top of page

HAK-HAK SUAMI TERHADAP ISTRI (2)

Diperbarui: 5 Mar 2021



Oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA

Dipublish: Moeslim Book Central



2. Melayani suami dalam urusan ranjang


Tatakala seorang suami menginginkan untuk berhubungan, maka hendaknya seorang istri mengkondisikan dirinya untuk siap melayani suaminya. Oleh karenanya datang dalil yang khusus membicarakan tentang hal ini. Secara umum fungsi pernikahan adalah agar seseorang bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai para pemuda, siapa yang mampu menikah di antara kalian, maka menikahlah, sebab ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga farji. Dan barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah ia berpuasa sebab ia merupakan benteng baginya." (HR. Ahmad 1/378 no. 3592)


Maka di antara hal yang sangat membantu untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan adalah tersalurkannya hasrat seorang suami. Allah Azza wa jalla juga berfirman, "Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemuiNya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman." (Al-Baqarah : 223)


Ayat ini menunjukkan bahwa boleh bagi seseorang mendatangi istrinya kapanpun dia kehendaki, baik siang maupun malam, dan dengan cara apapun yang dia sukai, kecuali mendatanginya saat haidh dan menggaulinya melalui dubur. Oleh karenanya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika seorang lelaki mengajak istrinya untuk memenuhi hasratnya, maka hendaknya dia mendatanginya, walau dia sedang berada di dapur." (HR. Tirmidzi 3/465 no. 1160)


Maka tatkala seorang istri membuat suatu makanan di atas panggangannya, namun suami memanggilnya untuk menyalurkan hasratnya, maka wajib untuk meningalkan panggangannya meskipun makanannya harus hangus. Karena mudharat hangusnya masakan itu lebih kecil dari mudharatnya seorang suami untuk menunggu tersalurkannya hasrat. Dan menolak kemudharatan yang lebih besar demi kemudharatan yang kecil, itu adalah kaidah yang mahsyur ditengah-tengah kita. Dalam hadits yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Kalau saja suami memintanya untuk dilayani, sementara ia sedang berada di atas pelana kendaraan, maka ia tidak boleh menolaknya." (HR. Ibnu Majah 1/595 no. 1853)


Oleh karenanya tatkala seorang suami telah memanggil istrinya untuk menuntaskan hasratnya, maka meskipun dia dalam keadaan apapun, maka wajib bagi seorang istri untuk berhenti dari apa yang dia lakukan dan mendatangi suaminya. Karena hasrat suami terkadang tidak bisa menerima penundaan.


Ketahuilah para wanita, bahwasanya suami Anda tatkala bekerja di luar rumah, bisa saja mereka melihat wanitawanita yang canti di tempat kerjanya atau di jalan, yang kemudian muncul hasrat dalam dirinya. Maka tatkala dia telah pulang dari kerjanya dan meminta untuk berhubungan dengan Anda, maka penuhilah, karena bisa saja suami Anda telah menahan hasrat sejak pagi atau siang hari. Sebagaimana Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya wanita itu datang dan pergi bagaikan syetan. Maka bila kamu melihat seorang wanita -dalam riwayat yang lain: "Apabila kamu kamu kagum dengna seorang wanita yang kamu lihat-, datangilah istrimu, karena yang demikian itu dapat menentramkan gejolak dirimu (hatimu)." (HR. Muslim 2/1021 no. 1403)


Kata para ulama, maksud wanita bagaikan syaithan adalah wanita sangat menarik hasrat laki-laki. Sebagimana syaithan mudah meghoda, maka wanitapun sangat mudah menggoda laki-laki. Apalagi dalam hadits lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki." (HR. Tirmidzi 3/476 no. 1173)


Ini menunjukkan bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk melampiaskan syahwat seorang suami kepada istrinya tatkala secara tidak sengaja dia melihat wanita yang membuat dia tertarik. Oleh karenanya terdapat pula ancaman bagi seorang istri yang menolak ajakan suami yang ingin melampiaskan hasratnya. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila seorang wanita bermalam sementara ia tidak memenuhi ajakan suaminya di tempat tidur, maka Malaikat melaknatnya hingga pagi." (HR. Bukhari 7/30 no. 5194)


Ini dalil bahwa menolak ajakan suami untuk berjima' tanpa udzur syar'i, maka merupakan dosa besar sebagaimana perkataan sebagian ulama. Dan hendaklah diketahui bahwa dalam hal ini (jima') adalah sedekah. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, "Dalam setiap kemaluan seorang dari kalian (suami-istri) terdapat sedekah." Mereka (sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, jika salah seorang di antara kami menyalurkan nafsu syahwatnya (kepada istri kami), apakah mendapatkan pahala?" Beliau menjawab, "Bagaimana sekiranya kalian meletakkan hal tersebut pada sesuatu yang haram? Bukankah kalian berdosa? Maka demikianlah bila kalian meletakkannya pada tempat yang halal, maka kalian akan mendapatkan pahala." (HR. Muslim 2/697 no. 1006)


Maka ketika seorang istri melayani seorang suami dan meniatkan ibadah, maka dia akan mendapatkan pahala yang besar.



3. Istri tidak boleh memasukkan seorangpun dalam rumahnya tanpa izin suami


Secara sederhana terkadang kepemilikan rumah adalah milik suami. Maka secara logika tidak boleh seseorang masuk dalam rumah tersebut tanp izin pemiliknya. Dan bagi seorang suami-istri biasanya yang memiliki rumah adalah suami. Maka seorang tidak boleh memasukkan tamu siapapun ke dalam rumah suaminya tanpa izinnya. Dalam hadits disebutkan bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sementara sementara suaminya ada di rumah, kecuai dengan seizinnya. Dan tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke dalam rumahnya kecuali dengan seizinnya. Dan sesuatu yang ia infakkan tanpa seizinnya, maka setengahnya harus dikembalikan pada suaminya." (Bukhari 5195)


Ini menajdi dalil bahwa melayani suami itu berpahala, bakan lebih didahulukan dari puasa sunnah. Kemudian hadits ini menjadi dalil juga bahwa seorang istri tidak boleh memasukkan tamu ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya.


Dalam hadits yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Dan kamu punya hak atas mereka yaitu agar mereka tidak mengizinkan orang lain menduduki tikarmu (memasuki rumah tanpa izin)." (HR. Muslim 2/890 no. 1218)


Ibnu Atsir mengomentari hadits ini dengan mengatakan,"Tidak boleh seseorangpun dari laki-laki ajnabi memasuki rumahnnya, kemudian berbicara dengannya tanpa izin (suaminya). Dan sesungguhnya demikian adalah kebiasan orang Arab (dahulu), mereka tidak merasa khawatir, dan mereka tidak melihatnya (sebagai) perbuatan buruk. Maka ketika turun ayat tentang hijab, hal tersebut telah dilarang."


Dahulu adat kebiasaan orang Arab tatkala seorang istri berbicara dengan laki-laki lain, dan bahkan memasukkannya ke dalam rumahnya merupakan hal yang biasa mereka lakukan. Sehingga tatkala ayat tentang hijab telah turun, maka kebiasaan tersebtu menjadi terlarang. Oleh karenanya di antara hak suami adalah seorang istri tidak boleh memasukkan laki-laki ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya. Bahkan para ulama mengatakan bahwa hal tersebut mencakup seluruh laki-laki, kecuali kedua orang tua. Maka ketika kakak laki-laki, adik laki-laki, dan paman dari sang istri hendak masuk ke rumahnya, harus dengan izin suami. Hal tersebut sebagai bentuk penghormantan terhadapa pemilik rumah. Sehingga jika seorang suami tidak mengizinkan paman sang istri untuk masuk ke dalam rumahnya, maka sang istri tidak boleh memasukkan pamannya ke dalam rumahnya. Dia boleh berbicara dengan pamannya di luar rumahnya tanpa harus memasukkan pamannya di dalam rumahnya.


Akan tetapi saat ini muncul sebagian istri yang mendatangkan kakanya dan adiknya, keponakannya, pamannya, dan kerabat lainnya untuk tinggal di rumahnya tanpa izin suaminya. Ketahuilah bahwa sifat tersebut menunjukkan rasa tidak hormat sang istri kepada suami sebagai pemilik rumah. Maka harus bagi seorang istri untuk meminta izin kepada suaminya ketika hendak memasukkan keluarganya atau orang lain ke dalam rumahnya. Karena terkadang ada seorang suami yang terganggu ketika ada orang lain di dalam rumahnya, sehingga sang istri terkadang tidak sempat melayani suaminya karena sibuk melayani tamunya.


 

Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء



Postingan Terakhir

Lihat Semua
RUJUK DAN HULU' (2)

Oleh : Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiriy Disalin dari : Kitab RINGKASAN FIQIH ISLAM Dipublish : Moeslim Book Central HULU'  ◾...

 
 
 
RUJUK DAN HULU' (1)

Oleh : Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiriy Disalin dari : Kitab RINGKASAN FIQIH ISLAM Dipublish : Moeslim Book Central ROJ'AH...

 
 
 

Comments


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page