Ramadhan Yang Kunanti (21)
- Muhammad Basyaib
- 24 Mar 2021
- 3 menit membaca

(Terjemah dan Ta’liq terhadap kitab Fushul fi Shiyam wat Tarawih waz Zakat Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah)
Penerjemah dan Ta’liq: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I. Hafizahullah
Dipublish: Moeslim Book Central
Orang yang tidak mempunyai uang, namun memiliki sumber yang lain berupa keterampilan/skill, atau gaji, atau sesuatu yang hasilnya bisa dimanfaatkan *Semisal memiliki kebun, usaha yang menghasilkan, rumah yang dikontrakkan dan lain-lain.* adalah orang yang kaya (mampu) *Bisa jadi orang itu teranggap kaya padahal tidak memiliki pekerjaan, namun memiliki uang yang cukup, berupa uang pensiunan atau dari tabungan. Demikian pula seorang itu teranggap kaya karena memiliki ketrampilan. Jika ia mau memanfaatkan ketrampilannya ia akan mendapat uang yang mencukupi kebutuhannya, asalkan mau keluar rumah manfaatkan ketrampilan dan tidak menganggur. * dan tidak diberi zakat kepadanya *Jadi orang yang miskin karena malas padahal memiliki kemampuan untuk bekerja tidak berhak mendapat zakat. Demikian juga termasuk orang kaya sehingga tidak berhak mendapat zakat orang yang tidak memiliki uang dan tidak memiliki ketrampilan, namun ada orang lain yang menanggungnya. Contohnya seperti seorang nenek yang tidak memiliki uang dan juga tidak dapat bekerja, namun anaknya rutin memberi kiriman uang. Misal nenek tersebut memiliki 5 anak dan tiap anak itu rutin mengirim Rp 500.000,- tiap bulan, sehingga ia mendapatkan sebesar Rp 2.500.000,- setiap bulannya. Nenek ini tidak berhak mendapatkan zakat karena sudah memiliki uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Maka dapat disimpulkan seorang itu dikategorikan sebagai orang kaya karena empat sebab. Pertama, kaya karena memiliki uang yang cukup. Kedua, kaya karena memiliki skill/ketrampilan. Ketiga, kaya karena pekerjaan (punya gaji). Empat, kaya karena ada orang lain yang menanggung nafkahnya. Jadi ada 4 jenis orang yang kaya yang mereka tidak boleh menerima harta zakat. *. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, “Tidak ada jatah zakat bagi orang kaya (kaya karena uang), tidak pula orang yang kuat fisiknya sehingga mampu bekerja.” (HR. Abu Dawud no. 1633).
3. Amil Zakat *Kata -pada- mengandung makna, (otoritas, kewenangan). (Amil) artinya adalah buruh/karyawan/ pegawai. Jadi, untuk disebut sebagai ‘Aamil, harus memiliki orang yang memperkerjakannya. Apabila orang yang memperkerjakan dirinya sendiri bukanlah merupakan amil. *
Definisi amil zakat adalah orang-orang yang diberi mandat oleh kepala negara untuk memungut zakat dari orang yang mempunyai kewajiban membayar zakat, menyimpan harta tersebut, kemudian mendistribusikannya kepada orang-orang yang berhak *Inilah 3 pekerjaan pokok amil zakat, yaitu mengambil, menginventarisir dan menyimpan, lalu mendistribusikan zakat.*. Amil zakat *Yang memperkerjakan amil zakat adalah penguasa. Amil zakat itu tidak mengangkat dirinya sendiri. Oleh karena itu, amil zakat memiliki otoritas karena diangkat oleh penguasa. Sehingga panitia zakat (di masjid dan tempat lainnya) bukanlah amil zakat. Panitia zakat tidaklah dipekerjakan oleh penguasa sehingga tidak mempunyai otoritas atas zakat. Artinya panitia itu hanya pasrah saja, apabila ada yang titip berarti ada yang dikerjakan. Apabila tidak ada maka tidak ada yang dikerjakan. * berhak diberi zakat sesuai kadar pekerjaannya *Apabila amil zakat memiliki banyak hal yang dikerjakan gaji amil yang diambilkan dari zakat ketika itu naik. Akan tetapi jika pada bulan tersebut tidak ada yang membayar zakat karena sedikit orang yang sudah mencapai haul (jatuh tempo wajib zakatnya), gaji yang diberikan kepadanya lebih sedikit. Sehingga gaji amil zakat itu fluktuatif (naik turun) sesuai kadar kesibukan pekerjannya di suatu bulan. Ada 3 pendapat ulama tentang besaran gaji untuk amil zakat. 1) Pendapat yang dipilih oleh Syaikh ‘Utsaimin Rahimahullah gaji amil zakat itu berdasar beban kerja. 2) Pendapat kedua adalah pendapat Imam Syafi’i Rahimahullah. Gaji amil zakat sebesar 1/8 dari total zakat yang mereka kumpulkan. Artinya gajinya tetap fluktuatif mengikuti besar total zakat. 3) Pendapat ketiga, yaitu amil zakat digaji dari kas negara (dengan kata lain status kepegawaian seperti PNS). Sehingga layaknya PNS akan tetapi dengan tugas mengumpulkan zakat. Pendapat yang paling kuat dari 3 pendapat ini adalah sebagaimana pendapat Syaikh ‘Utsaimin Rahimahullah. Gaji amil zakat berdasarkan beban kerja, kecuali jika sudah digaji oleh pemerintah. Jika sudah mendapat gaji dari kas negara tidak lagi mendapat gaji dari zakat.*, meskipun sebenarnya mereka adalah orang kaya.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar