RAMADHAN DALAM BAYANG-BAYANG COVID-19 (7)
- Muhammad Basyaib
- 26 Mar 2021
- 3 menit membaca

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
5. Berdo’a
Termasuk keberkahan bulan Ramadhan, Allah Azza wa jalla memuliakan kita semua dengan jaminan terkabulkannya do’a. *Ruh ash-Shiyam wa Ma’anihi hlm. 114 Abdul Aziz Musthafa Kamil* Keadaan berpuasa merupakan saat-saat waktu terkabulkannya do’a.
Allah Azza wa jalla berfirman: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. al-Baqarah: 186)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai orang-orang yang akan dibebaskan (dari neraka) setiap hari dan malam. Setiap hamba dari mereka punya do’a yang mustajab.” *HR. Ahmad 12/420. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami No. 2169.*
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Yaitu pada bulan Ramadhan.” *Athraf al-Musnad 7/203, sebagaimana dalam ash-Shiyam fil Islam hlm. 34 Sa’id bin Ali al-Qahthani. Hal senada dikatakan pula oleh Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadir 2/614. * Ini merupakan keutamaan besar bagi bulan Ramadhan dan orang yang berpuasa, menunjukkan keutamaan do’a dan orang yang berdo’a. *Faidhul Qadir 2/614 al-Munawi*
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda; Tiga do’a yang tidak tertolak; do’a orang tua, do’a orang yang puasa dan do’a orang musafir (bepergian). *HR. Baihaqi 3/345 dan lain-lain. Dicantumkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah No. 1797.*
Maka pergunakanlah kesempatan berharga ini dengan banyak do’a dengan penuh menghadirkan hati dan kemantapan. Janganlah sia-siakan waktu istimewa ini dengan hal-hal yang tiada guna, lebih-lebih saat akan berbuka puasa. Perbanyaklah do’a agar Allah w melindungi kita dari wabah dan segera mengangkat wabah ini dari kita.
• Apakah disyariatkan Qunut karena Wabah?
Apakah disyari’atkan bagi kaum muslimin untuk melakukan qunut nazilah karena bencana? Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah mengutarakan masalah ini dan menjawabnya. Kata beliau, “Apabila kaum tertimpa suatu bencan yang tidak ada kaitannya dengan anak Adam seperti wabah, tsunami, gempa bumi, apakah seseorang hendaknya melakukan qunut atau tidak? Jawabannya: Tidak qunut, sebab bencana seperti ini sering menimpa pada zaman Nabi namun beliau tidak melakukan qunut. Dan setiap hal yang faktor penyebabnya sudah ada pada zaman Nabi tetapi beliau tidak melakukannya padahal tidak ada yang menghalanginya maka itu tidak disyari’atkan. Ini adalah kaidah berharga *Lihat kaidah ini dalam Iqtidho’ Shirothil Mustaqim kar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah (2/594).* yang hendaknya seseorang menggigitnya dengan gigi geraham karena sangat berfaedah.” *Fathu Dzil Jalali wal Ikrom Syarh Bulughul Marom (3/295). Lihat pula Jami’ul Masa’il Fi Ahkami Qunut Nawazil kar. Sa’ad bin Sholih az-Zaid (hlm. 56).*
Dan sebagian ulama lainnya berpendapat disyariatkan melakukan qunut nazilah karena wabah, dan ini yang difatwakan oleh MUI, sehingga jika seorang melakukannya maka hendaknya tidak diingkari.
• Do’a Bersama Tolak Bala’, Bolehkah?
Sebagian orang melakukan ritual ibadah do’a bersama-sama untuk tolak bala dengan analogi seperti shalat istisqo’ (minta hujan) yang jelas disyari’atkan dalam Islam. Namun, apakah hal ini dibenarkan?
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani Rahimahullah mengatakan, “Pada asalnya, do’a untuk menghilangkan wabah tidaklah terlarang. Namun, berkumpul untuk berdo’a bersama seperti pada shalat istisqo’ maka ini termasuk bid’ah (perkara baru) dalam agama.
Pada zaman sekarang, wabah tho’un pertama kali muncul di Kairo pada 27 Rabi’ul Akhir tahun 833 H, korban yang meninggal tidak lebih dari empat puluh orang. Kemudian mereka keluar ke tanah lapang pada 4 Jumadil Ula setelah dianjurkan untuk puasa seperti dalam istisqo’, mereka berkumpul dan berdo’a bersama lalu pulang. Belum selesai bulan Jumadil Ula, ternyata justru korban semakin banyak sehingga setiap hari korban yang mati lebih dari seribu.
Seandainya hal itu disyari’atkan, tentu tidaklah samar bagi salaf dan bagi para ulama sepanjang zaman, sedangkan tidak dinukil dari mereka hadits atau atsar satu pun.” *Badzlul Ma’un (328–330) secara ringkas*
Al-Hafizh as-Suyuthi Rahimahullah juga menguatkan tidak bolehnya. Kata beliau, “Hal itu tidak ada dalilnya yang shahih dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam.” Lanjutnya lagi, “Bencana seperti itu terjadi pada masa Imam Huda Umar bin Khoththob, sedangkan para sahabat saat itu masih banyak, namun tidak dinukil dari seorang pun dari mereka yang melakukan ritual (do’a bersama) tersebut.” *Ma Rowahu Wa’un Fi Akhbari Tho’un (hlm. 167). Dan lihat masalah ini secara luas dan detail dalam risalah Hukmu Tada’ili Fi’li Tho’ath fi Nawazil wa Syada’id al-Mulimmat kar. Syaikhuna Masyhur bin Hasan Alu Salman.*
Apalagi perkumpulan seperti itu merupakan salah satu potensi penularan. Maka jangan sampai kita melakukan kebid’ahan untuk tolak bala’ karena itu bukan solusi.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar