PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (1)
- Muhammad Basyaib
- 2 Apr 2021
- 2 menit membaca
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
BAB PERTAMA ◾ Definisi Puasa Ramadhan
Sebelum mendefinisikan secara keseluruhan makna puasa Ramadhan, sebaiknya kita mengetahui definisi kosakatanya satu persatu karena—seperti dikatakan oleh ar-Razi—tidak mungkin kita memahami definisi sesuatu kecuali setelah mengetahui kosakatanya satu persatu. *Al-Mahshul 1/91 ar-Razi*
Puasa diambil dari bahasa Arab - yang artinya adalah menahan dari sesuatu. Abu Ubaid berkata: “Dikatakan bagi setiap orang yang menahan dari sesuatu berupa makan, berbicara, menceritakan aib orang maka dia disebut orang yang berpuasa.” *Majaz al-Qur'an 2/4 Abu Ubaid, Lisanul Arab 12/350 Ibnu Manzhur. *
Secara bahasa shiyam berarti ‘menahan dan tenang’, lawan kata dari ‘bergerak’. Oleh karena itu, Allah mengiringkan puasa dengan shalat, sebab shalat merupakan gerakan menuju al-haq, sedangkan puasa berarti menahan diri dari syahwat. Hal ini mencakup perbuatan menahan diri dari ucapan dan perbuatan, juga mencakup manusia, hewan, dan sebagainya. Contoh menahan diri dari ucapan adalah firman Allah: Aku bernadzar untuk Tuhan Yang Maha Pemurah shaum *Maksud kata shaum dalam ayat di atas adalah diam tidak berbicara, sebagaimana penafsiran Sahabat yang mulia Ibnu Abbas d dan lainnya (lihat Tafsir Ibnu Katsir 5/225).* (tidak berbicara). (QS. Maryam [19]: 26)
Contoh menahan diri dari perbuatan adalah ucapan an-Nabighah adh-Dhibyani: *Sebagaimana dalam Diwan-nya hlm. 112* Kuda yang tenang dan kuda yang meringkik di bawah asap Dan yang lainnya menggerakkan tali kekangnya.
Adapun secara syara’ arti shiyam adalah menahan diri dari makan, minum, berhubungan dengan istri, dan sebagainya sesuai dengan tuntunan syari’at, termasuk juga menahan diri dari ucapan kotor, perbuatan zhalim, dan sebagainya, karena hal ini lebih ditekankan di bulan puasa. *Lihat Syarh Umdah 1/23–24 Ibnu Taimiyyah.*
Sedangkan Ramadhan diambil dari kalimat - yaitu apabila orang yang sedang puasa terbakar lambungnya karena kehausan. Yang menguatkan makna ini adalah hadits yang berbunyi: “Shalatnya orang-orang awwabin (yang sering bertaubat kepada Allah) adalah ketika anak unta merasa kepanasan.” *HR. Muslim No. 848 *
Adapun mengapa bulan tersebut dinamakan dengan bulan Ramadhan, hal ini diperselisihkan ulama:
• Karena ketika puasa diwajibkan pertama kali bertepatan pada musim panas. *Ash-Shihah 3/1080–1081 al-Jauhari, Fathu Dzil Jalal wal Ikram 7/18 Ibnu Utsaimin.*
• Karena bulan Ramadhan itu membakar dosa dan menghapusnya, yaitu menghapus dosa dengan amal shalih yang dikerjakan pada bulan ini. *Al-I’lam bi Fawa'id Umdatil Ahkam 5/153 Ibnul Mulaqqin, Fathul Qadir 1/250 asy-Syaukani.*
• Ada yang mengatakan bahwa nama Ramadhan tidak memiliki makna seperti halnya nama bulan-bulan lainnya. *Syarh Umdah 1/36 Ibnu Taimiyyah * Allahu A’lam.
Jadi, puasa Ramadhan menurut terminologi syari’at adalah seorang muslim menahan diri dari makan, minum, dan seluruh perkara yang membatalkan puasa, dengan niat beribadah kepada Allah, sejak terbit fajar kedua hingga terbenamnya matahari, bagi orangorang tertentu dan syarat-syarat khusus. *At-Ta'rifat hlm. 139 Ali al-Jurjani, asy-Syarh al-Mumthi’ 6/310 Ibnu Utsaimin.*
Ibnu Abdil Barr Rahimahullah berkata: “Adapun puasa dalam sudut pandang syari’at, maknanya adalah menahan dari makan, minum, berhubungan intim dengan istri pada siang hari apabila orang yang meninggalkan perkara itu niatnya adalah mencari wajah Allah dan pahala-Nya. Inilah makna puasa dalam syari’at Islam menurut pendapat semua ulama umat ini.” *Al-Ijma’ hlm. 125 Ibnu Abdil Barr*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar