KUPAS TUNTAS MASALAH SYAFA'AT (4)
- Muhammad Basyaib
- 3 Mar 2021
- 6 menit membaca

Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi
Dipublish : Moeslim Book Central
Klasifikasi Manusia Dalam Menyikapi Syafa’at
Manusia dalam menyikapi masalah syafa’at terbagi menjadi tiga golongan:
1. Golongan yang mengingkari syafa’at yaitu Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka berpendapat bahwa orang yang berhak masuk masuk neraka maka pasti akan memasukinya dan tidak akan keluar darinya.
2. Golongan yang berlebih-lebihan dalam syafa’at yaitu kaum Quburiyyun (pengeramat/ pemuja kuburan) dan ahli khurafat yang bergantung kepada penghuni kubur dan meminta syafa’at dari mereka, berdo’a kepada mereka, menyembelih untuk mereka sehingga jika mereka ditegur: “Ini perbuatan syirik” mereka menjawab, “Kita hanya mencari syafa’at.”
3. Golongan yang bersikap tengah-tengah yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka tidak mengingkari syafa’at secara mutlak sebagaimana kaum Khawarij dan Mu’tazilah dan juga tidak berlebihan sebagaimana kaum Quburiyyun dan ahli khurafat. *Syarh Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab hlm. 81, Syarh al-Manzhumah al-Haiyah hlm. 175, Syarh Aqidah al-Washitiyyah hlm. 206, semuanya karya Syaikh Shalih bin Fauzan al- Fauzan.*
Kelompok Menyimpang Dalam Syafa’at
Adapun kelompok yang menyimpang dalam masalah ini ada dua golongan:
1. Khawarij dan Mu’tazilah
Sebagaimana keterangan di atas bahwa “syafa’at Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam untuk umatnya yang berdosa besar adalah kesepakatan di kalangan sahabat, tabi’in, seluruh imam empat, dan selainnya. *Lihat pula Risalah Ahli Saghr hlm. 286–288 oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari.* Namun hal ini diingkari oleh mayoritas ahli bid’ah dari Khawarij, Mu’tazilah, dan Zaidiyyah, *Lihat pula Maqalat Islamiyyin hlm. 86, 274 oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari* mereka berpendapat bahwa seorang yang masuk neraka tidak akan keluar darinya selama-lamanya, baik karena syafa’at atau lainnya. Menurut mereka tidak ada saat itu kecuali golongan yang masuk surga dan tidak masuk neraka, dan golongan yang masuk neraka dan tidak masuk surga. Adapun berkumpul pada diri seorang nikmat surga dan adzab maka tidak ada.” *Qa’idah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah hlm. 11 oleh Ibnu Taimiyyah*
Di antara syubhat mereka adalah beberapa ayat ancaman yang secara lahiriah meniadakan syafa’at. Az-Zamakhsyari *Dia adalah seorang tokoh Mu’tazilah yang cukup populer, fanatik ekstrem terhadap madzhab Mu’tazilah, menggunakan kemahiran bahasanya untuk membela madzhab yang batil, ditambah lagi miskin sekali dalam bidang hadits. Kitab tafsirnya al-Kasysyaf berisi penuh dengan pemikiran-pemikiran Mu’tazilah dan serangan terhadap Ahli Sunnah. (Lihat al-Aqwal asy-Syadhah fi Tafsir hlm. 69–70 oleh Syaikhuna Dr. Abdurrahman bin Shalih ad-Dahsy.* —semoga Allah mengampuninya—berkomentar tentang ayat: Ya Rabb kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orangorang yang zalim seorang penolong pun. (QS Ali Imran [3]: 192)
“Ayat ini menetapkan dalil bahwa orang yang masuk neraka, maka tidak ada penolong baginya, baik dengan syafa’at atau selainnya.” *Al-Kasysyaf 1/489*
Dia juga berkata tatkala menafsirkan surat alBaqarah [2]: 48, “Apakah dalam ayat ini terdapat dalil bahwa syafa’at itu tidak diterima bagi ahli maksiat? Saya jawab: Ya.” *Ibid*
Jawaban:
Ucapan ini adalah batil sekali, karena bertentangan dengan sunnah mutawatirah dan ijma’ para sahabat serta ulama salaf setelahnya. Tidak satu pun sahabat yang berpemahaman demikian, bahkan mereka semua sepakat menentang keras pemahaman tersebut. Lantas, apakah kaum Mu’tazilah mendapatkan hidayah sedangkan para sahabat tidak?!!
Imam al-Ajurri Rahimahullah telah membantah syubhat ini secara panjang lebar; di antaranya beliau mengatakan, “Sesungguhnya orang yang mendustakan syafa’at telah keliru dengan kekeliruan yang amat parah, mereka keluar dari rel al-Qur‘an dan sunnah dengan mencomot ayat-ayat yang diperuntukkan bagi orang-orang kafir lalu mereka pasang untuk orang-orang Islam yang bertauhid, mereka tidak melirik hadits-hadits yang begitu banyak tentang syafa’at Nabi bagi pelaku dosa besar. Akibatnya mereka keluar dari jalan ahli iman dan mengikuti selain jalan mereka. Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS an-Nisa‘ [4]: 115)
Maka setiap orang yang menolak sunnah Rasul dan sahabatnya, berarti dia telah menentang Rasul dan memaksiatinya.” *Asy-Syari’ah 3/1192, 1205*
Salah satu kisah menarik tentang masalah ini adalah kisah Thalq bin Habib, *Kisah lainnya yang lebih shahih sanadnya adalah Yazid al-Faqir. Lihat Shahih Muslim: 191, Musnad Abu Awanah 1/180, dll.* katanya, “Dahulu aku adalah orang yang paling kuat dalam mendustakan syafa’at, hingga aku berjumpa dengan Jabir bin Abdullah Radiallahu 'anhu, maka aku bacakan seluruh ayat yang aku mampu tentang kekalnya ahli neraka, lalu beliau berkata padaku, ‘Wahai Thalq, apakah kamu mengira dirimu lebih pandai tentang al-Qur‘an dan sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam daripada diriku?’ Saya jawab, ‘Tidak, bahkan engkaulah yang lebih tahu tentang alQur‘an dan Sunnah daripadaku.’ Lalu dia berkata, ‘Sesungguhnya maksud dari ayat-ayat yang engkau bacakan tadi adalah orang-orang musyrik…’” *Shahih li ghairihi. HR Ahmad 3/330, Lalikai dalam Syarh Ushul: 2053, Bukhari dalam Adab Mufrad: 818 secara ringkas. Lihat Shahih Adab Mufrad hlm. 305 dan ash-Shahihah: 3055, Al-Albani.*
2. Kaum Quburiyyun dan tarekat Sufi
Sebagaimana telah kita jelaskan juga bahwa syafa’at itu adalah hak mutlak Allah dan memiliki syarat-syarat tertentu yaitu izin Allah kepada pemberi syafa’at dan ridha-Nya untuk yang diberi syafa’at. Dan Allah tidak ridha kecuali kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertauhid. Namun, kaum Quburiyyun menyelisihi hal itu, mereka menetapkan syafa’at untuk wali-wali mereka yang telah meninggal dunia dan meminta kepada mereka di alam dunia sebagaimana kaum musyrikin meminta kepada berhala-berhala mereka. Mereka menyamakan seperti syafa’at para raja di dunia.
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekatdekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS az-Zumar [39]: 3)
Kita jawab:
Syafa’at di akhirat tidak sama seperti syafa’at manusia di dunia karena syafa’at di akhirat harus dengan izin dan ridha Allah. Adapun anggapan mereka bahwa para wali tersebut bisa memberikan manfaat atau menolak mudarat maka itu adalah anggapan yang batil secara dalil dan akal, sebab orang yang meninggal dunia tidak bisa berbuat apa-apa untuk orang yang hidup, justru mereka sangat membutuhkan do’a dari orang yang hidup.
Menarik sekali apa yang diceritakan oleh Syaikh Abdul Lathif alu Syaikh bahwa ada sebagian tokoh agama yang berdalil bahwa para wali itu memiliki kemampuan di kuburnya sehingga dimintai do’a, dia berdalil dengan ayat: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (QS Ali Imran [3]: 169)
Maka seorang awam kaum muslimin ada yang menjawab, “Kalau memang bacaannya adalah ‘yarzuqun’ (mereka memberi rezeki) maka itu benar, tetapi kalau tidak maka ayat ini malah membantah dirimu sendiri.” *Tuhfah Thalib al-Jalis hlm. 56*
Syafa’at Dalam Urusan Dunia
Syafa’at dalam urusan dunia terbagi menjadi dua:
1. Terpuji dan disyari’atkan
yaitu syafa’at dalam perkara-perkara yang mubah sehingga memberikan manfaat kepada orang lain atau menolak madharat dari orang lain tanpa menerjang hak Allah atau hak manusia. Allah berfirman: Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) daripadanya. Dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) daripadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS an-Nisa‘ [4]: 85)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Berikanlah syafa’at, niscaya kalian akan diberi pahala.” (HR Bukhari 2/18 dan Muslim 4/2026)
2. Tercela dan terlarang
Yaitu syafa’at untuk menggugurkan hukum Allah atau menzalimi orang lain atau membatalkan hak orang lain.
Dari Aisyah Radiallahu 'anha istri Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya Quraisy menaruh perhatian pada kasus seorang wanita yang mencuri pada zaman Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam saat fathu Makkah lantas mereka berkata, “Siapakah yang berani untuk melobi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam?” Mereka mengatakan, “Siapakah yang berani untuk hal itu kalau bukan Usamah bin Zaid kekasih Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam?” Maka Usamah melobi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam tentang kasus wanita tersebut. Mendengar hal itu, maka wajah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam berubah seraya mengatakan, “Apakah engkau memberi syafa’at (perantara pertolongan) dalam penegakan hukum Allah?” Mendengar kemarahan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, maka Usamah Radiallahu 'anhu berkata, “Mohonkanlah untukku ampunan, wahai Rasulullah.” Sore harinya, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam berdiri lalu berkhotbah dan memuji Allah yang berhak dipuji, kemudian beliau berkata, “Adapun setelah itu, sesungguhnya faktor penyebab kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah apabila orang yang bangsawan di antara mereka mencuri maka mereka dibiarkan (tidak dihukum), namun apabila yang mencuri adalah rakyat kecil (miskin) maka mereka langsung dihukum. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya (Allah), seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya saya akan memotong tangannya.” Setelah itu, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar wanita tersebut segera dipotong tangannya. Berkata Yunus: Berkata Ibnu Syihab (Imam Zuhri): Berkata Urwah: Berkata Aisyah Radiallahu 'anha, “Akhirnya setelah itu, wanita tersebut bertaubat dengan bagus dan menikah. Terkadang dia datang kepadaku lalu aku sampaikan hajatnya kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam.” (HR Bukhari 7/16 dan Muslim 3/1315)
Demikianlah beberapa pembahasan tentang masalah syafa’at. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi kita semua. Akhirnya, marilah kita berdo’a agar Allah menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang mendapatkan syafa’at kelak di akhirat. Amin.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments