Ringkasan Fiqih PUASA (2)
- Muhammad Basyaib
- 10 Mar 2021
- 5 menit membaca
Diperbarui: 11 Mar 2021

Judul Asli : Alshiyam
Penulis : Muhammad bin Ibrahim Altuwayjiry
Penerjemah : A. Djali
Dipublish : Moeslim Book Central
PERHUKUMAN PUASA
• Seorang Muslim wajib berpuasa atas dasar iman dan ihtisab agar mendapat pahala. Bukan atas dasar riya (ingin dilihat), sum'ah (ingin didengar), meniru orang lain atau mengikuti penduduk negerinya. Seorang Muslim mau berpuasa karena Allah memerintahnya dan mengharap pahala dariNya. Begitu pula dalam setiap melaksanakan ibadah lain.
• Wajib puasa dengan satu di antara dua hal di bawah ini:
1. Hilal (awal bulan) telah dilihat oleh seorang Muslim laki-laki atau perempuan, ·ad/, (baligh, berakal, bersih dari kefasikan) dan kuat penglihatannya, atau;
2. Menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban 30 hari.
Hukum Melihat Hilal Ramadhan
• Seandainya hilal Ramadhan belum dilihat padahal malam ke-30 Sya'ban cerah, maka pada siang ke-30 Sya'ban tidak boleh berpuasa. Begitu pula apabila hilal tidak dilihat karena langit mendung dan berdebu.
Apabila orang-orang baru berpuasa 28 hari, lalu hilal Syawwal telah dilihat mereka wajib berbuka, dan wajib mengqadha satu hari setelah hari raya. Seandainya mereka telah berpuasa selama 30 hari sedangkan hilal Syawwal belum dilihat, mereka tidak boleh berbuka hingga hilal dilihat.
Abu hurairah berkata: Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "(Mulailah) puasa karena kalian melihat hilal, dan berbukalah (berlebaran) karena melihat hi/al juga. Jika langit tertutup awan sempurnakanlah bi/angan bu/an Sya 'ban 30 hari." *Bukhari, no. 1919, Muslim, no.1081, lafal Hadits dari Bukhari. *
• Seandainya suatu negeri melihat hilal, semua penduduk negeri itu wajib berpuasa. Atas dasar mathali' hilal (tempat terbit bulan) berbeda, maka setiap negeri atau daerah memiliki hukum yang berbeda dari negeri lainnya dalam memulai dan mengakhiri puasa. Sungguh amat baik apabila seluruh umat Muslim di penjuru dunia berpedoman dengan satu sumber ru'yah (melihat hilal), sebagai wujud dari bentuk kesatuan, persaudaraan dan kebersamaan. Sambil menunggu hal di atas terwujud; seorang Muslim harus memulai dan mengakhiri puasa berdasarkan puasa negeri tempat tinggalnya. Tidak sepatutnya penduduk sebuah negeri berbeda satu dengan yang lainnya; sebagian penduduk berpuasa mengikuti puasa negeri setempat, sebagian lain berpuasa berdasarkan penduduk negeri lain. Hal tersebut sebagai usaha untuk mengikis habis hal- hal yang menyebabkan perpecahan yang Allah telah larang.
• Orang yang melihat hilal Ramadhan dan hilal Syawwal sendirian, dan persaksiannya ditolak ia wajib memulai dan mengakhiri puasa bersama orang banyak. Apabila hilal di lihat pada siang hari, hilal tersebut adalah hilal malam yang akan datang. Seandainya hilal tadi hilang sebelum matahari terbenam, berarti hilal itu merupakan hilal malam yang telah lalu.
• Disunnahkan bagi yang melihat hilal bulan Ramadhan atau bulan lainnya membaca: Ya Allah, tampakkan hi/al kepada kami dengan membawa berkah, iman, keselamatan dan Islam. Rabbku dan Rabbmu Allah. *Hadits Shahih. Ahmad, no. 1397, Turmudzi, no.3451 dan 3745, Silsilah Shahlhah no. 1817.*
• Pemimpin umat Islam wajib mengumumkan awal dan akhir Ramadhan apabila telah terbukti secara syariat dengan segala media yang disyariatkan dan mubah.
• Seandainya seorang Muslim berpuasa, lalu berpergian ke suatu negara lain, hukum berpuasa dan berlebaran baginya berdasarkan negara tersebut. Berhari raya bersama mereka apabila mereka telah berlebaran. Tetapi apabila ia berlebaran kurang dari 29 hari, ia wajib mengqadha satu hari setelah hari raya. Kalaupun seandainya ia berpuasa telah lebih dari 30 hari, ia tidak boleh berlebaran kecuali bersama mereka. Niat Puasa Wajib berniat puasa Ramadhan di malam hari sebelum waktu Shubuh tiba.
Niat puasa
sunnah di siang hari sah, apabila sebelumnya ia tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.
• Sah puasa wajib dengan niat di siang hari seandainya pada malam hari belum diketahui kewajiban puasa. Begitu pula seandainya bukti terlihatnya hilal baru datang pada siang hari, wajib berpuasa pada bagian hari yang tersisa, dan tidak wajib mengqadha walaupun telah makan sebelumnya.
• Orang yang baru berkewajiban puasa di siang Ramadhan seperti orang gila sembuh, orang pingsan sadar, anak sampai usia baligh dan orang kafir masuk Islam, niat puasa di siang hari bagi mereka sah walaupun sebelumnya mereka telah makan atau minum, dan mereka tidak wajib mengqadha.
• Setiap Muslim dalam melaksanakan shalat dan berpuasa berdasarkan tempat ia berada saat itu. Maka orang yang berpuasa memulai puasa atau berbuka berdasarkan tempat ia berada, baik ia berada di permukaan bumi, di atas kapal terbang atau di atas kapal laut.
Cara Berpuasa Orang Sakit dan Tua Renta
• Orang yang tidak berpuasa disebabkan lanjut usia atau sakit yang tidak ada harapan sembuh baik mukim atau musafir hanya berkewajiban memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari. Hal tersebut bisa menjadi pengganti baginya dari kewajiban puasa. la dapat menyediakan makanan siap saji sesuai bilangan hari, lalu mengundang orang miskin secara bersama. la juga dapat memilih cara dalam memberi makan; memberi makan pada setiap hari untuk hari yang bersangkutan atau mengakhirkan memberi makan hingga hari akhir puasa. Kadar makanan untuk satu hari 1/2 sha makanan 1/2 dari kadar zakat fitrah), dan diberikan kepada orang miskin.
• Orang pikun tidak wajib puasa Ramadhan atau membayar kaffarat (memberi makan). Sebab hukum Islam telah tidak diberlakukan atas mereka.
• Wanita haid dan nifas haram berpuasa, dan wajib mengqadha. Apabila keduanya suci di siang hari, atau musafir yang tidak berpuasa kembali pada siang hari mereka tidak wajib berpuasa pada sisa hari tersebut, mereka hanya wajib mengqadha.
• Wanita hamil dan menyusui apabila khawatir terhadap diri atau anak mereka dibolehkan tidak berpuasa dan wajib mengqada.
Hukum Puasa Dalam Perjalanan
• Secara umum tidak berpuasa lebih baik bagi musafir. Orang yang berpergian pada bulan Ramadhan apabila berbuka atau berpuasa sama baginya; berpuasa lebih baik, dan berbuka lebih baik baginya seandainya puasa menyusahkannya. Namun seandainya berpuasa akan mengakibatkan kesusahan yang lebih, maka berbuka wajib baginya dan mengqadha.
'Anas bin Malik berkata, "Kami berpergian bersama Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Orang yang berpuasa tidak meremehkan orang yang tidak berpuasa, dan orang yang tidak berpuasa juga tidak menyepelekan mereka yang berpuasa. *Bukhari, no. 1947, Muslim, no.1118. *
• Bagi yang telah niat berpuasa, lalu pingsan sepanjang hari atau sebagiannya, puasa hari tersebut sah -insya Allah.
• Orang yang kehilangan kesadaran di bulan Ramadhan atau lainnya disebabkan pingsan, sakit, atau gila, lalu sadar tidak wajib mengqadha puasa dan shalat. Sebab saat itu mereka tidak diberlakukan taklif (beban syariat). Sedangkan orang yang kehilangan kesadaran akibat perbuatan sendiri wajib mengqadha.
• Orang yang niat berpuasa lalu makan sahur, kemudian tertidur dan belum terbangun kecuali setelah matahari terbenam, puasanya sah dan tidak mengqadha.
• Puasa orang yang makan, minum, atau berhubungan suami-istri atas alasan lupa sah dan tidak mengqadha.
• Orang yang bermimpi (bersetubuh) hingga mengeluarkan mani saat puasa hukum puasanya sah dan wajib mandi serta tidak berdosa.
• Haram berpuasa bagi orang yang sakit apabila sakit tersebut dapat membahayakan dirinya. la wajib tidak berpuasa dan wajib mengqadha.
• Lebih baik seandainya seorang Muslim selalu dalam keadaan suci. Dibolehkan bagi orang yang berpuasa mengakhirkan mandi junub, mandi setelah suci dari haid atau nifas sampai tiba waktu Shubuh. Hukum puasa mereka sah.
• Menurut sunnah orang yang akan berpergian di bulan Ramadhan berbuka sebelum berada di kendaraan. Orang yang berbuka karena menyelamatkan orang yang tenggelam, memadamkan kebakaran atau lainnya hanya berkewajiban mengqadha.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar