PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (16)
- Muhammad Basyaib
- 5 Apr 2021
- 3 menit membaca
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
B. Syarat Pembatal Puasa
Disyaratkan untuk pembatal-pembatal puasa yang telah kami sebutkan—selain haid dan nifas—tiga syarat. Apabila tiga syarat ini tidak terpenuhi maka tidak membatalkan puasa seseorang.
Imam Ibnu Muflih Rahimahullah mengatakan: “Pembatal-pembatal puasa ini dapat membatalkan puasa apabila dikerjakan dengan sengaja, dalam keadaan ingat dan atas kehendaknya sendiri.” *Al-Furu’ 5/12 Ibnu Muflih * Penjelasannya secara lebih rinci adalah sebagai berikut: *Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/384–393, ash-Shiyam fil Islam hlm. 204–206*
1. Syarat Pertama: Mengetahui hukum
Orang yang berpuasa mengetahui hukum dari pembatal-pembatal puasa ini. Barang siapa yang melanggar pembatal puasa karena tidak mengetahui hukumnya, maka puasanya tidak batal. Allah berfirman: Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Ahzab [33]: 5)
Barang siapa muntah dengan sengaja karena tidak mengetahui hukum bahwa muntah dengan sengaja dapat membatalkan puasa, maka puasanya sah tidak batal. Demikian pula apabila ada yang makan dan minum setelah fajar karena dia mengira fajar belum terbit atau makan dan minum karena mengira matahari telah terbenam, kemudian setelah itu jelas baginya bahwa fajar telah terbit dan matahari belum terbenam, maka puasanya sah tidak batal. Karena dia jahil akan waktu. Asma' binti Abi Bakar Radiallahu 'anha berkata: “Kami pernah berbuka puasa pada zaman Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pada hari yang mendung, kemudian setelah itu ternyata matahari masih terbit.” *HR. Bukhari No. 1959*
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk mengganti puasa mereka, maka orang yang jahil (tidak tahu) akan waktu puasa, puasanya sah tidak batal. *Fushulun fi ash-Shiyam hlm. 15 Ibnu Utsaimin*
2. Syarat Kedua: Dalam keadaan ingat, tidak karena lupa
Barang siapa yang makan, minum karena lupa maka puasanya tidak batal. Demikian pula pembatal-pembatal puasa yang lainnya. *Tanbih al-Afham Syarh Umdatul Ahkam hlm. 423 Ibnu Utsaimin* Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. (QS. al-Baqarah [2]: 286)
Imam Hasan al-Bashri dan Mujahid rahimahumallah mengatakan: “Jika orang yang puasa bersetubuh dengan istrinya karena lupa, maka tidak ada dosa baginya.” *HR. Bukhari No. 1933*
Akan tetapi, bila ingat atau diingatkan orang lain, wajib baginya berhenti dari pembatal puasa yang ia kerjakan. *Majalis Syahri Ramadhan hlm. 172*
3. Syarat Ketiga: Sengaja dan atas kehendak dirinya sendiri
Sebab itu, barang siapa mengerjakan pembatal puasa karena dipaksa maka puasanya sah dan tidak perlu menggantinya, karena Allah telah menggugurkan dosa orang yang terpaksa. Firman-Nya: Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar. (QS. an-Nahl [16]: 106)
Apabila seseorang tidur, kemudian disiram air hingga masuk mulutnya, maka puasanya tidak batal, karena masuknya air ke mulut bukan kehendak dirinya. *Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/387*
Imam Bukhari Rahimahullah berkata: “Atha' mengatakan: ‘Apabila seseorang menghirup air ke hidung saat berwudhu, kemudian airnya malah masuk ke mulutnya maka tidak mengapa, selama dia tidak mampu.’” Hasan al-Bashri berkata: “Apabila ada seekor lalat yang masuk tenggorokannya, maka tidak ada dosa baginya.” *Shahih Bukhari Kitab Shiyam hlm. 310*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar