PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (50)
- Muhammad Basyaib
- 15 Apr 2021
- 3 menit membaca
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
BAB KEDUA PULUH SATU ◾ Pelajaran-Pelajaran dari Bulan Ramadhan
Sejenak, marilah kita intropeksi, sudah berapa kali kita mendapati Ramadhan. Apakah setelah sekian kali tersebut kita telah meraih pelajaran-pelajaran berharga dari bulan Ramadhan?! Sudahkah Ramadhan membuahkan perubahan dalam pribadi kita ataukah hanya sekadar rutinitas belaka yang datang dan berlalu begitu saja?!
Pada bahasan ini akan kami paparkan beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari bulan Ramadhan. Semoga dapat kita pahami dan dapat kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Amin.
Bulan Ramadhan merupakan sekolah keimanan dan bengkel akhlak yang sangat manjur bagi orang yang mengetahuinya. Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil darinya, di antaranya:
A. Ikhlas
Ikhlas merupakan fondasi pertama diterimanya suatu amalan ibadah seorang hamba. Dalam ibadah puasa secara khusus Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: “Barang siapa yang puasa di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” *HR. Bukhari 4/250 dan Muslim No. 759*
Demikian pula untuk setiap amalan ibadah kita, marilah kita ikhlaskan murni hanya untuk Allah semata sehingga kita tidak mengharapkan selain Allah. Ingatlah bahwa sebesar apa pun ibadah yang kita lakukan tetapi bila tidak ikhlas mengharapkan wajah Allah maka sia-sia belaka tiada berguna.
Dalam sebuah hadits dikisahkan bahwa tiga golongan yang pertama kali dicampakkan oleh Allah adalah mujahid, pemberi shadaqah, dan pembaca al-Qur'an. *HR. Muslim No. 1905 * Perhatikanlah bukanlah jihad merupakan amalan yang utama?! Bukankah shadaqah dan membaca alQur'an merupakan amalan yang sangat mulia? Namun, kenapa mereka malah dicampakkan ke neraka?! Karena mereka kehilangan keikhlasan dalam beramal.
B. Mutaba’ah
Mengikuti sunnah merupakan fondasi kedua untuk diterimanya suatu ibadah. Betapa pun ikhlasnya kita dalam beribadah kalau tidak sesuai dengan sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam maka tertolak dan tidak diterima (di sisi Allah). Oleh karena itu, dalam berpuasa kita meniru bagaimana puasanya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, seperti mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur.” *HR. Bukhari No. 1957 dan Muslim No. 1908*
Demikian pulalah dalam setiap ibadah lainnya. Marilah kita berusaha untuk meniru agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam sehingga amal kita tidak sia-sia belaka.
Benarlah sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bahwa setiap kebaikan dan kejayaan hanyalah dengan mengikuti sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam walaupun terkadang akal belum menerima sepenuhnya. Dalam Perang Uhud, kenapa kaum muslimin mengalami kekalahan? Karena mereka tidak taat kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Karena itu, apabila kita menginginkan kejayaan maka hendaknya kita menghidupkan dan mengagungkan sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, bukan malah merendahkan dan melecehkannya!!
C. Takwa dan Muraqabah
Meraih derajat takwa merupakan tujuan pokok ibadah puasa. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah [2]: 183)
Takwa artinya takut kepada Allah dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya sesuai dengan sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, marilah kita mengoreksi diri dan bertanya kepada hati kita masing-masing, sudahkah kita meraih tujuan puasa ini?! Sudahkah kita memetik buah ketakwaan ini?! Ataukah kita puasa hanya sekadar rutinitas saja?!
Seorang yang berpuasa tidak akan berbuka sekalipun manusia tidak ada yang mengetahuinya karena merasa takut dan merasa gerakgeriknya diawasi oleh Allah. Demikianlah hendaknya kita, senantiasa merasa takut dan merasa diawasi oleh Allah di mana pun dan kapan pun berada, terlebih ketika kita hanya seorang diri. Hal itu memang tidak mudah dilakukan, apalagi pada zaman kita ini dimana alat-alat kemaksiatan begitu mudah dikomsumsi, maka ingatlah bahwa itu adalah ujian agar Allah mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang takut kepada-Nya.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments