PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (45)
- Muhammad Basyaib
- 15 Apr 2021
- 3 menit membaca
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
E. Hukum Obat Pencegah Haid
Keutamaan bulan Ramadhan menjadikan setiap orang ingin berlomba-lomba dalam kebaikan. Mereka ingin meraih ganjaran puasa yang besar pada bulan ini. Tidak terkecuali kaum wanita. Namun, bagi kaum wanita ada penghalang yang membuat mereka tidak bisa berpuasa sebulan penuh karena datangnya darah haid. Nah, bolehkah kaum wanita meminum obat pencegah haid karena ingin berpuasa Ramadhan sebulan penuh? Jawaban. Ketahuilah, meminum obat pencegah haid pada asalnya dibolehkan apabila terpenuhi tiga syarat:
Pertama: Tidak membahayakan dan tidak menimbulkan efek samping apabila meminumnya. Karena segala sesuatu yang membahayakan terlarang dalam agama ini. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh menimpakan bahaya kepada orang lain.” *Shahih. Diriwayatkan oleh ad-Daraquthni No. 522, al-Hakim 2/57–58), al-Baihaqi 6/69; dishahihkan al-Hakim dan ia mengatakan: “Sesuai dengan syarat Muslim,” serta disepakati adz-Dzahabi. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Irwa' No. 896.*
Kedua: Atas persetujuan dan ketetapan dokter yang ahli dan amanat. Ketiga: Mendapat izin dari suami. Allahu A’lam. Inilah yang difatwakan oleh para ulama kita. Ma’mar berkata: “Saya mendengar Ibnu Abi Najih ditanya akan hal itu lalu beliau membolehkannya. Imam Ahmad juga berkata: ‘Boleh wanita minum obat pencegah haid kalau itu obat yang diakui.’” *Jami’ Ahkamin Nisa' 1/198–200 Musthafa al-Adawi. Lihat pula Majmu’ Fatawa Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh 4/176–177, Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz 15/201, Fatawa Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin fi Zakat wa Shiyam hlm. 640–641, Fatawa Lajnah Da'imah No. 4543, Fatawa alMar'ah al-Muslimah hlm. 345–347 isyraf: Abu Muhammad Asyraf Abdul Maqshud, Tanbihat ’ala Ahkamin Takhthasu bil Mukminat hlm. 35 Shalih al-Fauzan, al-Ahkam Syar'iyyah lid Dima' Thabi’iyyah hlm. 52–53 Ahmad ath-Thayyar, Masa'il Mu’ashirah Mimma Ta'ummu bil Balwa hlm. 456–458 Nayif bin Jam’an al-Juraidan.*
F. Puasa di Atas Pesawat
Orang yang sedang berpuasa dan dia berada di atas pesawat, tidak lepas dari beberapa kondisi:
1. Waktu fajar dan berbuka puasa
Apabila orang yang sedang puasa pergi jauh dengan naik pesawat, maka dia tidak boleh makan dan minum ketika telah melihat fajar dari luar pesawat. Demikian pula ketika berbuka puasa, hendaklah berbuka ketika telah melihat matahari tenggelam dari pesawat. Dalam hal ini tidak boleh berpatokan dengan waktu negara yang dia sedang berada di atasnya. Berdasarkan keumuman dalil-dalil yang menjelaskan untuk menahan makan dan minum ketika telah melihat fajar dan tidak berbuka kecuali setelah melihat matahari tenggelam. *Fatawa Lajnah Da'imah 10/136–137, Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 15/438, 19/332*
Akan tetapi, apabila dalam cuaca mendung tidak mungkin melihat terbitnya fajar atau tenggelamnya matahari maka hendaklah dia menggunakan persangkaan kuatnya, karena inilah yang mungkin dia lakukan. *Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 15/438, 19/332*
2. Sudah berbuka puasa kemudian melihat matahari dari atas pesawat
Barang siapa yang sudah berbuka puasa di negerinya kemudian ketika naik pesawat melihat matahari, maka boleh baginya meneruskan makan dan minum. Karena dia telah berbuka puasa dengan kewajiban dalil syar'i. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Apabila malam telah datang dari sini, siang hari telah pergi dari sini dan matahari telah tenggelam, sungguh orang yang puasa telah berbuka.” *HR. Bukhari No. 1954, Muslim No. 1100 *
Orang yang semacam ini tidak harus menahan makan dan minum kecuali dengan dasar dalil syar'i, dan dalam hal ini tidak ada. *Fatawa Lajnah Da'imah 10/137, Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 15/437, 19/331–333, Ahkamu Thairah fil Fiqh Islami hlm. 150 Hasan al-Buraiki.*
Adapun bila pesawatnya telah terbang sebelum masuk waktu berbuka puasa, kemudian siang harinya panjang, maka dia tetap wajib menahan dari makan dan minum sampai matahari tenggelam, sekalipun siang harinya panjang beberapa jam berdasarkan hadits yang telah lalu. *Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 15/438–439, 19/322–324*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments