalam masalah fiqih, yaitu bahwa segala sesuatu itu dihukumi bahwa dia tetap pada hukum asalnya sehingga diyakini ada yang bertentangan dengannya, dan tidak membahayakan baginya sebuah keraguan yang muncul.” *Lihat Syarah Shahih Muslim 4/39*
3. Ijma Ulama’
Imam Al Qorrofi Rahimahullah berkata: “Ini adalah sebuah kaedah yang disepakati oleh para ulama’, bahwasanya sesuatu yang meragukan dianggap seperti tidak ada.” *Al- Furuq 1/111*
CONTOH PENERAPAN
Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa kaedah ini mencakup hampir semua permasalahan syar’i, maka cukup disini disebutkan sebagiannya saja sebagai sebuah contoh :
1. Masalah Takfir (mengkafirkan) yang tergelincir di dalamnya sebagian kaum muslimin. Para ulama mengatakan: “Orang yang sudah jelas keislamannya dengan yakin, maka tidak keluar dari Islam kecuali dengan yakin juga”. *Fathul Bari 12/314.* Artinya, hukum asal seorang muslim adalah tetap dalam keislamannya sehingga ada dalil kuat yang mengeluarkannya dari keislaman. Tidak boleh bagi kita untuk gegabah dalam mengkafirkannya.
2. Dalam masalah thoharoh, Apabila ada seseorang yang yakin bahwa dia telah berwudlu, lalu ragu-ragu apakah dia sudah batal ataukah belum, maka dia tidak wajib berwudlu lagi.
3. Dalam masalah puasa. Jika seorang di hari 29 Sya’ban kemudian ragu apakah besok sudah masuk puasa 1 Ramadhan ataukah belum, maka hukum asalnya adalah belum sampai ada kepastian keputusan pemerintah. Demikian juga jika seorang ragu dengan hari raya.
4. Dalam masalah pernikahan. Barang siapa yang telah sah nikahnya, lalu dia ragu-ragu apakah sudah terjadi talak ataukah belum, maka nikahnya tetap sah dan tidak perlu digubris terjadinya talak yang masih diragukan. Sebaliknya, jika ada seorang jomblo ragu-ragu tentang statusnya, apakah sudah nikah atau belum maka hukum asalnya adalah belum nikah.
5. Dalam masalah muamalat. Jika ada orang yang yakin bahwa dirinya telah berhutang, lalu dia ragu-ragu apakah dia sudah melunasinya ataukah belum, maka hukum asalnya belum melunasinya lagi sampai ada bukti kuat bahwa dia sudah melunasi.
Wallahu a’lam
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments