PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (43)
- Muhammad Basyaib
- 14 Apr 2021
- 3 menit membaca
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
3. Dalil Ijma’
Ijma’ tentang tidak bolehnya penggunaan hisab dalam penentuan ini telah dinukil oleh sejumlah ulama seperti al-Jashash dalam Ahkamul Qur'an 1/280, al-Baji dalam al-Muntaqa Syarh Muwatha' 2/38, Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid 1/283–284, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa 25/132–207, as-Subuki dalam alIlmu al-Mantsur hlm. 6, Ibnu Abidin dalam Hasyiyah-nya 2/387, dan lain-lain. *Lihat pula Awa'il Syuhur al-Arabiyyah hlm. 4 Ahmad Syakir, Fiqhu Nawazil 2/200 Bakr Abu Zaid, Ahkamul Ahillah hlm. 111–112 Ahmad al-Furaih.*
4. Dalil Akal
Penentuan puasa dengan ru'yah sesuai dengan pokok-pokok syari’at Islam yang dibangun di atas kemudahan di mana ru'yah bisa dilakukan oleh semua manusia dan cara ini juga akan membawa kepada persatuan dan kebersamaan, berbeda dengan ilmu hisab yang masing-masing akan mempertahankan pendapat dan penelitiannya sendiri-sendiri. *Lihat Majmu’ Fatawa wa Maqalat Syaikh Abdul Aziz bin Baz 15/112–113.*
Sebagian orang yang menyangka bahwa alat-alat modern untuk ilmu hisab sekarang bisa dikatakan pasti dan yakin. Namun, pada kenyataan di lapangan, ternyata itu hanyalah prasangka belaka saja. *Sebagian ahli falak juga mengakui bahwa mustahil membuat kalender yang paten untuk tahun qamariyyah karena bulan silih berganti antara tahun ke tahun berikutnya. (Lihat ta’liq Ibrahim al-Hazimi terhadap risalah Ru'yatul Hilal wal Hisab al-Falaki hlm. 43–44 Ibnu Taimiyyah)* Berikut ini beberapa buktinya:
• Banyak fakta di lapangan yang membuktikan terjadinya beberapa kesalahan dalam perhitungan ilmu hisab, di mana seringkali diberitakan di media bahwa ahli hisab mengatakan tidak mungkin terlihat bulan, tetapi ternyata bulan dapat dilihat dengan jelas oleh beberapa saksi yang terpercaya. *Syaikh Bakr Abu Zaid dalam Fiqhu Nawazil 2/217 mencontohkan kasus hilal bulan Syawal tahun 1406 H, di mana para ahli hisab telah mengumumkan di media hasil penelitian mereka bahwa hilal Syawal tidak mungkin bisa dilihat pada malam Sabtu 30 Ramadhan, tetapi ternyata dapat dilihat oleh dua puluh saksi di berbagai penjuru Arab Saudi. Kasus-kasus serupa juga banyak kawannya sebagaimana dalam buku Ahkamul Ahillah hlm. 144–145. Di Indonesia, organisasi Muhammadiyah misalnya terpaksa mengubah penetapan tanggal 1 Syawal dari hari Minggu tanggal 27 Maret 1991. Organisasi Muhammadiyah juga merevisi keputusan tanggal 1 Syawal yang semula jatuh pada hari Sabtu menjadi hari Ahad tahun 1992. Kasus yang sama terulang lagi pada tahun 1994, sekalipun kasus terakhir ini tidak terjadi dalam lingkungan Muhammadiyah. (Majalah Qiblati Vol. 02/No. 01/10–2006 M/09–1427 H)*
• Kegoncangan ilmu hisab, di mana sebagian negara berpedoman pada ilmu hisab, namun aneh bin ajaibnya bahwa jarak selisihnya sampai 2 hingga 3 hari. Nah, apakah ada di dunia ini selisih jarak seperti ini dalam kelender hijriah?!!
• Adanya perbedaan kalender antara sesama ahli hisab sendiri dalam satu negara.
• Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa ilmu kedokteran sekarang telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan peralatanperalatan yang sangat canggih. Namun demikian, tetap saja terjadi kesalahan di sana-sini, padahal berkaitan langsung dengan panca indra manusia. Lantas, bagaimana dengan ilmu hisab yang sangat tersembunyi hasilnya?! Akankah kita meninggalkan sesuatu yang yakin dan mengambil yang ragu- ragu?!
• Ilmu hisab dibangun di atas alat-alat modern yang seperti halnya alat-alat lainnya terkadang terjadi kesalahan, baik penggunanya merasakan atau tidak. *Lihat Fiqhu Nawazil 2/216–218 Bakr Abu Zaid dan Ahkamul Ahillah hlm. 144–145 Ahmad al-Furaih.*
Faedah. Bila ada yang berkata: Mengapa hisab dalam shalat boleh sedangkan dalam puasa tidak boleh? Al-Qarrafi menerangkan bahwa Allah membedakan antara shalat dan puasa, karena Allah menjadikan tergelincirnya matahari merupakan sebab wajibnya shalat zhuhur, demikian juga waktu-waktu shalat lainnya. Barang siapa yang mengetahui sebab tersebut dengan cara apa pun, maka dia terkait dengan hukumnya. Oleh karena itu, hisab yang yakin bisa dijadikan pegangan dalam waktu shalat. Adapun dalam puasa, Islam tidak menggantungkannya dengan hisab, tetapi dengan salah satu di antara dua perkara: (1) melihat hilal, dan (2) menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari apabila tidak terlihat hilal. Wallahu A’lam. *Al-Furuq 2/323–324*
Sebagai kata penutup, cukuplah sebagai bukti autentik tidak bolehnya penggunaan hisab dalam hal ini bahwa kesalahan dalam ilmu hisab tidak dimaafkan, berbeda halnya dengan kesalahan dalam ru'yah, hal itu dimaafkan, bahkan kalaupun mereka salah mereka mendapatkan pahala karena mereka mengikuti perintah syari’at yaitu menggunakan ru'yah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh as-Suyuthi Rahimahullah: “Ketahuilah bahwa termasuk kaidah fiqih adalah bahwa lupa dan bodoh menggugurkan dosa … Adapun apabila kesalahan dikarenakan ilmu hisab maka hal itu tidak dianggap karena mereka meremehkan.” *Al-Asybah wa Nazha'ir hlm. 1989–1990*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar