SALAF SHALIH Antara Ilmu & Iman (2)
- Muhammad Basyaib
- 13 Feb 2021
- 7 menit membaca
Diperbarui: 25 Feb 2021

Penulis : Syaikh ‘Abdullâh Jibrîn
Penterjemah : Ustâdz Khâlid Syamhudi
Sumber : http://muslim.or.id
Dipublish : Moeslim Book Central
Urutan Keutamaan Salaf
Urutan keutamaan mereka sebagaimana urutan keberadaan mereka. Yang paling utama adalah generasi pertama yang berakhir masanya dengan tahun seratus, kemudian diikuti oleh generasi kedua yang berakhir dengan tahun dua ratus (hijriah), kemudian diikuti oleh generasi ketiga yang berakhir dengan tahun tiga ratus.
Ini kalau kita menganggap satu generasi itu sama dengan seratus tahun. Di antara para ulama ada berpendapat bahwa satu generasi yaitu sekelompok orang yang saling bertemu pada satu masa, usia-usia mereka berdekatan, kemudian mereka wafat. Yang paling akhir wafat berarti dialah akhir dari generasi tersebut. Tidak disangsikan lagi bahwa mereka yang ada pada zaman itu, atau abad-abad itu memiliki keutamaan, kemuliaan, aqidah yang selamat. Sehingga mereka menjadi yang terbaik.
Begitu juga, bid'ah belum muncul. Jika ada perbuatan bid'ah yang muncul, maka akan segera dihancurkan dan pelakunya akan terhina. Sehingga dengan ini mereka menjadi yang lebih baik dari yang lain. Oleh karena itu mereka menjadi panutan, ucapan-ucapan mereka dijadikan sebagai hujjah (argumentasi), terutama perkataan ulamaulama mereka dan ahli ibadah di antara mereka yang mengerti tentang agama Alloh ini, yang beribadah kepada Alloh dengan landasan cahaya dan dalil. Ucapan mereka dijadikan dalil, karena kita berprasangka baik kepada mereka. Mereka tidak akan melakukan satu amal kecuali berlandaskan dalil, tidak akan mengatakan sesuatu atau meriwayatkan sesuatu kecuali setelah ricek (cek ulang).
Oleh karena itu mursal shahabat bisa diterima, menurut kesepakatan para ulama. Sedangkan mursal kibar tabi'in masih diperselisihkan, namun pendapat yang terkuat (menyatakan) bisa diterima jika ada bukti keabsahannya, meskipun sanadnya tidak bersambung.
Begitu juga dengan perkataan mereka yang mereka jadikan hujjah atau pendapat mereka; semua ini bisa dijadikan dalil. Dikatakan, "Perkataan ini pernah diucapkan oleh Fulan seorang sahabat, atau seorang tabi'in atau perkataan ini pernah dikatakan oleh orang sebelum kita yaitu Fulan dari generasi tabi'in dan mereka adalah para ulama besar yang tidak akan mengucapkan sesuatu kecuali bersumber dari keyakinan."
Hakikat Ilmu Salaf
Yang dimaksud dengan ilmu yaitu ilmu yang benar, ilmu yang diwarisi dari para Rosululloh, warisan para nabi Alloh. Sebagaimana sabda Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam: "Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi dan para nabi itu tidaklah mewariskan dinar dan dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambilnya berarti dia telah mengambil warisan yang banyak." (Diriwayatkan oleh Abu Daud no. 3641, Tirmidzi 2682, Ibnu majah no. 223 dari hadits Abu Darda')
Ilmunya para salaf diambil langsung dari Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, sahabat yang kecil mengambil ilmu dari sahabat yang sudah dewasa, yang dewasa dari sahabat sebelumnya mereka, sampai kemudian mereka menyambungnya ke sumbernya yang murni yaitu Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam.
Alloh telah memperbanyak ulama dari mereka dan orangorang setelah mereka, untuk menjaga ilmu yang benar ini, membersihkannya dan menjaganya dari kedustaankedustaan yang masuk kepada ilmu ini. Karenanya mereka meletakkan sanad yang bisa didapatkan dalam kitab-kitab hadits, sehingga sebuah perkataan tidak akan diterima kecuali setelah mengecek keabsahannya.
Para ulama menyebutkan bahwa para salaf tidak pernah bertanya kepada para sahabat tentang sanad (jalur periwayatan), akan tetapi (manakala) mereka melihat sikap terlalu gampang meriwayatkan sesuatu yang belum dicek keabsahannya, maka mereka mengatakan, "Sebutlah rijal kalian!" (sehingga mereka bisa mengetahui dari mana dia mendapatkan suatu riwayat). Jika mereka menyebutkan orang yang terpercaya, mereka akan tahu bahwa hadits atau atsar tersebut bisa diterima. Sedangkan jika menyebutkan orang yang lemah, bukan ahli hadits, maka mereka tahu bahwa hadits tersebut tidak sah. Inilah yang menjadi penyebab penyebutan sanad. Ini adalah bukti antusiasme para salaf dalam menjaga sunnah dan membentenginya dari semua yang hendak memasukinya.
Kandungan Ilmu Salaf
Ilmu para salaf mencakup, hafalan terhadap sunnah Nabawiyah yang mereka riwayatkan dari nabi shollallohu 'alaihi wa sallam. mereka juga menghafal Kalamulloh (Al Quran). Mereka antusias untuk memelihara ilmu ini dari tangan-tangan jahil. Karenanya, setelah wafat Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, pertama kali mereka berkonsentrasi untuk membukukan Al Quran. Mereka menulisnya dalam beberapa lembaran, lalu mereka jadikan satu, sehingga tidak ada yang terlupakan ataupun tertinggal.
Di antara cakupan ilmu mereka juga adalah sibuk untuk menjelaskan Al Quran dan menerangkan makna-makna yang terkadang samar bagi generasi setelah mereka. Ini dikarenakan, mereka menyaksikan saat-saat turunnya Al Quran dan juga dikarenakan Al Quran turun dengan menggunakan bahasa mereka. Dan juga karena mereka lebih tahu tentang sebab-sebab turun sebuah ayat dan maksudnya. Oleh karena tafsir (penjelasan) para sahabat dan murid-muridnya lebih didahulukan daripada orang orang zaman terakhir, yang menerapkannya dalam faktafakta dan kondisi-kondisi (yang ada) atau yang lainnya.
Oleh karena itu, para ulama umat ini yang sibuk dengan ilmu tafsir berdalil dengan hadits-hadits serta atsar-atsar yang berhubungan dengan Al Quran, karena memang dia adalah penjelas bagi Al Quran. Kita sudah tahu bahwa Alloh menurunkan syariat dan risalah ini kepada Muhammad shollallohu 'alaihi wa sallam dan Alloh memerintahkannya untuk menyampaikan risalah ini, dengan firman-Nya: "Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah)." (QS. As Syura: 48)
dan firman-Nya: "Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu." (QS. Al Maidah: 67)
Kita beriman tanpa ragu bahwa Rosululloh telah menyampaikan risalah itu, bahkan Rosululloh tidak sebatas menyampaikan risalah kepada mereka akan tetapi beliau shollallohu 'alaihi wa sallam menjelaskannya dengan amal dan perkataan. Rosululloh menjelaskan sesuatu yang samar bagi mereka, menerangkan sesuatu yang perlu diterangkan, sebagai realisasi dari firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala: "Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." (QS. An Nahl: 44)
Penjelasan beliau terhadap Al Quran adalah penjelasan beliau dengan praktek dalam sholat, haji, masalah-masalah lain yang masih global, seperti hudud dan sanksi. Begitu juga Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan ayat-ayat, menerangkan makna-maknanya sebagaimana telah dipersaksikan oleh para ahli tafsir. Dan tidak diragukan juga bahwa para sahabat (yang telah mendapatkan penjelasan langsung dari Rosululloh -pent) ini telah menyampaikan seluruhnya kepada murid-muridnya, karena Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk itu. Terdapat dalam hadits yang sah, bahwa Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir." (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari no. 68 dari Abu Bakar rodhiallohu 'anhu dan Imam Muslim no. 1354 dari Abu Syuraih rodhiallohu 'anhu)
Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang sah: "Semoga Alloh membaguskan wajah orang yang mendengarkan sabdaku, lalu menghafalnya dan menyampaikannya sebagaimana dia mendengarnya. Bisa jadi orang yang diberitahu lebih paham daripada orang yang mendengar (dari Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam), terkadang orang yang membawa fikih bukanlah orang yang faqih dan bisa jadi pembawa fikih membawanya kepada orang yang lebih bisa memahaminya." (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Musnad 5/187, Imam Abu Daud no. 3660, Imam Tirmidzi no. 2656 dan Ibnu Majah no. 230 dari hadits Zaid bin Tsabit rodhiallohu 'anhu)
Ketika para sahabat mendengar sabda beliau shollallohu 'alaihi wa sallam ini, mereka tahu bahwa Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam akan wafat dan mereka akan mengemban risalah ini setelahnya, mengemban nashnashnya, makna-maknanya dan kaifiyah (tata cara)nya. Maka mereka tidak tinggal diam, mereka menyampaikan dan memberitahukan kepada orang-orang tertentu dan orang umum, apa yang mereka tahu dan apa yang mereka hafal serta dapatkan dari Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam. Demikianlah, amal mereka nampak sebagai realisasi dari ilmu. Karena ilmu yang benar, pasti akan diiringi amal perbuatan, karena amal merupakan buah ilmu.
Dan tidak diragukan bahwa ilmu-ilmu para salaf yang mereka dapatkan dari Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, yang mereka dapatkan dari para guru mereka dan tokoh-tokoh sahabat adalah ilmu-ilmu yang benar. Semuanya berkait dengan syariat, berkait dengan perintah dan larangan Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Mereka mempelajari ilmu yang bisa mendekatkan diri mereka kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala yaitu masalah-masalah ibadah. Mereka mempelajari amalan-amalan yang harus dikerjakan dalam kehidupan ini serta hal-hal haram yang harus ditinggalkan. Mereka mempelajari semua masalah ini dan menyampaikannya.
Tidak diragukan, bahwa orang yang mengikuti mereka dalam masalah ini -generasi setelahnya meskipun beberapa abad- akan dibangkitkan pada hari kiamat bersama mereka. Karena mengikuti mereka, mewarisi ilmu-ilmu dan antusiasme mereka bahkan membukukan kejadiankejadian itu merupakan pengutamaan mereka dan bukti cinta mereka kepada para salaf dan bukti penghargaan terhadap salaf dengan penghargaan yang layak.
Orang seperti ini tidak disangsikan lagi, dia akan mengikuti salaf dengan iman dan amal; mereka melakukan amalanamalan yang dilakukan para salaf. Kemudian di hari kiamat, dikumpulkan bersama para salaf. Orang yang cinta kepada suatu kaum, maka dia akan dikumpulkan bersama dengan orang yang dia cinta, sebagaimana diterangkan dalam hadits. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari no. 6169 dan Imam Muslim 2640 dari Abdullah bin Mas'ud, dan lafazh hadits ini adalah riwayat Imam Muslim, Abdullah rodhiallohu 'anhu mengatakan: Seseorang datang kepada Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam seraya mengatakan: "Wahai Rosululloh, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang cinta kepada satu kaum padahal dia belum pernah menjumpai mereka?" Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam menjawab, "Orang itu bersama dengan yang dia cinta.")
Maka kami katakan, dalam keadaan membahas tentang ilmu salaf, "Sesungguhnya wajib atas kita untuk mempelajari ilmu yang benar yang diwariskan oleh para salaf dari Nabi mereka shollallohu 'alaihi wa sallam dan wajib atas kita untuk memprioritaskannya di atas ilmu-ilmu lain yang menyainginnya." Ilmu-ilmu yang dipelajari oleh salaf ada beberapa macam:
Pertama, ilmu yang mereka ucapkan dengan lisan dan mereka yakini dengan hati. Ini adalah masalah aqidah.
Kedua, mereka mempelajari dari Rosululloh ilmu yang bisa mendekatkan diri kepada Alloh. Ini adalah urusan ibadah.
Ketiga, mereka mempelajari dari nabi shollallohu 'alaihi wa sallam apa-apa yang wajib mereka lakukan dalam kehidupan dan mempelajari perkara haram yang wajib mereka tinggalkan dan lain sebagainya.
Tidak diragukan lagi, bahwa siapa saja yang mengikuti mereka -meskipun dia ada beberapa dekade setelah merekamaka dia akan dikumpulkan bersama mereka, karena dengan mengikuti mereka, berarti mengutamakan mereka, mencintai mereka dan menghargai mereka sebagaimana mestinya. Dan siapa saja yang mencintai suatu kaum maka dia akan dikumpulkan bersama mereka.
Kalau kita tidak menyibukkan dengan ilmu-ilmu ini berarti kita kehilangan banyak ilmu dan hilang kesempatan mendekatkan diri kepada Alloh dengan amal-amal shalih. Sebaliknya, jika menyibukkan diri dengannya dan arahkan langkah kita ke sana, maka kita akan sampai kepada Alloh dalam keadaan berada di atas jalan yang lurus, kita menempuh jalan lurus, tidak ada penyimpangan dan kebengkokan.
Sedangkan jika mengikuti orang setelah generasi salaf dan kita menempuh jalan-jalan menyimpang dalam amalanamalan kita, maka kita akan masuk ke dalam jurang kebinasaan, minimalnya kita (terjerumus) mengadakan perbuatan bid'ah yang tidak pernah diperintahkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta'ala.
Ilmu para salaf terbentuk dari ilmu nash-nash dan mencakup menghafal ayat dan hadits-hadits, memahaminya dan menjelaskannya, menjelaskan makna dan kandungannya, mengamalkan. Demikian juga mencakup masalah menampakkannya dan mengajarkannya. Jadi sumber ilmu-ilmu mereka adalah: hafalan, pemahaman, praktek, dan menjelaskan.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments