FIKIH HUDUD (2)
- Muhammad Basyaib
- 16 Feb 2021
- 3 menit membaca
Diperbarui: 26 Feb 2021

Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi Hafizahullah
Sumber Almanhaj.Or.Id
Disalin dari : Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIII_1430 H_2009 M
Dipublish : Moeslim Book central
HUKUM MENEGAKKAN HAD
Diwajibkan kepada wali umur (penguasa) untuk menegakkan dan menerapkan Had kepada seluruh rakyatnya berdasarkan dalil dari al-Qur`ân, Sunnah dan Ijma' serta dituntut qiyas yang shahîh. *Lihat Taudhîh al-Ahkâm, Syaikh al-Bassâm 6/210 dan Fat-hu Dzil Jalâl 5/330 serta Syar-hu al-Mumti' 14/208.*
Dalil al-Qur`ân di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. alMâidah/5:38)
Dalil Sunnah di antaranya adalah hadits Ubâdah bin Shâmit yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda: “Tegakkanlah hukuman-hukuman (dari) Allah Azza wa Jallakepada kerabat dan lainnya, dan janganlah kecaman orang yang suka mencela mempengaruhi kamu (dalam menegakkan hukum-hukum) karena Allah Azza wa Jalla.” (Hasan: Shahîh Ibnu Mâjah No. 2058 dan Ibnu Mâjah No. 2540)
Demikian juga ulama kaum muslimin sepakat atas hal ini.
TIDAK DIBENARKAN SYAFAAT (REKOMENDASI) PEMBEBASAN HUKUMAN, BILA SUDAH DIMEJA HIJAUKAN
Apabila perkaranya telah masuk ke pemerintah atau telah dimeja hijaukan, maka dilarang adanya syafaat (rekomendasi) pembebasan atau pengurangan hukuman. Juga pemerintah tidak boleh menerima syafaat dalam hal ini.
Hal ini dijelaskan Rasulullah dalam hadits 'Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berbunyi:
Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma yang mengatakan bahwa kaum Quraisy sangat dipusingkan ihwal seorang perempuan suku Makhzum yang melakukan pencurian. Mereka mengatakan, “Siapa yang bisa berbicara dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu mengemukakan permintaan supaya perempuan itu dibebaskan)?” Tidak ada yang mau berbicara tentang hal itu, kecuali Usamah kesayangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apakah engkau hendak menolong supaya orang bebas dari hukuman Allah Azza wa Jalla?” Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri lalu berkhutbah, “Hai sekalian manusia, orang-orang sebelum kamu menjadi sesat hanyalah disebabkan apabila seorang bangsawan mencuri, mereka biarkan (tidak melaksanakan hukuman kepadanya) dan bila orang miskin mencuri, mereka tegakkan had padanya. Demi Allah Azza wa Jalla, kalaulah seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya Muhammad *Lihat Fat-hu Dzil-Jalâl 5/389.* memotong tangannya.” (Muttafaqun ’alaih) *Lihat Fat-hul Bâri 12/87 No. 6788, Muslim 2/1315 no 1688, ‘Aunul Ma’bûd 12/31 No: 4351, an-Nasâ’i 7/74, Tirmidzi 2/442 no: 1455 dan Ibnu Mâjah 2/851 no: 2547.*
Dalam hadits yang mulia ini Rasulullah mengingkari orang yang memberi syafaat dalam hukuman had setelah sampai ke pemerintah. Adapun bila belum sampai maka diperbolehkan.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: Tidak boleh menggagalkan (hukuman had) dengan syafaat, hadiah dan yang lainnya. Siapa yang menggagalkannya karena hal ini –padahal ia mampu menerapkannya- maka semoga laknat Allah Azza wa Jalla, malaikat dan semua manusia menimpanya. *Lihat Majmu' Al-Fatâwa 28/298.*
PIHAK YANG BERWENANG MELAKSANAKAN HUDUD
Tak ada yang berwenang menegakkan hudûd, kecuali imam, kepala negara, atau wakilnya (aparat pemerintah yang mendapat tugas darinya). Sebab di masa kerasulan, beliaulah yang melaksanakannya. Demikian pula para Khalifahnya sepeninggal beliau Shallalahu alalaihi wa sallam. Rasulullah pernah juga mengutus Unais Radhiyallahu anhu untuk melaksanakan hukum rajam, sebagaimana dalam sabdanya : Wahai Unais, berangkatlah menemui isteri orang ini, jika ia mengaku (berzina), maka rajamlah!” (HR al-Bukhâri no. 2147).
Demikian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan para sahabat untuk merajam Mâ'iz, dengan menyatakan : "Bawalah ia dan rajamlah!" (HR al-Bukhâri no. 6815).
Demikian juga karena penentuan hukuman had dibutuhkan ijtihad dan tidak aman dari kezhaliman, maka wajib dilaksanakan oleh imam atau wakilnya. *Lihat al-Mulakhash al-Fiqh 2/523-524.*
LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN SAMA DALAM HUDUD
Dalam penerapan hukuman had terhadap wanita sama seperti lelaki, karena pada asalnya semua yang ditetapkan syari'at untuk lelaki juga berlaku untuk wanita sampai ada dalil yang mengkhususkannya. Hal ini umum berlaku dalam ibadah, mu'amalah ataupun dalam hukuman. Namun para ulama memberikan 3 pengecualian, yaitu:
1. Wanita dihukum dengan duduk sedangkan lelaki dengan berdiri.
2. Pakaian wanita diikat sedangkan lelaki tidak.
3. Tangannya di tahan (diikat) hingga tidak terbuka auratnya, sedangkan lelaki tidak. *Lihat masalah ini pada Syarhu al-Mumti' 14/220-221*
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan: Inilah yang membedakan wanita dengan laki-laki dalam had karena kebutuhan menuntutnya. Kalau tidak, maka pada asalnya wanita sama dengan lelaki. *Syarhu al-Mumti' 14/221.*
Demikianlah selintas permasalahan hudûd dalam Islam. Mudah-mudahan dapat memberikan pencerahan kepada kaum Muslimin tentang keindahan dan kelengkapan syari'at Islam. Wabillâhi taufîq.[]
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء


Komentar