RAMADHAN DALAM BAYANG-BAYANG COVID-19 (11)
- Muhammad Basyaib
- 27 Mar 2021
- 3 menit membaca

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
PANDUAN AGAMA MENGHADAPI WABAH CORONA
Sikap syar’i bagi seorang muslim dalam menghadapi wabah corona ini adalah dengan kembali kepada kitab Allah Subhanahu wa ta'ala dan sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. dengan memperhatikan poin-poin berikut ini *Disarikan dari Al-Ahkam Al-Fiqhiyyah Al-Muta’alliqoh bi Wabai Kuruna karya Prof. Dr. Khalid al-Musyaiqih, Ushul Sittah fil Iftiqor Ila Allah fi Syiddah karya Syaikh Shalih al- ‘Ushaimin, Asyru Washoya lil Wiqoyah Minal Waba karya Syaikh Abdur Rozzaq al-Badr.* :
1. Mengikuti arahan-arahan dari pemerintah, karena arahan-arahan tersebut berkaitan dengan kebutuhan mayoritas manusia.
Kalau mau sukses melalui ujian ini, mari kita bersatu dengan cara menaati dan mengikuti arahan para ulama, ahli medis dan pemerintah kita. Allah Azza wa jalla berfirman: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri (pemimpin dan ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS. An-Nisa': 83)
Syaikh Abdur Rahman As-Sa'di Rahimahullah berkata: “Dalam ayat ini terdapat kaidah adab bahwa ketika ada suatu permasalahan maka hendaknya diserahkan kepada ahli di bidangnya dan tidak mendahului mereka, karena hal itu akan lebih mendekati kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan”. *Taisir Karimir Ar-Rahman hlm. 194, cet Dar Ibnul Jauzi.*
Jangan malah membuat opini-opini pribadi yang hanya akan memecah belah persatuan kita.
Kalau mempunyai opini sendiri, maka simpan opini anda itu untuk diri sendiri, karena masalah ini berkaitan dengan umat yang banyak, yang telah diputuskan oleh para ulama dan pemerintah.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Jika suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamatkehancuran.” *HR. Bukhari: 59*
Akidah ahlus sunnah dalam masalah ini adalah dengan menyerahkan segala urusan dan permasalahan kepada pemimpin selama itu bukan kemaksiatan, maka wajib bagi kita menaatinya.
Di antara permisalannya sekarang ini:
Arahan para pemimpin agar kita lebih banyak di rumah saja, jangan keluar kecuali kalau hal itu mendesak. Maka wujud kita menaatinya adalah dengan kita mengikuti arahannya tersebut. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya (oleh Uqbah bin Amir). “Apa keselamatan itu ya Rasulullah ? Beliau bersabda: ‘Jaga lisanmu, dan hendaklah kamu di rumah dan tangisilah dosa-dosamu.’” *HR. Tirmidzi dan dihasankan Al-Albani*
Imam Malik Rahimahullah meriwayatkan dalam Al-Muwatho’ 1/424 dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Umar bin Khathab pernah melewati seorang wanita dari Bani Makhzum yang tengah thawaf di Ka’bah padahal dia terkena penyakit lepra, Umar menegur wanita itu seraya mengatakan; “Wahai hamba Allah, janganlah engkau menyakiti manusia, seandainya kamu menetap di rumahmu niscaya lebih baik”. Wanita itu akhirnya tetap tinggal di rumahnya, hingga suatu saat ada seorang yang mengatakan padanya; Sesungguhnya orang yang melarangmu keluar (maksudnya, Umar) kini telah meninggal dunia, maka keluarlah. Wanita itu menjawab: “Bagaimana mungkin saya taat padanya saat dia masih hidup lalu memaksiatinya saat dia telah meninggal”.
Bahkan para salaf menilai jika ada seseorang tidak menunaikan kewajiban taat kepada para pemimpin maka berarti ilmunya tidak bermanfaat.
Imam Adz Dzahabi Rahimahullah menyebutkan dalam Siyar A’lam Nubala’ 15/507 dalam biografi Abu Wahb Al Andalusi wafat thn 344 H, pernah dikatakan padanya: “Marilah kita pergi sekarang untuk ziarah ke fulan” Dia menjawab: “Mana Ilmu? Kita harus taat kepada pemimpin, dia telah melarang kita jalan-jalan di malam hari.
Subhanallah, demikianlah potret indah ketaatan para salaf kepada para pemimpin. Maka jadikanlah mereka teladan dalam hidupmu jika engkau ingin bahagia, karena mereka adalah generasi emas yang dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya.
2. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk menerima berita-berita hoax atau bukan berasal dari sumber yang resmi.
Hendaknya bagi kita selektif dan tidak terburu-buru menerima dan meyakini kebenaran berita. Allah Azza wa jalla berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat: 6)
Tidak semua yang kita dengar, kita terima dan share begitu saja terutama di zaman kita sekarang ini banyak berita-berita hoax yang tidak valid dan tidak jelas sumbernya. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Cukuplah seorang dikatakan berdosa jika ia menceritakan semua yang ia dengar.” *HR. Muslim*
Ibnu Baadis mengatakan: “Tidak semua yang kita dengar dan kita lihat, harus diyakini oleh hati hati kita, namun hendaknya kita mengeceknya dan memikirnya secara matang. Jika memang terbukti dengan bukti nyata maka kita mempercayainya namun jika tidak maka kita meninggalkannya”. *Ushul Hidayah hlm. 97*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar