PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (10)
- Muhammad Basyaib
- 3 Apr 2021
- 3 menit membaca
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
BAB KESEMBILAN ◾ Golongan yang Diberi Rukhshah (Keringanan)
A. Islam Agama yang Mudah
Kita semua sepakat bahwa Islam merupakan agama yang mudah dan menganjurkan kemudahan. Banyak sekali dalil-dalil yang mendasari hal ini, di antaranya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. al-Baqarah [2]: 185)
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya agama ini mudah.” *HR. Bukhari No. 39*
Masih banyak dalil-dalil lainnya lagi. Imam asy-Syathibi Rahimahullah mengatakan: “Dalil-dalil tentang kemudahan bagi umat ini telah mencapai derajat yang pasti.” *Al-Muwafaqat 1/520*
Perlu diketahui bahwa kemudahan dalam Islam terbagi menjadi dua macam:
1. Kemudahan asli
Syari’at dan hukum Islam semuanya adalah mudah. Inilah yang biasa dimaksud dalam banyak dalil. Imam Ibnu Hazm Rahimahullah berkata: “Semua perintah Allah kepada kita adalah mudah dan tidak berat. Dan tidak ada kemudahan yang lebih daripada sesuatu yang mengantarkan manusia menuju surga dan menjauhkan mereka dari neraka.” *Al- Ihkam 2/176*
2. Kemudahan karena ada sebab Syari’at semuanya pada asalnya mudah. Sekalipun demikian, bila ada sebab maka Allah menambah kemudahan lagi, seperti orang safar diberikan keringanan untuk qashar dan jama’, orang tidak bisa berwudhu diberi keringanan untuk tayammum, dan seterusnya. *Lihat secara luas masalah kemudahan agama Islam dalam Raf’ul Haraj fi Syari’ah Islamiyyah karya Syaikh Shalih al-Humaid dan Manhaj Taisir al-Mu’ashir karya Ibrahim ath-Thawil. Lihat pula tulisan Abu Ubaidah as- Sidawi “Bagaimana Memahami Kemudahan Dalam Islam” yang tercetak dalam lampiran bukunya Bangga Dengan Jenggot, Pustaka Nabawi.*
Di antara praktik kaidah ini adalah pembahasan puasa. Di dalamnya terdapat kemudahan asli karena Allah mewajibkan puasa Ramadhan hanya sebulan dalam setahun, dan kemudahan bila ada sebab seperti sakit, safar, dan lainnya. Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan Dia memberi kemudahan pula. Allah tidak membebankan kecuali sesuai dengan kemampuan para hamba-Nya. Kemudahan ini adalah keutamaan dari Allah. Firman-Nya: Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. al-Baqarah [2]: 185)
B. Yang Boleh Tidak Puasa
Siapa sajakah yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa?
1. Musafir
Orang yang musafir *Tidak ada batasan tertentu untuk safar dalam syari’at. Hal itu dikembalikan kepada ’urf (tradisi) masyarakat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Setiap nama yang tidak ada batas tertentu dalam bahasa maupun syari’at maka dikembalikan kepada ’urf. Oleh karenanya, jarak yang dinilai oleh manusia bahwa hal itu adalah safar maka itulah safar yang dimaksud oleh syari’at.” (Majmu’ Fatawa 24/40–41) * (melakukan safar, bepergian) ada tiga keadaan:
Pertama. Jika puasa sangat memberatkan, bahkan khawatir membahayakan dirinya, maka haram baginya berpuasa. Tatkala fathu Makkah, para sahabat Radiallahu 'anhuma merasakan sangat berat dalam berpuasa. Akhirnya, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam berbuka. Akan tetapi, ada sebagian sahabat yang tetap memaksakan diri puasa. Maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pun berkata: “Mereka itu orang yang bermaksiat, mereka itu orang yang bermaksiat.” *HR. Muslim No. 1114*
Kedua. Jika berpuasa tidak terlalu memberatkannya maka puasa dalam keadaan seperti ini dibenci, karena dia berpaling dari keringanan Allah, yaitu dengan tetap berpuasa padahal dia merasa berat walaupun tidak sangat.
Ketiga. Jika puasa tidak memberatkannya maka hendaklah dia mengerjakan yang mudah—boleh puasa atau berbuka—karena Allah berfirman: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. al-Baqarah [2]: 185) *Fushulun fish Shiyam wat Tarawih waz Zakat hlm. 11 Ibnu Utsaimin*
Faedah. Apabila seorang musafir tidak merasa berat ketika puasa maka ia boleh berbuka atau tetap berpuasa. Namun, manakah yang lebih afdhal, berbuka atau berpuasa?
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah berkata: “Bila antara puasa dan berbukanya sama-sama mudah, maka yang lebih utama adalah berpuasa, hal itu ditinjau dari empat segi:
Pertama. Mencontoh perbuatan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam yang tetap berpuasa, berdasarkan hadits Abu Darda’ Radiallahu 'anhu dia berkata: “Kami pernah berpergian bersama Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan ketika hari sangat panas, sampai ada seorang di antara kami meletakkan tangannya di atas kepala karena saking panasnya hari itu, di antara kami tidak ada yang puasa kecuali Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dan Abdullah bin Rawahah.” *HR. Bukhari No. 1945, Muslim No. 1122*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar