PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (57)
- Muhammad Basyaib
- 16 Apr 2021
- 4 menit membaca
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
D. Do’a Buka Puasa
Apabila Nabi berbuka puasa, beliau berdo’a: “Dengan nama Allah. Wahai Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka. Maka terimalah puasaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
LEMAH SEKALI. Diriwayatkan ath-Thabarani dalam Mu’jamul Kabir No. 12720, ad-Daraquthni dalam Sunan-nya 240, dan Ibnu Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah No. 474 dari jalan Abdul Malik bin Harun bin Antharah dari bapaknya dari kakeknya dari Ibnu Abbas secara marfu’ (sampai kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam).
Hadits ini lemah sekali, sebab Abdul Malik seorang rawi yang lemah sekali. Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata tentang hadits ini: “Tidak shahih.” Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Sanadnya lemah.” Al-Haitsami Rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini terdapat Abdul Malik, dia seorang rawi yang lemah.” *Irwa'ul Ghalil No. 919*
Adapun do’a berbuka puasa yang shahih dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam sebagai berikut: “Telah hilang rasa dahaga dan telah basah tenggorokan dan telah tetap pahalanya, Insya Allah.” *Hasan. Diriwayatkan Abu Dawud No. 2357, Baihaqi 4/239, al-Hakim 1/422, dan ad-Daraquthni No. 240 dan berkata: “Sanadnya hasan.” Dan disetujui alHafizh Ibnu Hajar dalam Talkhis Habir 2/802 dan al-Albani dalam Irwa'ul Ghalil No. 920. *
E. Berbuka Tanpa Udzur
“Barang siapa tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa ada udzur atau sakit, maka dia tak dapat ditebus dengan puasa setahun sekalipun dia berpuasa.”
LEMAH. Diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahih-nya 4/160 (alFath) secara mu’allaq, tanpa sanad. Dan diriwayatkan secara bersambung sanadnya oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya No. 1987, Tirmidzi No. 723, Abu Dawud No. 2397, Ibnu Majah No. 1672, dari jalan Abu Muthawwis dari bapaknya dari Abu Hurairah.
Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Dan diperselisihkan pada diri Habib bin Abu Tsabit perselisihan yang banyak sekali. Kesimpulannya, hadits ini mempunyai tiga kecacatan: idhtirab (kegoncangan), tidak diketahuinya keadaan Abu Muthawwis tersebut, dan diragukan apakah bapaknya mendengar dari Abu Hurairah.” *Fathul Bari 4/161*
Setelah membawakan riwayat ini, Ibnu Khuzaimah berkata: “Kalau memang hadits ini shahih, maka aku tidak mengetahui keadaan Abu Muthawwis maupun bapaknya.” Abu Isa at-Tirmidzi berkata: “Aku mendengar Muhammad bin Isma’il (Bukhari) berkata: ‘Abu Muthawwis namanya Yazid bin Muthawwis, saya tidak mengetahui haditsnya selain hadits ini.’” *Tuhfatul Ahwadzi 3/341 *
F. Tidurnya Orang Puasa Adalah Ibadah
“Diamnya orang yang puasa adalah tasbih, tidurnya adalah ibadah, do’anya mustajab, dan amalnya dilipatgandakan.”
LEMAH SEKALI. Diriwayatkan ad-Dailami 2/253 dari Rabi’ bin Badr dari Auf al-A’rabi dari Abul Mughirah al-Qawwas dari Abdullah bin Umar secara marfu’. Sanad ini lemah sekali, sebab Rabi’ bin Badr adalah seorang rawi yang ditinggalkan haditsnya. *Silsilah Ahadits Dha’ifah No. 3784, 4696*
Di antara dampak negatif hadits ini adalah menjadikan sebagian orang malas dan banyak tidur di bulan puasa dengan alasan hadits ini. *Ahadits Muntasyirah Lam Tatsbutu hlm. 366 Ahmad bin Abdullah as-Sulami*
Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang ketika bulan puasa dia tidur sepanjang hari, bagaimana hukumnya? Dan bagaimana juga kalau dia bangun untuk melakukan kewajiban lalu tidur lagi?! Beliau menjawab: “Pertanyaan ini mengandung dua permasalahan:
Pertama. Seorang yang tidur seharian dan tidak bangun sama sekali, tidak diragukan bahwa dia telah bermaksiat kepada Allah dengan meninggalkan shalat. Maka hendaknya dia bertaubat kepada Allah dan menjalankan shalat tepat pada waktunya.
Kedua. Seorang yang tidur tetapi bangun untuk mengerjakan shalat secara berjama’ah kemudian tidur lagi, dan seterusnya. Hukumnya orang ini tidak berdosa (dan tidak batal puasanya, Pent), hanya saja luput darinya kebaikan yang banyak sebab orang yang berpuasa hendaknya menyibukkan dirinya dengan shalat, dzikir, do’a, membaca al-Qur'an, dan sebagainya sehingga bisa mengumpulkan beraneka macam ibadah pada dirinya. Maka nasihatku kepada orang ini agar tidak menghabiskan waktu puasanya dengan banyak tidur, tetapi hendaknya bersemangat dalam ibadah.” *Majmu’ Fatawa wa Rasa'il 19/170–171 Ibnu Utsaimin (secara ringkas)*
Namun, jangan dipahami dari penjelasan di atas bahwa orang yang sedang berpuasa tidak boleh tidur. Itu pemahaman yang keliru. Bahkan kalau seseorang tidur sekadarnya dan meniatkan tidurnya itu untuk istirahat, mengembalikan stamina tubuh, menyegarkan semangat beribadah, dan agar tidak mengantuk dalam shalat malam (tarawih) maka dia telah melakukan ibadah dan diberi pahala atas niatnya, sebagaimana ucapan salah seorang sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam: “Adapun saya, maka saya tidur dan bangun. Dan saya berharap dalam tidur saya (karena niat tidurnya adalah untuk semangat ibadah berikutnya) apa yang saya harapkan dalam bangun (shalat) saya.” *HR. Bukhari No. 4086, Muslim No. 1733*
G. Ramadhan Bergantung Pada Zakat Fithri
“Bulan Ramadhan tergantung antara langit dan bumi, dan dia tidak diangkat kepada Allah kecuali dengan zakat fithri.”
LEMAH. Dikeluarkan oleh Ibnu Syahin dalam at-Targhib dan adhDhiya' dari Jarir. Hadits ini dha’if (lemah). Ibnul Jauzi membawakannya dalam al-Wahiyat seraya mengatakan: “Tidak shahih, di dalamnya terdapat Muhammad bin Ubaid al-Bashri, dia seorang yang majhul (tak dikenal).”
Makna hadits ini pun tidak benar, sebab ia menunjukkan bahwa diterima tidaknya puasa Ramadhan seorang itu tergantung pada zakat fithr, dan barang siapa yang tidak mengeluarkannya maka puasanya tidak diterima. Saya tidak mengetahui seorang pun dari ahli ilmu yang berpendapat seperti ini. *Silsilah Ahadits Dha’ifah No. 43*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments