PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (41)
- Muhammad Basyaib
- 14 Apr 2021
- 3 menit membaca
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
BAB KEDELAPAN BELAS ◾ Masalah-Masalah Kontemporer Seputar Puasa
Perkembangan zaman, dengan segala realitas kehidupan yang ada di dalamnya, telah memunculkan berbagai persoalan baru yang memerlukan respons keagamaan yang tepat dan argumentatif. Banyak masalah baru yang tidak ada pada zaman dahulu, tidak ada pula dalam kitab-kitab klasik. Butuh kedalaman ilmu dan fatwa ulama masa kini untuk membahas persoalan baru tersebut yang relevan dengan konteks kenyataan zaman sekarang. *Indahnya Fiqih Praktis Makanan hlm. 86 Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi dan Abu Abdillah Syahrul Fatwa*
Berikut ini beberapa contoh masalah-masalah baru seputar puasa yang kami sarikan dari fatwa-fatwa ulama.
A. Puasa dan Berhari Raya Bersama Pemerintah
Pendapat yang kuat menurut keyakinan kami adalah pendapat yang menyatakan bahwa apabila telah tetap ru'yah di suatu negeri maka hukumnya berlaku bagi negeri tersebut dan negeri yang semisalnya dalam mathla’ hilal, sebab—menurut kesepakatan ahli ilmu falak— mathla’ hilal itu berbeda-beda. Pendapat ini sangat kuat dan didukung oleh nash dan qiyas.
Adapun nash, maka berdasarkan hadits Kuraib Rahimahullah bahwasanya Ummul Fadhl binti Harits Radiallahu 'anha pernah mengutusnya pergi menemui Muawiyah Radiallahu 'anhu di Syam, lalu beliau pulang dari Syam ke Madinah di akhir bulan. Ibnu Abbas Radiallahu 'anhu bertanya kepadanya tentang hilal, Kuraib menjawab: “Kami melihatnya malam Jum’at.” Ibnu Abbas berkata: “Tetapi kami melihatnya malam Sabtu, maka kami pun tetap berpuasa sampai kami menyempurnakan tiga puluh hari atau melihat hilal.” Kuraib bertanya: “Mengapa engkau tidak mencukupkan dengan ru'yah Muawiyah?” Ibnu Abbas menjawab: “Tidak, demikianlah yang Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam perintahkan kepada kami.” *HR. Muslim No. 1087*
Segi pendalilan dari hadits ini, bahwa Ibnu Abbas Radiallahu 'anhu tidak mengambil ru'yah penduduk Syam ketika di Madinah, bahkan beliau mengatakan: “Demikianlah yang Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam perintahkan kepada kami.” Hal ini menunjukkan bahwa pendapat tersebut bukanlah ijtihad Ibnu Abbas bahkan jelas hukumnya sampai kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Hadits ini merupakan hujjah bahwa negara-negara apabila berjauhan seperti jauhnya Syam dan Hijaz, maka setiap negara mengambil ru'yah masing-masing, bukan ru'yah negara lainnya.” *Lihat al-Mufhim 3/142 al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur'an 2/295 al-Qurthubi, Nailul Authar 4/230 asy-Syaukani*
Adapun dalil qiyas, karena sebagaimana kaum muslimin berbeda-beda dalam waktu harian, dalam waktu shalat mereka, waktu sahur dan berbuka mereka, maka demikian pula mereka pasti berbeda dalam waktu bulanan. Sungguh ini merupakan qiyas yang jelas sekali.
1. Argumentasi nasihat ulama
Ada beberapa argumen kuat yang mendasari nasihat para ulama tersebut, terlepas dari perbedaan pendapat dalam masalah ini.
• Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam: “Hari puasa adalah ketika kalian semua berpuasa. Hari raya Idul Fithri adalah ketika kalian semua berhari raya Idul Fithri. Dan hari raya Idul Adha, adalah ketika kalian semua berhari raya Idul Adha.” *HR. Tirmidzi No. 697, Ibnu Majah No. 1660; dishahihkan al-Albani dalam ash- Shahihah No. 224. Lihat pula al-Irwa' No. 905. *
Imam ash-Shan’ani Rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan dalil bahwa patokan hari raya adalah bersama manusia dan bahwa orang yang melihat hilal ’id sendirian maka dia harus mengikut kepada yang lain dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha.” *Subulus Salam 2/72 *
Syaikh al-Albani Rahimahullah berkata: “Inilah yang sesuai dengan syari’at yang mulia ini, yang bertujuan untuk menyatukan barisan kaum muslimin dan menjauhkan mereka dari perpecahan. Syari’at tidak menganggap pendapat pribadi—sekalipun dalam pandangannya benar—dalam ibadah jama’iyyah seperti puasa, hari raya, dan shalat jama’ah.” *Ash-Shahihah 1/444*
• Hal ini sesuai dengan kaidah: Keputusan hakim menyelesaikan perselisihan.
Oleh karenanya, para fuqaha bersepakat bahwa hukum/keputusan pemerintah dalam masalah ini menyelesaikan perselisihan dan perbedaan pendapat. *Lihat al-Istidzkar 10/29 Ibnu Abdil Barr dan ar-Rasa'il 1/253 Ibnu Abidin.*
• Hal ini akan membawa kemaslahatan persatuan kaum muslimin. Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syaukani tatkala mengatakan: “Persatuan hati dan persatuan barisan kaum muslimin serta membendung segala celah perpecahan merupakan tujuan syari’at yang sangat agung dan pokok di antara pokok-pokok besar agama Islam. Hal ini diketahui oleh setiap orang yang mempelajari petunjuk Nabi n yang mulia dan dalil-dalil al-Qur'an dan sunnah.” *Al-Fathur Rabbani 6/2847–2848*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Comments