top of page

PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (13)


Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

Dipublish: Moeslim Book Central



BAB KESEPULUH ◾ Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

A. Pembatal Puasa

Para ulama sepakat bahwasanya wajib bagi orang yang sedang puasa untuk menahan dirinya dari makan, minum dan jima’ (bersetubuh dengan istri). Kemudian para ulama berselisih dalam beberapa permasalahan, di antara permasalahan itu ada yang bersandar dengan dalil yang jelas dan ada pula yang tidak ada dalilnya sama sekali. *Bidayatul Mujtahid 2/566*


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah mengatakan: “Telah diketahui bersama bahwa dalil dan ijma’ menetapkan bahwa makan, minum, jima’, dan haid membatalkan puasa.” *Majmu’ Fatawa 25/244 Ibnu Taimiyyah*

Berikut ini pembatal-pembatal puasa:


1. Jima’ (bersetubuh)

Perkara ini sangat jelas, bahkan bersetubuh termasuk pembatal puasa yang paling besar dosanya. Barang siapa bersetubuh pada siang hari Ramadhan tanpa ada alasan, sungguh puasanya telah batal. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. (QS. al-Baqarah [2]: 187)


Abu Hurairah Radiallahu 'anhu berkata: “Tatkala kami sedang duduk-duduk di sekitar Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, datanglah seorang laki-laki. Lalu dia berkata: ‘Wahai Rasulullah, celakalah saya.’ Beliau bertanya: ‘Ada apa denganmu?’ Dia menjawab: ‘Saya telah bersetubuh dengan istri saya, padahal saya sedang puasa.’ Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam lantas bertanya: ‘Apakah engkau mempunyai seorang budak yang dapat engkau bebaskan?’ Dia menjawab: ‘Tidak!’ Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam kembali bertanya: ‘Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?’ Dia menjawab: ‘Tidak!’ Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi: ‘Apakah engkau mampu memberi makan kepada enam puluh orang miskin?’ Dia menjawab: ‘Tidak!’ Lalu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam diam sejenak. Tiba-tiba Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dibawakan sekeranjang kurma. Beliau bertanya: ‘Mana yang tadi bertanya?’ Dia menjawab: ‘Saya.’ Beliau berkata: ‘Ambillah sekeranjang kurma ini dan bersedekahlah dengannya!’ Laki-laki tadi malah berkata: ‘Apakah kepada orang yang lebih miskin dari saya wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada keluarga di daerah ini yang lebih miskin daripada saya!’ Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam akhirnya tertawa hingga gigi gerahamnya terlihat. Lalu beliau bersabda: ‘Berikanlah kurma ini kepada keluargamu!’”  *HR. Bukhari No. 1936, Muslim No. 1111 Faedah: Hadits ini memiliki faedah yang banyak sekali. Al-Qadhi ’Izzudddin Abdul Aziz al-Kahari (wafat 724 H) menulis kitab khusus tentangnya. AlHafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Termasuk karyanya adalah kitab al-Kalam ’ala Hadits al-Mujami’ sebanyak dua jilid, beliau menyebutkan seribu faedah dari hadits ini.” Kemudian diringkas oleh as-Subuki dalam kitabnya Nukhbatul Kalam ’ala Hadits Mujami’ fi Nahari Ramadhan. (Lihat at-Ta’rif Bima Ufrida Minal Ahadits hlm. 164 Yusuf al-’Athiq)*


Imam Ibnul Mundzir Rahimahullah berkata: “Para ulama tidak berselisih bahwa Allah mengharamkan bagi orang yang berpuasa ketika siang hari dari perkara: jima’, makan, dan minum.” *Al-Ijma’ hlm. 59 Ibnul Mundzir, Maratib al-Ijma’ hlm. 70 Ibnu Hazm*


Ketahuilah, berdasarkan dalil-dalil, orang bersetubuh dengan istrinya pada siang hari bulan Ramadhan terkena lima hukum: *Lihat Fatawa Ibnu Utsaimin fi Zakat wa Shiyam hlm. 710–714 dan ash-Shiyam fil Islam hlm. 171.*

• Puasanya batal


• Mendapat dosa


• Tetap menahan diri untuk tidak makan dan minum sampai berbuka puasa serta tidak mengulanginya.


• Wajib membayar kaffarat dengan urutan sebagai berikut:

Pertama. Membebaskan budak. Kedua. Bila tidak mendapati budak maka wajib berpuasa dua bulan berturut-turut.

Ketiga. Bila tidak mampu puasa dua bulan berturut-turut maka memberi makan enam puluh orang miskin.


Wajibnya membayar kaffarat berlaku khusus untuk puasa Ramadhan saja, apabila bersetubuh pada saat puasa qadha Ramadhan atau yang lainnya maka puasanya batal dan tidak ada kaffarat. *Syarhus Sunnah 6/284 al-Baghawi, al-Kafi 1/357 Ibnu Qudamah, ad-Durar asSaniyyah 3/388 Abdurrahman bin Hasan*


• Wajib mengqadha puasa menurut pendapat mayoritas ahli ilmu, karena orang yang bersetubuh telah merusak satu hari Ramadhan, maka wajib baginya untuk menggantinya pada hari yang lain, sebagaimana jika dia batal puasanya karena makan dan minum. *At- Tamhid 7/157 Ibnu Abdil Barr*


Sebagian ulama yang lain seperti Imam Ibnu Hazm *Al-Muhalla 6/264 Ibnu Hazm* dan lainnya berpendapat bahwa tidak ada qadha bagi yang bersetubuh pada siang hari bulan Ramadhan. Karena Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak memerintahkan laki-laki tadi untuk mengganti puasanya. Adapun riwayat yang mengatakan maka berpuasalah sebagai ganti hari yang batal adalah riwayat yang syadz (ganjil) tidak bisa dijadikan dalil. *Minhatul ’Allam 5/68 *


Pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat pertama, karena tidak kita ragukan bahwa mengganti puasa adalah lebih berhati-hati dan lebih melepaskan tanggungan. Allahu A’lam. *Ibid*


Apakah istri wajib membayar kaffarat?

Jika seorang istri memenuhi ajakan suaminya untuk bersetubuh apakah dia juga wajib membayar kaffarat sebagaimana suaminya? Ada dua pendapat dalam masalah ini:

• Pertama. Tidak wajib membayar kaffarat, karena dalam konteks hadits diatas tidak disebutkan bahwa istri wajib membayar kaffarat. Ini adalah pendapat dari kalangan Syafi’iyyah, Dawud azh-Zhahiri dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Nawawi dan Imam Ibnu Qudamah condong mengikuti pendapat ini. *Al-Umm 3/251, al-Muhalla 6/192, al-Mughni 4/375, al-Majmu’ 6/339 *


• Kedua. Wajib bagi seorang istri membayar kaffarat jika menyetujui ajakan suaminya. Adapun jika dia dipaksa tanpa keinginannya, maka tidak ada kaffarat. Ini adalah pendapatnya Imam Malik, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan Imam Syafi’i. *Bidayatul Mujtahid 2/592, al-Mughni 4/375* Pendapat inilah yang paling kuat menurut kami, yaitu apabila seorang wanita menuruti ajakan suaminya untuk bersetubuh siang hari Ramadhan maka wajib baginya untuk membayar kaffarat sebagaimana suaminya. Jika dia dipaksa maka tidak ada kaffarat. Wallahu A’lam. *Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/415*



Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Postingan Terakhir

Lihat Semua
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (8)

Jihad Melawan Perdukunan Merupakan tugas bagi setiap kita semua untuk bersama-sama berjuang membasmi segala praktek perdukunan, sihir dan...

 
 
 
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (7)

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi Dipublish: Moeslim Book Central Hukum Mendatangi Dukun Sungguh sangat disayangkan,...

 
 
 
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (6)

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi Dipublish: Moeslim Book Central 4. Keempat: Menjadi musuh dan selalu dicurigai...

 
 
 

Komentar


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page