MEREKA YANG MERUGI (9)
- Muhammad Basyaib
- 19 Mar 2021
- 3 menit membaca
Diperbarui: 20 Mar 2021

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Dipublish: Moeslim Book Central
Bersabar
Sabar berarti al-habsu, menahan diri pada sesuatu dari sesuatu. Sedangkan sabar itu ada tiga macam:
1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah sampai dilaksanakan.
2. Sabar dari maksiat sampai dijauhi.
3. Sabar dalam menghadapi takdir Allah yang terasa sakit.
Sabar dalam ketaatan
Perlu diketahui bahwa ketaatan itu adalah berat dan menyulitkan bagi jiwa seseorang. Terkadang pula melakukan ketaatan itu berat bagi badan, merasa malas, dan lelah (capek).
Allah Azza wa jalla berfirman, āHai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.ā (QS. Ali Imran: 200).
Dalam ayat ini diperintahkan kepada orang beriman untuk bersabar, sabar menghadapi gangguan orang lain, melakukan ketaatan (menunggu shalat setelah shalat), disuruh pula bertakwa kepada Allah, supaya menjadi orang yang beruntung di dunia dan akhirat.
Ada perbedaan antara ishbiru dan shaabiru. Ishbiru hanya dari satu pihak yaitu menahan diri dari sesuatu. Sedangkan shaabiru berasal dari dua pihak yaitu bersabar atas gangguan orang lain misalnya bersabar ketika bertemu musuh. Demikian disebutkan perbedaannya oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Tafsir Az-Zahrawain.
Sabar dalam menjauhi maksiat
Bentuknya adalah menahan diri dari perbuatanperbuatan haram seperti berdusta, menipu dalam muamalah, makan harta dengan cara batil dengan riba dan semacamnya, berzina, minum minuman keras, mencuri, dan berbagai macam bentuk maksiat lainnya. Seseorang harus menahan diri dari hal-hal semacam ini sampai dia tidak lagi mengerjakannya. Ini tentu saja membutuhkan pemaksaan dan menahan diri dari hawa nafsu yang mencekam.
Sabar dalam menghadapi takdir yang terasa pahit
Ingatlah bahwa takdir Allah itu ada dua macam, ada yang menyenangkan dan ada yang terasa pahit. Untuk takdir Allah yang menyenangkan, maka seseorang hendaknya bersyukur. Dan syukur termasuk dalam melakukan ketaatan sehingga butuh juga pada kesabaran dan hal ini termasuk dalam sabar bentuk pertama di atas. Sedangkan takdir Allah yang terasa pahit misalnya seseorang mendapat musibah pada badannya, kehilangan harta, atau kehilangan salah seorang kerabat, maka ini semua butuh pada kesabaran dan pemaksaan diri. Dalam menghadapi hal semacam ini, hendaklah seseorang sabar dengan menahan dirinya jangan sampai menampakkan kegelisahan pada lisan, hati, atau anggota badan.
Sabar itu pada awal musibah .
Dari Anas bin Malik Radiallahu 'anhu, beliau berkata, āNabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kuburan. Lalu beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, āBertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.ā Kemudian wanita itu berkata, āMenjauhlah dariku. Sesungguhnya engkau belum pernah merasakan musibahku dan belum mengetahuinya.ā Kemudian ada yang mengatakan pada wanita itu bahwa orang yang berkata tadi adalah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian wanita tersebut mendatangi pintu (rumah) Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian dia tidak mendapati seorang yang menghalangi dia masuk pada rumah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian wanita ini berkata, āMaaf, sebelumnya aku belum mengenalmu.ā Lalu Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, āSesungguhnya namanya sabar adalah ketika di awal musibah.ā (HR. Bukhari, no. 1283).
Balasan sabar itu surga
Allah Azza wa jalla berfirman, āSesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.ā (QS. AzZumar: 10).
Al-Auzaāi Rahimahullah mengatakan, āPahala bagi orang yang bersabar tidak bisa ditakar dan ditimbang. Mereka benar-benar akan mendapatkan ketinggian derajat.ā As-Sudi mengatakan, āBalasan orang yang bersabar adalah surga.ā (Tafsir Al-Qurāan Al-āAzhim, 6:443).
Ada hadits yang muttafaqun āalaih, Dari āAthaā bin Abi Rabaah, ia berkata bahwa Ibnu āAbbas berkata kepadanya, āMaukah kutunjukkan wanita yang termasuk penduduk surga?ā āAthaā menjawab, āIya mau.ā Ibnu āAbbas berkata, āWanita yang berkulit hitam ini, ia pernah mendatangi Nabi g, lantas ia pun berkata, āAku menderita penyakit ayan dan auratku sering terbuka karenanya. Berdoalah kepada Allah untukku.ā Nabi g pun bersabda, āJika mau bersabar, bagimu surga. Jika engkau mau, aku akan berdoa kepada Allah supaya menyembuhkanmu.ā Wanita itu pun berkata, āAku memilih bersabar.ā Lalu ia berkata pula, āAuratku biasa tersingkap (kala aku terkena ayan). Berdoalah kepada Allah supaya auratku tidak terbuka.ā Nabi g pun berdoa kepada Allah untuk wanita tersebut. (HR. Bukhari, no. 5652 dan Muslim, no. 2576).
Sabar hukumnya wajib, dan ridha hukumnya sunnah
Hukum sabar itu wajib. Jika seseorang tidak bersabar, maka ia berdosa dan mendapatkan hukuman dari Allah. Adapun ridha adalah tingkatan yang lebih tinggi daripada sabar. Ridha adalah tingkatan yang dilakukan oleh as-sabiqin bi al-khairaat (orang yang bersegera dalam kebaikan). Hukum ridha adalah sunnah dan bukanlah wajib. Jika seorang muslim tidak sampai derajat ridha, maka tidaklah berdosa.
Apa perbedaan ridha dan sabar?
Ridha itu tidak merasakan sakit sama sekali. Sedangkan sabar itu seseorang masih merasakan sakit namun ia berusaha menahan hati, lisan, dan anggota badan untuk tetap sabar dan tidak melalukan hal-hal yang menunjukkan murka. Keterangan seperti ini disampaikan oleh Syaikh Muhammad Shalih AlMunajjid.
Tingkatan orang menghadapi musibah ada empat, yaitu: (1) lemah, yaitu banyak mengeluh kepada makhluk, (2) bersabar, hukumnya wajib, (3) ridha, tingkatannya lebih daripada sabar, dan (4) bersyukur, ketika menganggap musibah itu suatu nikmat. (āIddah Ash-Shabirin, hlm. 81).
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALŲ¬ŁŲ²ŁŲ§ŁŁŁ Ł Ų§ŁŁŁŁ Ų®ŁŁŁŲ±ŁŲ§ ŁŁŲ«ŁŁŁŲ±ŁŲ§ ŁŁŲ¬ŁŲ²ŁŲ§ŁŁŁ Ł Ų§ŁŁŁŁ Ų§ŁŲŁŲ³ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¬ŁŲ²ŁŲ§Ų”

Komentar