top of page

MENGENAL 5 KAEDAH DALAM FIQIH (10)

Diperbarui: 5 Mar 2021



Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

Dipublish: Moeslim Book Central



KAEDAH KELIMA | SEBUAH ADAT KEBIASAAN ITU BISA DIJADIKAN SANDARAN HUKUM


DALIL-DALIL KAEDAH

Perlu diktehaui bahwa Lafadz al ‘Adah tidak terdapat dalam al Qur’an dan Sunnah, namun yang ada adalah lafadz al Urf dan al Ma’ruf. Dan ayat dan hadits dengan lafadz urf itulah yang dijadikan dasar oleh para ulama’ untuk kaedah ini. Diantaranya adalah :


Dalil Al Qur’an :

Firman Allah azza wa jalla : “Jadilah engkau pemaaf dan perintahkanlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al A’rof : 199)


Juga firman-Nya : “Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya secara ma’ruf.” (QS. Al Baqarah : 233)


Dan beberapa ayat lain yang menyebut lafadz urf atau ma’ruf yang mencapai 37 ayat. Yang mana maksud dari urf dan ma’ruf disemua ayat ini adalah dengan cara baik yang diterima oleh akal sehat dan kebiasaan manusia yang berlaku. *Al-Urfu fil Fiqhil Islami hlm. 17 oleh Umar Abdullah.*


Dalil dari As Sunnah :

Banyak dalil dari as Sunnah yang memerintahkan sesuatu kemudian mengaitkan pelaksanaanya dengan cara ma’ruf. Diantaranya adalah: Dari Aisyah sesungguhnya Hindun binti utbah berkata : Wahai Rasulullah n sesungguhnya Abu Sufyan seorang yang sangat pelit, dia tidak memberikan nafkah yang cukup untukku dan anakku kecuali apa yang saya ambil sendiri tanpa sepengetahuannya, maka Rasulullah n bersabda : “Ambillah yang cukup bagimu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari 5364 Muslim 1714)


Ma’ruf dalam hadits ini ditafsirkan dengan ukuran kebutuhan seorang istri sesuai kebisaan yang ada. *Idem hlm. 17.*


SYARAT PENERAPAN ‘URF:

Tidak semua urf bisa diadikan sandaran hukum, akan tetapi harus memenuhi beberapa syarat, yaitu *Lihat Al-Mufashol fil Qowaid Al-Fiqhiyyah hlm. 413-415 oleh Dr. Ya’qub bin Abdul Wahhab Ba Husain.* :


1. Urf itu berlaku umum

Oleh karena itu kalau hanya merupakan urf orang-orang tertentu saja, maka tidak bisa dijadikan sebagai sebuah sandaran hukum.


2. Tidak ada Nash dalam adat tersebut

Adapun jika ada dalil yang jelas tentang adat tersebut baik dari Al-Qur’an, hadits atau ijma’, maka itulah yang menjadi pedoman.


3. Tidak bertentangan dengan nash syar’i

As-Sarokhsi Rahimahullah berkata: “Setiap adat yang bertentangan dengan syariat maka tidaklah dianggap”. *Al-Mabsuth 12/196* Ibnu Aqil juga berkata: “Tidak sepantasnya menyelisihi adat manusia untuk mengambil hati masyarakat setempat kecuali jika itu adalah adat yang haram maka harus diselisihi, masyarakat ridho atau tidak ridho”. * *Matholibu Ulin Nuha 1/279, Al-Adab Syariyyah oleh Ibnu Muflih.* Contohnya banyak sekali, jika ada orang yang beralasan mengenakan pakaian yang tidak menutup aurat dengan alasan adat, maka alasan tersebut bathil, jika masyarakat punya adat menaruh uangnya di sebuah Bank konvensional untuk mendapatkan “bunga” (baca : Riba) maka tidak boleh karena itu adalah uang riba yang jelas-jelas keharamannya dengan dalil al Qur’an dan As Sunnah.


4. Adat tersebut tidak masuk area ibadah

Jika masuk dalam area ibadah maka hukum asalnya adalah terlarang, sebagaimana kaedah yang berikutnya. Contohnya adalah acara-acara bid’ah, khurofat dan tahayul yang dilakukan dengan alasan menghidupakan budaya dan adat istiadat.


5. Tidak berbenturan dengan tashrih

Kalau sebuah urf berbenturan dengan tashrih (ketegasan seseorang dalam sebuah masalah) maka urf tu tidak berlaku. Ibnu Abdis Salam v berkata: “Setiap yang ditetapkan oleh urf namun apabila kedua pemilik akad/transaksi menegaskan menyelisihinya maka itu sah”


Misalnya : Kalau seserang bekerja sebagai kuli bangunan di sebuah daerah yang biasanya digaji 100 ribu tapi pemilik bangunan membuat syarat adan ketegasan bahwa gajinya adalah kurang atau lebih dari itu dan disetujui oleh pekerja maka hukumnya boleh.


Contoh Penerapan Kaedah

1. Pendapat yang kuat bahwa safar tidak ada jarak tertentu, namun dikembalikan kepada ‘urf. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata: “Setiap nama yang tidak ada batas tertentu dalam bahasa maupun syari’at maka dikembalikan kepada ‘uruf. Oleh karenanya, jarak yang dinilai oleh manusia bahwa hal itu adalah safar maka itulah safar yang dimaksud oleh syari’at”. *Qoidah fil Ahkam al-Lati Takhtalifu bi Safar wal Iqomah hlm. 67 dan Al- Qowaid an-Nuroniyyah hlm. 162-163 oleh Ibnu Taimiyyah.*


2. Pendapat yag kuat bahwa tidak ada batas tertentu tentang batasan lama haidh karena tidak ada dalil tentang batasan tertentunya. *Lihat Risalah fid Dima’ Thobi’iyyah karya Syeikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.*


3. Tidak ada batasan tertentu tentang berapa jumlah nafkah yang harus diberikan suami kepada istrinya, namun semua itu dikembalikan kepada ‘urf.


4. Luqothoh (barang temuan) yang boleh diambil langsung tanpa harus mengumumkannya selama setahun karena tidak tidak bernilai di mata kebanyakan manusia, patokannya adalah urf karena tidak batasan tertentu dalam syariat.


5. Jika seorang safar tidak mendapati air padahal sudah berusaha mencarinya maka boleh bertayammum, batasan usaha dikembalikan kepada urf karena tidak ada batasan tertentu.


6. Penemuan-penemuan modern seperti internet, hp, pesawat, radio, televisi dan sebagainya. Hukum asalnya adalah boleh dan tergantung kepada penggunaannya.


7. Kebiasaan mudik dan berkunjung ke kerabat dan tetangga untuk silaturrahmi di hari raya idhul fithri adalah boleh selagi aman dari kemunkaran.


8. Memakai pakaian seragam, pakaian batik, kopyah hitam dan sebagainya. Hukum asalnya adalah boleh.


9. Syukuran karena usai bangun rumah atau karena anaknya bisa jalan hukum asalnya adalah boleh jika tidak disertai kemunkaran dan keyakinan-keyakinan tertentu yang bathil.


10. Aturan-aturan yang dibuat untuk kemaslahatan dunia oleh pemerintah, pabrik, sekolah dan sebagainya.


 

Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء


Postingan Terakhir

Lihat Semua
RUJUK DAN HULU' (2)

Oleh : Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiriy Disalin dari : Kitab RINGKASAN FIQIH ISLAM Dipublish : Moeslim Book Central HULU'  ◾...

 
 
 
RUJUK DAN HULU' (1)

Oleh : Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiriy Disalin dari : Kitab RINGKASAN FIQIH ISLAM Dipublish : Moeslim Book Central ROJ'AH...

 
 
 

Comments


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page