HAK-HAK ISTRI (1)
- Muhammad Basyaib
- 3 Mar 2021
- 4 menit membaca
Diperbarui: 9 Mar 2021

Oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Dipublish: Moeslim Book Central
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas hak-hak istri. Pada dasarnya pembahasan kali ini hendaknya diketahui oleh para laki-laki. Karena yang namanya hak-hak istri itu berarti kewajiban-kewajiban suami. Sebagaimana lula jika dikatakan hak-hak suami, maka maksudnya adalah kewajiban istri.
Dalam kehidupan ini pasti terkumpul pada diri seseorang dua hal yaitu hak-hak dan kewajiban. Seseorang memiliki hakhak yang boleh dia tuntut dari orang lain yang memiliki kewajiban, dan di lain sisi dia memiliki kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan atas hak-hak orang lain yang ada pada dirinya. Dan seseorang yang cerdas tentunya berusaha untuk menunaikan hak orang lain sebelum dia memperhatikan hakhaknya. Karena meskipun seseorang tidak mendapatkan hakhaknya di dunia, pasti akan dia dapatkan hak-haknya di akhirat dan tidak akan hilang hak-hak tersebut. Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Semua hak itu pasti akan dipenuhi pada hari kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dituntut untuk dibalas oleh kambing yang tidak bertanduk." (HR. Muslim 4/1997 no. 2582)
Kalau dalam hadits ini hewan saja akan diberikan hak balasnya atas kedzaliman hewan yang lain, maka tentu hak-hak manusiapun akan dipenuhi. Maka tatkala kita memiliki hak-hak yang tidak ditunaikan oleh bos kita, tidak ditunaikan oleh istri kita, tidak ditunaikan oleh sahabat kita, maka tidak perlu khawatir karena hak tersebut akan kembali cepat atau lambat. Jika kita tidak menerimanya di dunia, maka kita akan menerimanya di akhirat. Dan sebenarnya beruntung seseorang yang hak-haknya dikembalikan pada hari akhirat, karena pada waktu itu seseorang akan betul-berul butuh dengan pahala, sedangkan cara pengembalian hak-hak yang tidak didapatkan di dunia tersebut adalah dengan mentransfer pahala.
Maka yang lebih utama untuk kita perhatikan adalah hakhak orang yang ada pada diri kita. Dengan kata lain kewajiban kita kepada orang lain harus kita tunaikan terlebih dahulu. Dan jangan sampai kita meninggal dunia dalam kondisi ada hak orang lain yang belum kita tunaikan, karena pekrara seperti ini sangatlah berbahaya. Allah Azza wa jalla berfirman, "Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua). pada hari itu manusia lari dari saudaranya. dan dari ibu dan bapaknya. dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya." (QS. 'Abasa : 33-37)
Para ulama menyebutkan bahwa di antara tafsiran dari ayat ini adalah seseorang pada hari kiamat akan lari dari keluarganya karena dia takut dan khawatir jika dituntut oleh orang-orang tersebut. Padahal biasanya tatkala kondisi sedang genting, seseorang ingin berkumpul dengan orang-orang terdekat. Karena di dunia ini kita tentu memiliki hak orang tua yang harus kita tunaikan, ada hak anak dan istri yang harus kita juga tunaikan, dan hak-hak saudara yang harus ditunaikan. Maka hati-hatilah jika ada hak-hak orang terdekat tersebut yang kita tidak tunaikan, maka pada hari kiamat kelak, kita akan di tuntut oleh mereka. Dan pada hari kiamat kelak, seseorang tidak akan pandang bulu baik kepada orang tuanya, istri atau suaminya, saudaranya ataupun anaknya. Karena pada hari itu seseorang akan sangat butuh terhadap pahala. Oleh karenanya saya ingatkan kembali bahwa hendaknya seseorang sebelum meninggal dunia berusaha untuk menunaikan hak-hak orang lain, dan jangan sampai ada hak-hak orang lain yang belum ditunaikan. Oleh karenanya Sufyan ats-Tsauri berkata,"Engkau bertemu dengan Allah pada hari kiamat dengan membawa tujuh puluh dosa antara engkau dengan Allah itu lebih ringan atasmu daripada engkau bertemu Allah dengan membawa satu dosa antara engkau dengan seorang hamba."
Imam Syafi'i juga berkata, ِ"Seburuk-buruk bekal untuk hari kiamat kelak adalah berbuat dzalim kepada orang lain."
Fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga pasangan suami istri adalah timbulnya perselisihan, hilangnya keharmonisan yang disebabkan karena salah satu dari pasangan suami istri atau bahkan keduanya tidak menunaikan hak-hak pasangannya. Atau terkadang seorang suami atau istri menuntut hak-haknya, akan tetapi melupakan hak pasangannya terhadap dirinya. Dan ini adalah sifat yang tercela jika hanya menuntut dan lupa untuk menunaikan kewajiban. Hal seperti ini Allah singgung dalam firmanNya, "Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi. Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar. (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam." (QS. Al-Muthaffifin : 1- 5)
Ayat ini pada dasarnya berkaitan tentang orang-orang jual beli yang hanya menuntut haknya dan mengabaikan hak orang lain. Ayat ini menggambarkan bagaimana seseorang tatkala memberi barang, dia meminta untuk dicukupkan takaran barang yang dibelinya. Akan tetapi tatkala dia menjual barang kepada orang lain, maka dia mengurangi takarannya. Maka ini adalah contoh sifat seseorang yang hanya suka untuk menuntut haknya, akan tetapi tidak mau menunaikan hak orang lain terhadap dirinya. Maka meskipun ayat ini berkaitan dengan jual beli, namun Syaikh Muhammad bin Soleh al- 'Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa ayat ini mencakup seluruh aspek kehidupan yang memiliki ciri sifat seperti dalam ayat ini. Contohnya adalah antara seorang pemimpin dan karyawan perusahaan. Banyak di antara pemimpin perusahaan yang sukanya menuntut hak dari karyawannya untuk bekerja tepat waktu, akan tetapi ketika waktu para karyawannya gajian, dia mengabaikan dan suka menunda-nunda urusan tersebut. Ataupun sebaliknya karyawan yang meminta gaji diberikan tepat waktu akan tetapi dia suka bekerja tidak tepat waktu. Kemudian juga bagi seorang pemimpin daerah yang sering meminta pembayaran ini dan itu, akan tetapi tatkala memenuhi permintaan rakyatnya tidak dipenuhi. Sebaliknya juga sebagian rakyat menuntut pemerintah untuk melakukan ini dan itu, akan tetapi ketika berkaitan dengan urusan bayarmembayar, maka kebanyakan dari mereka lari dari urusan tersebut. Maka contoh-contoh seperti ini semua termasuk dalam golongan orang yang Allah sebutkan dalam surah AlMuthaffifin.
Maka demikian pula dalam aspek rumah tangga. Terkadang ada seorang suami yang menuntut istrinya untuk melakukan ini dan itu, akan tetapi ketika istrinya meminta untuk ditunaikan haknya, dia tidak menunaikannya. Sebaliknya juga ada sebagian wanita yang hanya bisa menuntut haknya untuk dibelikan ini dan itu, akan tetapi ketika telah dihadapkan pada kewajiban-kewajibannya terhadap suaminya, diapun mengabaikannya.
Maka ketahuilah bahwa tatkala seseorang berumah tangga, maka dia sedang melakukan suatu kehidupan yang luar biasa, yang dengan kehidupan tersebut dia bisa meraih pahala sebanyak-banyaknya, atau meraih dosa karena kesalahannya yang akhirnya akan mengantarkannya kepada neraka jahannam.
Maka pembahasan hak-hak suami dan hak-hak istri sanggatlah penting untuk diketahui baik bagi yang telah menikah ataupun bagi yang beluk menikah. Karena kehidupan berumah tangga tidaklah gampang. Janganlah seseorang hanya berangan-angan dan memikirkan enaknya menikah, akan tetapi perlu diingat bahwa ada hak dan kewajiban di dalamnya.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments