USHULUS SUNNAH WA I’TIQAD DIEN [Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah] ~ (BAGIAN : 2)
- Muhammad Basyaib
- 11 Feb 2021
- 3 menit membaca
Diperbarui: 25 Feb 2021

Penerjemah : Ustadz Abul Jauzaa
Dipublish : Moeslim Book central
21. Manusia pada asalnya adalah orang-orang beriman (mukmin) dalam hukum-hukum dan pewarisan mereka, sedangkan di sisi Allah ‘Azza wa Jalla kami tidak mengetahuinya.
22. Barangsiapa berkata: „Sesungguhnya orang itu mukmin sejati/sebenar-benarnya‟, maka ia adalah mubtadi’. Barangsiapa berkata: „Orang itu mukmin di sisi Allah‟, maka ia termasuk orang-orang yang berdusta. Barangsiapa berkata: „Orang itu beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya‟, maka ia benar.
23. Murji‟ah adalah mubtadi’ (ahli bid’ah) yang sesat.
24. Qadariyyah adalah mubtadi‟ yang sesat.
25. Maka barangsiapa diantara mereka yang mengingkari, yaitu: Bahwasannya Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengetahui apa yang akan terjadi sebelum terjadi, maka ia kafir.
26. Jahmiyyah adalah kafir.
27. Raafidlah (Syi’ah), mereka itu menolak Islam.
28. Khawaarij itu murraaq (orang-orang yang telah keluar dari agama).
29. Barangsiapa yang menyangka Al-Qur‟an adalah makhluk, maka ia kafir terhadap Allah yang Maha Agung dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama. Barangsiapa paham namun ragu-ragu akan kekafirannya, maka ia pun kafir.
30. Barangsiapa yang ragu-ragu tentang Kalamullah ‘Azza wa Jalla, lalu ia abstain karena ragu dalam hal tersebut seraya berkata : „Aku tidak tahu apakah Al-Qur‟an adalah makhluk atau bukan makhluk‟, maka ia adalah Jahmiy (penganut paham Jahmiyyah).
31. Barangsiapa yang abstain dalam permasalahan AlQur‟an karena kejahilan, maka ia diajari dan dibid‟ahkan tanpa dikafirkan.
32. Barangsiapa yang berkata : „Lafadh Al-Qur‟anku adalah makhluk‟, maka ia Jahmiy. Atau ia mengatakan : „Al-Qur‟an dengan lafadhku adalah makhluk‟, maka ia Jahmiy.
Abu Muhammad (Ibnu Abi Haatim) berkata: Aku mendengar ayahku (Abu Haatim Ar-Raaziy) berkata: “Tanda Ahlul-Bid‟ah adalah mencela Ahlul-Atsar. Tanda orang-orang Zanaadiqah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah sebagai Hasyawiyyah karena mereka ingin membatalkan atsar-atsar.
Tanda orang-orang Jahmiyyah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Musyabbihah.
Tanda orang-orang Qadariyyah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Mujabbirah.
Tanda orang-orang Murji‟ah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Mukhaalifah (orang yang selalu mempertentangkan) dan Nuqshaaniyyah (orang yang kurang dalam imannya).
Tanda orang-orang Raafidlah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Naashibah (pembenci ahlulbait Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam.)
Dan tidaklah didapatkan pada Ahlus-Sunnah kecuali hanya satu nama, sehingga mustahil nama-nama ini terkumpul pada mereka (Ahlus-Sunnah).
Abu Muhammad berkata: Aku mendengar ayahku (Abu Haatim Ar-Raaziy) dan Abu Zur‟ah memerintahkan untuk memboikot ahluz-zaigh wal-bida’ (orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dan pelaku bid‟ah). Mereka (Abu Haatim dan Abu Zur‟ah) bersikap sangat keras dalam hal tersebut. Mereka mengingkari penulisan kitab-kitab hanya berdasarkan pendapat semata tanpa berdasarkan atsar-atsar. Mereka melarang bermajelis dengan ahlul-kalam dan berdebat tentang kitab-kitab ahli kalam. Mereka berkata: „Tidak beruntung shaahibul-kalaam selamanya‟.
Abu Muhammad berkata: “Dan inilah yang aku katakan (yaitu, berkeyakinan sebagaimana dikatakan oleh Abu Haatim dan Abu Zur’ah – Abul-Jauza’)”.
Abu „Aliy bin Hubaisy Al-Muqri‟ berkata: “Dan inilah yang aku katakan”.
Syaikh kami, yaitu Ibnul-Mudhaffar, berkata: “Dan inilah yang aku katakan”.
Syaikh kami, yaitu penulis (Al-Laalikaa‟iy), berkata: “Dan inilah yang aku katakan”.
Ath-Thuraitsitiy berkata : “Dan inilah yang aku katakan”.
Syaikh kami, As-Silafiy, berkata : “Dan inilah yang aku katakan”
[Syarh Ushuuli I’tiqaad Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah, 1/176- 180 no. 321-322, tahqiq : Dr. Ahmad bin Sa‟d bin Hamdaan].
Sanad riwayat ini shahih, para perawinya tsiqaat:
a. Muhammad bin Al-Mudhaffar bin ‟Aliy bin Harb, Abu Bakr Al-Muqri‟ Ad-Diinawariy; seorang syaikh yang shaalih, mempunyai keutamaan, lagi shaduuq. Wafat 415 H [Taariikh Baghdaad, 4/430 no. 1624, tahqiq: Dr. Basyaar ‟Awwaad Ma‟ruuf; Daarul- Gharb, Cet. 1/1422 H].
b. Al-Husain bin Muhammad bin Habsy, Abu ‟Aliy AdDiinawariy Al-Muqri‟; seorang yang tsiqah lagi ma’muun [lihat: Taariikh Islaamiy oleh Adz-Dzahabiy, 26/538-539, tahqiq: Dr. ‟Umar bin ‟Abdis-Salaam At-Tadmuriy; Daarul-Kitaab Al-‟Arabiy, Cet. 1/1409 H].
c. Abu Muhammad „Abdurrahmaan bin Abi Haatim; ia adalah anak dari Abu Haatim Ar- Raaziy, seorang imam yang tidak perlu ditanyakan lagi.
Inilah aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama‟ah yang telah menjadi kesepakatan para ulama kita semenjak dulu. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kita petunjuk dan kekokohan dalam menitinya.
Semoga ada manfaatnya, wallaahu a’lam bishshawwaab.[]
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comentarios