PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (44)
- Muhammad Basyaib
- 14 Apr 2021
- 3 menit membaca
Diperbarui: 15 Apr 2021
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
C. Cara Berpuasa di Negara yang Tidak Terbit Matahari
Sebagaimana kita ketahui bahwa puasa seorang muslim dimulai sejak terbitnya fajar shadiq hingga tenggelamnya matahari. Nah, bagaimanakah cara berpuasa bagi para penduduk muslim yang tinggal di sebuah negara yang tidak terbit matahari, atau mengalami siang enam bulan kemudian malam enam bulan juga?
1. Klasifikasi
Negara-negara di belahan dunia ini menurut lokasi garis katulistiwa terbagi menjadi tiga bagian:
• Pertama: Negara-negara yang terletak pada dua garis katulistiwa 45 dan 48 derajat utara dan selatan. Negara-negara ini bisa membedakan seluruh tanda-tanda alam untuk penetapan waktu dalam dua puluh empat jam, baik waktunya panjang atau pendek.
• Kedua: Negara-negara yang terletak pada dua garis katulistiwa 48 dan 66 derajat utara dan selatan. Negara-negara ini tidak bisa membedakan sebagian tanda-tanda alam dalam penentuan waktu pada beberapa hari dalam setahun. Seperti tidak bisa melihat hilangnya mega merah yang menandai masuknya waktu shalat Isya' dan berakhirnya waktu shalat maghrib hingga tersamarkan dan tercampur dengan waktu shubuh.
• Ketiga: Negara-negara yang terletak di atas garis katulistiwa 66 derajat utara dan selatan hingga ke daerah kutub. Negara-negara ini tidak bisa melihat tanda-tanda alam untuk penetapan waktu dalam kurun waktu yang lama dalam setahun siang atau malamnya. *An-Nawazil al-Fiqhiyyah Min Kitab ash-Shiyam hlm. 7–8 Khalid bin Abdullah al-Mushlih*
2. Cara berpuasa
Lantas, bagaimana cara berpuasa bagi tiga kelompok negara di atas? Lembaga Kibar Ulama Di Saudi Arabia pernah ditanya permasalahan ini, yang kesimpulan jawabannya adalah sebagai berikut:
• Pertama: Barang siapa yang tinggal di negara yang bisa terbedakan antara siang dan malamnya dengan terbit fajar dan tenggelamnya matahari, hanya saja waktu siang terkadang sangat panjang jika musim panas dan pendek pada musim dingin, maka wajib bagi seluruh mukallaf untuk menahan diri setiap harinya dari makan, minum dan pembatal-pembatal puasa mulai terbit fajar hingga tenggelam matahari, selama waktu siang bisa terbedakan dengan waktu malam. Boleh bagi mereka untuk makan, minum, dan jima’ pada waktu malam saja sekalipun waktunya pendek. Karena syari’at Islam berlaku umum bagi semua manusia di di seluruh negeri. Allah berfirman: Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. (QS. al-Baqarah [2]: 187)
Dan barang siapa yang lemah untuk menyempurnakan puasa hingga tenggelam matahari karena waktu siang yang sangat panjang, boleh baginya berbuka puasa dan hendaklah diganti pada hari yang lain di bulan apa saja yang mungkin baginya membayar utang puasanya. Allah berfirman: Barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (QS. al-Baqarah [2]: 185)
• Kedua: Barang siapa yang tinggal di sebuah negeri yang matahari itu tidak tenggelam ketika musim panas dan tidak terbit ketika musim dingin, atau tinggal di sebuah negeri yang siang harinya berjalan enam bulan dan malam harinya enam bulan, maka wajib bagi mereka untuk puasa Ramadhan dengan memperkirakan waktunya, mulai dari permulaan Ramadhan dan selesainya, waktu terbit fajar dan tenggelam matahari dengan cara melihat Negara yang terdekat dengan mereka yang mana pada negara itu bisa terbedakan antara siang dan malamnya hingga waktu siang dan malam tepat dua puluh empat jam. *Abhats Hai'ah Kibar Ulama 4/435–464. Lihat pula Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz 15/293–300, Risalah fi Mawaqit Shalat hlm. 12–14 Ibnu Utsaimin, Mausu’ah al- Qadhaya Fiqhiyyah al-Mu’ashirah hlm. 553–555 Ali as-Salus, Mawaqit Ibadat az- Zamaniyyah wal Makaniyyah hlm. 631–633 Nizar Mahmud, Fiqhu Nawazil 2/152–155 al- Jizani*
D. Berpuasa 28 Hari Lalu Melihat Hilal Syawal
Gambaran permasalahannya adalah sebagai berikut. Seseorang melihat hilal Ramadhan di negaranya dan berpuasa mengikuti waktu setempat. Kemudian dia bepergian ke negara lain dan sudah berpuasa 28 hari ketika sampai di negara tujuannya tersebut. Ternyata, penduduk setempat sudah melihat hilal Syawal, padahal dirinya baru berpuasa 28 hari! Apakah dia boleh ikut hari raya bersama penduduk setempat ataukah tetap melanjutkan puasa karena mengingat puasa Ramadhan tidak kurang dari 29 hari?
Jawaban. Yang menjadi patokan memulai puasa Ramadhan adalah mengikuti ru'yah hilal di negara tempat dia berada. Begitu pula ketika berhari raya, hendaklah dia mengikuti ru'yah hilal di negara yang sedang dia kunjungi. Dengan demikian, dia wajib berbuka, berhari raya, dan shalat ’id bersama penduduk setempat yang melihat hilal Syawal. Dan dia wajib mengqadha kekurangan puasanya, hingga dia benar-benar berpuasa 29 hari, karena bulan Islam (Hijriah) itu kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari. *Fatawa Lajnah Da'imah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta' 10/28, Fatawa Ulama al-Balad al-Haram hlm. 890 Khalid bin Abdurrahman al-Juraisi*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments