top of page

KUTUNGGU ENGKAU DITELAGAKU

Diperbarui: 23 Jan 2021



Oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA

Dipublish: Moeslim Book Central



Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas suatu hal yang berkaitan tentang akidah, yaitu iman kepada hari akhir. Pembahasan tersebut adalah meyakini adanya telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam di padang mahsyar. Tatkala manusia dan seluruh kaum muslimin dibangkitkan pada hari tersebut, mereka bangkit dalam keadaan mengenaskan, dimana mereka tidak mengenakan alas kaki, tidak mengenakan pakaian, tidak membawa apapun, dan bahkan dalam keadaan belum dikhitan. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Manusia dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan." (HR. Muslim 4/2194 no. 2859)


Dalam riwayat yang lain disebutkan oleh Abdullah bin Unais bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat –atau bersabda dengan redaksi para hamba- dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berkhitan, dan tidak buhman" Lalu kami bertanya, "Apakah buhman itu?" Beliau bersabda, "Tidak memakai pakaian sehelai benangpun." (HR. Ahmad 3/459 no. 16085)


Pada hari itu, seluruh apa yang mereka usahakan di dunia, tidak ada yang mereka bawa. Jangankan harta, pakaian dan alas kakipun mereka tidak bawa. Pada hari itu, mereka dikumpulkan dalam suatu padang yang sangat luas, dimana matahari diturunkan kepada mereka dengan jarak satu mil dari ubunubun yang membuat mereka bercuruan air keringat sangat banyak dan sedikitnya ditentukan oleh kadar amalan seseorang. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ِ "Pada hari kiamat, matahari di dekatkan ke manusia hingga sebatas satu mil. Lalu mereka bercucuran keringat sesuai amal perbuatan mereka. Di antara mereka ada yang berkeringat hingga tumitnya, ada yang berkeringat hingga lututnya, ada yang berkeringat hingga pinggang dan ada yang benar-benar tenggelam oleh keringat." (HR. Muslim 4/2196 no. 2864)


Maka semakin sedikit amalan seseorang, maka akan semakin banyak keringat yang bercucuran dari tubuhnya. Maka kondisi tersebut menjadikan manusia benar-benar dalam kondisi sangat haus dan membutuhkan air minum. Maka pada saat itu, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah menanti umatnya di telaga beliau sebagaimana dalam sabdanya, "Sesungguhnya aku menunggu kalian ditelagaku, siapa yang menuju telagaku dia akan minum, dan siapa yang meminumnya tak akan haus selama-lamanya." (HR. Bukhari 8/120 no. 6583)


Makna dari الفرط adalah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam lebih dahulu berada di telaganya untuk menjamu umatnya agar segera minum dari telaga tersebut.


Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwasanya setiap nabi memiliki telaga karena masing-masing nabi punya umat yang butuh minum pada waktu tersebut. Akan tetapi telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah telaga yang spesial di antara telaga-telaga nabi yang lainnya. Di antara kelebihannya dari telaga yang lain adalah telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam lebih luas, lebih besar dan lebih indah. Maka kita akan membahas tentang telaga beliau, dari segala sifat-sifatnya, letaknya, dan yang lainnya. Semoga Allah Azza wa jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang bisa masuk ke telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam.


Adapun hadits-hadits yang menyebutkan tentang telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam merupakan hadits Mutawatir. Hadits Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh orang sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam .Adapun hadits yang diriwayatkan kurang dari sepuluh orang sahabat, maka hadits tersebut disebut hadits Ahad. Oleh karenanya, semakin banyak sahabat yang meriwayatkan suatu hadits, maka akan semakin menguatkan hadits tersebut. Maka tatkala hadits tersebut dikatakan Mutawatir, maka tidak diragukan lagi kevaliditasnya. Oleh karenanya Al-Imam AdDaudi rahimahullah mengatakan, "Di antara hadits yang mutawatir adalah hadits tentang barangsiapa yang berdusta atas nama Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam ..Dan hadits tentang Barangsiapa membangun masjid karena Allah.. Dan hadits tentang melihat Nabi, syafa'at dan telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam ..Dan hadits tentang bolehnya mengusap khuf."


Oleh karenanya tatkala Al-Imam Ibnu Hajar rahimahullah mengumpulkan nama-nama para sahabat yang meriwayatkan hadits tentang telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam ,beliau mendapatkan bahwa jumlah para sahabat yang meriwayatkan lebih dari 50 orang. Dan beliau mengatakan bahwa beliau pernah mendengar ada sebagian ulama di zaman beliau yang mengumpulkan sampai 80 orang sahabat yang meriwayatkan hadits tentang telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Maka ini adalah bukti bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam sering mengulangulang kabar tentang telaganya dalam berbagai majelisnya sebagai kabar gembira bagi umatnya. Kalau satu orang sahabat saja yang neriwayatkan suatu hadits kita harus membenarkan, apalagi kalau diriwayatkan lebih dari 50 orang sahabat. Maka tidak diragukan lagi bahwa hadits tentang telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah benar.


Dalam Shahihain, yaitu kitab Sahih Bukhhari dan Sahih Muslim, para sahabat yang meriwayatkan hadits telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam jumlahnya kurang lebih 15 orang. Di antaranya adalah, Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Abdullah bin 'Amr, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Khudzaifah, Usaid bin Hudair, 'Uqbah bin Amir, Abdullah bin Zaid, Salman bin Sa'ad, Said Al-Khudri, Jundub, Haritsah bin Wahab, Mustaurat, dan Asma' binti Abi Bakr. Adapun para sahabat lain yang meriwayatkan hadits tersebut tersebar pada kitab-kitab hadits yang lain seperti Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Nasa'i, Musnad Imam Ahmad, dan kitab hadits lainnya. Oleh karenanya tidak mungkin kita meragukan hadits tentang telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam ,karena sangat banyak sahabat yang meriwayatkannya.



Sifat Telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam


1. Bentuk dan luas telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam


Di antara sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam yang menjekaskan tentang sifat telaga beliau adalah sabda beliau yang mengatakan tentang bentuk telaganya. Nabi Shalallahu '

alaihi wa sallam bersabda, "Luas telagaku sejauh sebulan perjalanan. Setiap sisinya sama panjangnya." (HR. Muslim 4/1793 no. 2292)


Dalam riwayat yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, ُ"Lebarnya sama dengan panjangnya." (HR. Muslim 4/1798 no. 2300)


Dari sini mayoritas ulama sepakat bahwa bentuk telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah persegi. Adapun Syaikh Muhammad bin Sholeh Al- 'Utsaimin rahimahullah berpendapat bahwa maksud dari setiap sisinya sama panjang adalah bentuknya bulat. Beliau memahami maksud panjang dan lebar sama adalah panjang jari-jarinya yang sama. Intinya tidak masalah bagaimana bentuk telaga Nabi Shalallahhu 'alaihi wa sallam , yang terpenting adalah bagaimana agar kita bisa sampai ke sana.


Terkadang Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam menggambarkan luasnya telaga beliau dengan ukuran waktu. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Luas telagaku sejauh sebulan perjalanan." (HR. Bukhari 8/199 no. 6579)


Maksudnya adalah permisalan luas telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah seperti seseorang yang melakukan perjalanan dengan kuda selama sebulan.


Dalam riwayat yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam menggambarkan luas telaganya dengan jarak suatu tempat. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ْ

"Lebarnya sama dengan panjangnya, yaitu seukuran antara Amman dan Ailah." (HR. Muslim 4/1798 no. 2300)


Dalam hadit di atas, permisalannya adalah jarak antara Yordania dan Syam. Dalam riwayat yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Luas telagaku bagaikan antara Ailah dan Shan'a di Yaman." (HR. Muslim 4/1800 no. 2303)


Tentunya perbandingan ini menunjukkan bahwa jaraknya sangat jauh. Karena Ailah adalah daerah bagian utara Madinah, sedangkan Shan'a adalah negeri bagian selatan Jazirah. Dalam riwayat yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Jaraknya sebagaimana jarak antara Madinah dan Shan' a." (HR. Bukhari no. 8/121)


Dalam hadits yang lain Nabi mengatakan, "Aku mendahului kalian ke telagaku. Lebar telaga itu sejauh antara Ailah ke Juhfah. (HR. Muslim 4/1796 no. 2296)


Dari penjelasan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam tentang jarak telaganya yang berbeda, timbul perbedaan persepsi di antara para ulama tentang jarak sebenarnya. Pendapat pertama mengatakan bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan dengan berbagai ukuran hanya sekedar untuk pendekatan kepada masing-masing orang. Terkadang tatkala Nabi bertemu dengan orang Yaman, maka Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan jaraknya antara Yaman dan Ailah. Adapun ketika Nabi mengabarkan kepada orang Syam, maka Nabi memberikan perumpamaan antara Ailah ke Shan'a. Intinya, perbedaan ukuran yang dikabarkan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam ditentukan dari mana orang itu berasal, untuk memudahkan penggambaran telaganya. Sedangkan aslinya telaga Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam sangatlah luas. Adapun pendapat kedua mengatakan bahwa jarak-jarak yang disebutkan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah jarak yang sesungguhnya. Akan tetapi kemudian Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan jarak yang berbeda karena mendapat kabar bahwa telaganya di perluas oleh Allah Azza wa jalla beberapa kali hingga jarak yang paling jauh yaitu dari Ailah hingga ke Shan'a. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi "Seperti jarak antara Aden ke Omman dan lebih luas lagi dan lebih luas lagi." (HR. Ahmad 5/250 no. 22210)


Hadits ini menggambarkan bahwa telaga Nabi di perluas, sehingga terkadang Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan luas telaganya dengan perumpamaan yang berbeda-beda.


2. Cangkir-cangkir di telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam


Dari sisi cangkir, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan bahwa jumlahnya sangat banyak. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Dan cangkir-cangkirnya sebanyak bilangan-bintang di langit." (HR. Bukhari 6/178 no. 4965))


Allah menyediakan cangkir yang begitu banyak agar manusia kelak tidak berdesak-desakan. Karena pada waktu itu manusia pasti akan berbondong-bongdong untuk minum dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam karena kehausan.


3. Sifat air di telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam


Adapun warna air dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam , beliau mensifatinya sebagaimana dalam sabdanya, َ"Dan airnya lebih putih dari perak. (HR. Muslim 4/1793 no. 2292)


Dalam hadits yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Airnya lebih putih dari pada susu." (HR. Muslim 4/ 1799 no. 2301)


"Sesungguhnya telagaku lebih jauh daripada jarak Ailah ke Adan. Sungguh airnya lebih putih daripada es (salju)." (HR. Muslim 1/217 no. 247)


Kemudian Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam juga menjelaskan tentang rasa dan bau air dari telaganya. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Dan (airnya) lebih manis daripada madu yang dicampur susu." (HR. Muslim 1/217 no. 247)


"Dan baunya lebih wangi daripada minyak misk (kasturi)." (HR. Bukhari 8/119 no. 6579)


Ini menunjukkan bahwa airnya warnanya sangat putih dan rasanyapun sangat lezat.


Kemudian sifat air dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam sangatlah deras karena bersumber dari air sungai di surga. Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa sungai di surga tersebut bernama sungai AlKautsar. Oleh karenanya terkadang telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam disebut dengan telaga Al-Kautsar karena bersumber dari sungai AlKautsar. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, ِ"Di telaga tersebut ada dua saluran air yang tersambung ke Surga." (HR. Muslim 4/1798 no. 2300)


Dalam riwayat yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Di dalamnya ada dua saluran yang memancarkan air dari surga. Satu saluran terbuat dari emas dan yang satu lagi terbuat dari perak." (HR. Muslim 4/1799 no. 2301)


Setelah kita menyebutkan di antara sifat-sifat telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam ,maka timbul pertanyaan, siapakah yang akan singgah pada telaga tersebut? Maka tentu jawabannya adalah umat Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam .Adapun orang-orang kafir dan orang-orang yang murtad tidak akan menghampiri telaga tersebut. Kemudian juga para pelaku bid'ah tidak akan bisa minum dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam.


Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutkan tentang siapa yang pertama kali mendatangi telaga beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam .Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Orang yang pertama kali akan mengunjunginya (telagaku) adalah orang orang fakir dari sahabat Muhajirin, yang rambut kepalanya acak acakan, pakaiannya kumal dan mereka mereka yang tidak menikahi wanita wanita yang hidup dalam kemewahan, dan orang yang tidak dibukakan pintu (apabila bertamu atau mengetuk pintu rumah orang)." (HR. Tirmidzi 4/629 no. 2444)


Sebagaimana kita ketahui bahwa orang-orang miskin lebih dahulu mendapatkan kenikmatan di akhirat berupa masuk surga lebih dahulu daripada orang kaya. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam ,"Orang-orang fakir dari kalangan muhajirin mereka lima ratus tahun lebih dahulu masuk syurga sebelum orang orang kaya mereka." (HR. Tirmidzi 4/577 no. 2351)


Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa penyebab orang-orang miskin lebih dahulu masuk surga adalah karena hisab yang dilalui bagi orang kaya sangatlah panjang. Akan tetapi kondisi tersebut tidak serta merta menjadikan orang-orang kaya hina.


Karena dalam Islam betapa banyak ayat dan perintah untuk bersedekah, berinfaq dan bahkan berjihad dengan harta yang kebanyakan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kaya. Bahkan Allah Azza wa jalla lebih mendahulukan berjihad dengan harta daripada jiwa. Hal ini dikarenakan karena seseorang akan lebih mudah untuk berjihad dengan harta daripada berjihad dengan jiwa. Dan juga tidak semua orang berkesempatan untuk berjihad dengan jiwa. Sedangkan berjihad dengan harta terkadang seseorang memiliki banyak kesempatan.


Oleh karenanya tidak boleh seseorang merendahkan orang kaya, karena terkadang dakwah tidak dapat berjalan kecuali dengan dua orang yaitu orang berilmu dan orang kaya. Sebagaimana Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam menikahi seorang janda kaya yaitu Khadijah, lalu kemudian harta yang dimiliki Khadijah diserahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam untuk digunakan berdakwah. Kemudian juga sebagaimana Allah mentakdirkan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersahabat dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq, seorang saudagar kaya raya. Beliaulah yang banyak membeli budak untuk dibebaskan seperti Bilal radhiallahu ‘anhu yang sering disiksa, yang pada saat itu Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak mampu untuk membebaskannya. Oleh karenanya tidak boleh kita menghina orang kaya, melainkan kita memberikan semangat kepada mereka agar mereka bisa istiqamah dalam berjihad di jalan Allah dengan harta mereka. Karena Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, َ"Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal; (terhadap) seorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan hikmah (ilmu) lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain." (HR. Bukhari 1/25 no. 73) ُ


"Sesungguhnya dunia itu untuk empat orang; Pertama, seorang hamba yang dikarunia Allah harta dan ilmu, dengan ilmu ia bertakwa kepada Allah dan dengan harta ia menyambung silaturrahim dan ia mengetahui Allah memiliki hak padanya dan ini adalah tingkatan yang paling baik." (HR. Tirmidzi 4/562 no. 2325)


"Sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang salih." (HR. Ahmad 4197 no. 17798)


Maka kita memerlukan orang berilmu dan orang yang memiliki harta agar dapat menggerakkan dakwah. Ini semua membuktikan bahwa orang kaya terlambat masuk surga bukan karena derajat mereka rendah, akan tetapi karena hisab bagi mereka sangatlah panjang. Bahkan Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa bisa jadi derajat orang kaya setelah dihisab menjadi lebih tinggi daripada orang miskin, meskipun terlambat masuk surga. Adapun orang miskin lebih dahulu masuk surga karena di dunia mereka kurang mendapatkan kenikmatan. Oleh karena itu orang yang pertama minum dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah orangorang miskin dari kalangan Muhajirin.


Adapula Hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Umatku menemuiku di telaga, dan aku menghalau mereka darinya sebagaimana seseorang menghalau unta orang lain dari untanya." Mereka bertanya, 'Wahai Nabi Allah, apakah engkau mengenal kami?' Beliau menjawab: 'Ya. Kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki oleh umat yang lain. Kalian menemuiku dalam keadaan putih bersinar karena bekas air wudhu. Dan sungguh sekelompok dari kalian akan dihalau dariku, sehingga kalian tidak sampai kepadaku. Lalu aku berkata: 'Wahai Rabbku, mereka adalah para sahabatku'. Allah menjawab; 'Apakah kamu tahu apa yang terjadi setelah kepergianmu?'." (Muslim 247)


Dalam riwayat yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya telagaku sejauh jarak antara Ailah dengan Adan. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku menghalau beberapa orang darinya sebagaimana seseorang menghalau unta lain dari telaganya." Mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau mengenal kami?' Beliau menjawab: 'Ya. Kalian menemuiku dalam keadaan putih bersinar disebabkan bekas air wudhu yang tidak dimiliki umat lainnya selain kalian." (Muslim 248)


Dari sini maksud Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mendahului umatnya di telaganya agar menjaga telaga tersebut dari orang-orang yang tidak dibolehkan minum dari telaga tersebut. Akan tetapi perlu untuk diketahui bahwa orang-orang syiah menjadikan hadits di atas sebagai dalil untuk mengkafirkan para sahabat. Namun bantahan untuk mereka pun sangat mudah. Pertama, hadits tentang telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh para sahabat. Maka kalau mereka mengkafirkan para sahabat, mengapa mereka mengambil hadits dari orang yang mereka kafirkan? Kedua, lafal dari hadits tentang telaga berbeda-beda. Dalam hadits di atas, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa yang terhalangin hanya sebagian orang. Dan dalam riwayat yang lain menyebutkan sebagian kecil orang. Dan memang benar bahwa ada sebagian sahabat dari orangorang badui yang murtad setelah sepeninggal Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam di zaman Abu Bakar yang memang dikenal dan pernah bertemu dengan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam .Tentunya mereka dikenal sebagai sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam karena bertemu dengan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam .Akan tetapi mereka bukan dari kalangan kaum muhajirin ataupun kaum Anshar. Sedangkan orang-orang syiah ingin membawa hadits ini seolah-seolah yang dimaksud adalah kaum Muhajirin dan Anshar, dan hanya sedikit yang tidak dikafirkan oleh mereka.


Adapun orang yang tidak bisa minum dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam secara umum ada tiga kelompok.


1. Orang Kafir


Orang kafir adalah golongan orang yang tidak dapat minum di telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam karena Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, "Susungguhnya aku menunggu kalian ditelagaku, siapa yang menuju telagaku akan minum, dan siapa yang meminumnya tak akan haus selama-lamanya." (HR. Bukhari 8/120 no. 6583)


Sedangkan kita ketahui bahwa orang kafir akan masuk neraka dan pasti kehausan. Maka kesimpulannya adalah orang kafir atau orang yang murtad tidak akan minum dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam


2. Ahli Bid'ah


Ahli bid'ah digolongkan kedalam golongan orang yang tidak akan minum dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam .Hal ini disebutkan oleh banyak para ulama, di antaranya yang menjelaskan adalah Al-Qurthubi dan yang lainnya bahwa ahli bid'ah yang dimaksud adalah para pelaku bid'ah besar. Contohnya adalah Khawarij, Mu 'tazilah, dan Syiah rafidhah. Mereka adalah para pelaku bid'ah besar dalam hal akidah. Dan para ulama menjelaskan bahwa mereka tidak akan minum dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam


3. Orang-orang Zalim


Para ulama menyebutkan bahwa di antara golongan orang yang tidak akan minum dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang melakukan kezaliman yang amat besar. Seperti para penguasa yang telah menzalimi ratusan ribu hingga ratusan juta rakyatnya. Adapun pelaku maksiat yang lebih kecil dari itu tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang melakukan kezaliman yang besar.


Oleh karenanya para ulama menggolongkan orang islam yang tidak akan minum di telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah para pelaku dosa besar yaitu pelaku bid'ah dan penguasa yang zalim yang nereka semua sering merubah hukum-hukum Allah Azza wa jalla . Disebutkan dalam hadits bahwa tatkala Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam hendak menyambut mereka, ternyata mereka terhalangi untuk sampai ke telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam .Maka Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Mereka itu adalah dari golongan umatku", lalu dikatakan kepada beliau; 'Sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu'." (HR. Muslim 4/1793 no. 2290)


Dalam riwayat yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, ُ"Ketahuilah! Ada beberapa orang akan dihalang-halangi mendatangi telagaku sebagaimana unta hilang yang dihalang-halangi. Aku berseru kepada mereka: 'Kemarilah!'. Lalu dikatakan kepadaku, 'Sesungguhnya mereka telah mengganti (ajaranmu) setelahmu'." (HR. Muslim 1/218 no. 249)


Para ulama menafsirkan bahwa maksud dari mengganti dalam hadits ini dengan dua penafsiran yaitu orang mengganti hukumhukum Allah, atau mengganti sunnah-sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dengan bid'ah yang mereka lakukan.


Dan ini juga menjadi dalil bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak tahu apa yang terjadi setelah beliau meninggal dunia. Sebagaimana perkataan Allah kepada Nabi bahwa beliau tidak tahu tentang perkara yang diperbuat sahabat atau umatnya setelah beliau meninggal dunia. Dan ini adalah dalil yang sangat jelas. Maka tidak benar perkataan sebagian orang bahwa pada zaman ini Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam keluar dari kuburnya dan berjalan mengunjungi salah seorang Habaib sebagaimana yang tersebar di Youtube. Jangankan setelah beliau meninggal dunia, tatkala Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam masih hiduppun, beliau tidak tahu apa yang terjadi jika hal tersebut diluar jangkauannya. Buktinya adalah tatkala kalung 'Aisyah hilang beliau tidak tahu keberadaan kalung tersebut. Sampai-sampai Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam meminta bantuan para sahabat untuk mencarinya semalam suntuk, akan tetapi belum juga ketemu. Tatkala Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam sudah memerintahkan untuk pergi, barulah ketahuan bahwa Kalung tersebut ditindihi oleh unta. Kemudian juga tatkala 'Aisyah dituduh berzina dengan Sofwan bin Al Mu'aththol as-Sulamiy oleh orang-orang munafik yang karena mereka terlambat masuk ke kota Madinah. Waktu itu Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak tahu dan tidak mengerti apa yang terjadi. Sampai akhirnya Allah turunkan sekitar sepuluh ayat lebih yang menjelaskan bahwa tuduhan terhadap 'Aisyah itu tidak benar. Kalau saja Allah tidak memberitahukan hal tersebut kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam ,maka pasti beliau tidak akan tahu selama-lamanya. Lihat pula bagaimana Nabi Isa 'alaihissalam yang masih hidup, namun tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani. Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla tatkala berkata kepada Nabi Isa 'alaihissalam pada hari kiamat, ِ"Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (mengangkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu." (QS. AlMaidah 116-117)


Ketahuilah bahwa Nabi Isa 'alaihissalam sendiri tidak mengetahui apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani setelah beliau diangkat ke langit oleh Allah Azza wa jalla ,padahal beliau belum meninggal. Maka bagaimana mungkin Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bisa mengetahui hal-hal yang terjadi setelah beliau meninggal? Maka ini dalil bahwa Nabi tidak mengetahui perbuatan kaumnya setelah sepeninggal beliau.


Perlu untuk diketahui bahwa ada orang-orang yang mengingkari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Di antaranya adalah orang-orang Mu'tazilah. Mereka sebenarnya tidak mengingkari adanya telaga, akan tetapi mereka mengingkari gambaran yang Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam kabarkan tentang telaga tersebut dalam hadits-hadits. Namun demikianlah orang-orang mu'tazilah, mereka sering menolak hadits-hadits dengan alasan hadits tersebut adalah hadits ahad. Padahal hadits tersebut adalah hadits yang mutawatir. Contohnya adalah tokoh mu'tazilah yaitu al-Qadhi Abdul Jabbar dalam kitabnya Syarh Ushul Khamsah yang mengatakan bahwasanya Allah tidak bisa dilihat pada hari kiamat, adapun hadits yang mengatakan bahwa seseorang dapat melihat Allah pada hari kiamat adalah hadits ahad, dan hadits ahad adalah dho'if dan tidak dapat diterima. Padahal hadits-hadits tentang hal tersebut adalah hadits mutawatir, karena diriwayatkan sampai 50 sahabat, dan bahkan ada yang mengatakan sampai 80 sahabat. Sampai dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Ubaidillah bin Ziyad mendatangi Abu Barzah dan berkata, "Sesungguhnya aku datang kepadamu untuk bertanya perihal telaga, aku pernah mendengar Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam menyebut-nyebut tentnag itu." Abu Barzah menjawab, 'Benar, tidak hanya satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali atau lima kali. Maka siapa saja yang mendustainya, Allah tidak akan memberinya minum'. Lalu ia (Abu Barzah) keluar dengan marah." (HR. Abu Daud 4/238 no. 4749)


Ini menambah keyakinan kita bahwa seringnya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengulang-ulang berita tentang telaganya, membuktikan akan kebenaran telaga tersebut.


Oleh karenanya Anas bin Malik berkata, "Sungguh aku mendapati nenek-nenek (orang tua) di Madinah, tidaklah mereka shalat kecuali mereka berdoa agar mereka termasuk di antara orang-orang yang menhampiri telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam) ".HR. Ibnu Abi 'Ashim 2/321 no. 698)


Maka dari itu berita telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah berita yang mahsyur dan dikenal oleh banyak orang sampai orang tua di Madinah sekalipun.


Maka di antara hal-hal yang bisa kita lakukan agar kita bisa lebih mudah untuk menghampiri telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana perkataan para ulama adalah;


1. Hendaknya menjaga wudhu


Hal ini sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala beliau ditanya oleh para sahabat bahwa apakah mereka dikenali pada saat itu, maka Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam berkata, ِ

"Ya, aku mengenali kalian. Kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki oleh umat yang lain. Kalian menemuiku dalam keadaan putih bersinar karena bekas air wudhu." (HR. Muslim 1/217 no. 247)


Oleh karena itu hendaknya seseorang melatih diri untuk menjaga wudhunya. Setiap kali wudhunya batal, dia berusaha untuk memperbaharuinya kembali.


2. Sabar terhadap sikap pemerintah yang zalim yang mengambil harta untuk mereka sendiri


Hal ini sebagaimana sabda Nabi "Sungguh sepeninggalku nanti kalian akan melihat banyak perkara yang sangat berat. Maka dari itu bersabarlah hingga kalian berjumpa dengan Allah dan RasulNya Shallallahu 'alaihiwasallam di telaga alHaudh." (HR. Bukhari 4/94 no. 3147)


Kata أثرة artinya adalah sifat sebagian pemimpin yang mengumpulkan harta untuk dirinya sendiri dan tidak memperdulikan rakyatnya.


Maka di antara akidah Ahlussunnah adalah tidak boleh memberontak kepada pemerintah selama mereka masih seorang muslim, meskipun mereka berbuat zalim. Karena islam lebih memandang kepada kemaslahatan. Sedangkan pemberontakan hanya akan menimbulkan kemudharatan yang lebih besar dan bahkan sampai pada pertumpahan darah. Oleh karenanya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk kita bersabar. Adapun jika kita ingin mengadakan perubahan, maka lakukanlah dengan cara yang baik dan sesuai syariat, dan bukan dengan cara pemberontakan. Jangan sampai gara-gara seseorang terlalu emosional, sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih parah. Akhirnya orang-orang kafir senang melihat kerusakan yang terjadi. Maka jika seseorang ingin merubah sesuatu, maka dibolehkan dengan syarat sikanya harus sesuai syariat dan cara yang benar.


Kemudian tatkala kita menemukan pemimpin yang zalim, maka kita sebagai rakyatpun tidak boleh mendukung mereka dalam perbuatan zalim mereka. Sebagaimana kita tidak boleh memberontak, maka tidak bolehpun seseorang untuk mendukung. Hal ini sebagaimana perkataan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam kepada Ka'ab bin 'Ajrah,

"Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan orang-orang yang bodoh", (Ka'b bin 'Ujroh Radliallahu'anhu) bertanya, apa itu kepemerintahan orang bodoh? (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam) bersabda: "Yaitu para pemimpin negara sesudahku yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak pula berjalan dengan sunnahku, barangsiapa yang membenarkan mereka dengan kebohongan mereka serta menolong mereka atas kedholiman mereka maka dia bukanlah golonganku, dan aku juga bukan termasuk golongannya, mereka tidak akan datang kepadaku di atas telagaku, barang siapa yang tidak membenarkan mereka atas kebohongan mereka, serta tidak menolong mereka atas kedholiman mereka maka mereka adalah golonganku dan aku juga golongan mereka serta mereka akan mendatangiku di atas telagaku." (HR. Ahmad 3/321 no. 14481)


Maka ketika pemerintah memerintahkan kepada maksiat, maka wajib bagi seseorang untuk tidak taat. Karena Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan hanya boleh pada perkara yang baik." (HR. Abu Daud 3/40 no. 2625)


Namun bukan berarti ketika pemerintah melakukan kemungkaran, kita boleh melakukan pemberontakan. Akan tetapi yang kita lakukan adalah memberikan nasihat. Karena Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Sesungguhnya agama itu adalag nasihat, Sesungguhnya agama itu adalag nasihat, Sesungguhnya agama itu adalag nasihat." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagi siapa?" Beliau menjawab, " Bagi Allah, kitabNya, RasulNya, pemimpin kaum mukminin dan orangorang awan (rakyat) mereka." (HR. Abu Daud 4/286 no. 4944)


3. Jangan berbuat bid'ah


Sebagaimana perkataan Ibnu Abdil Bar seorang ulama besar dari mazhab Maliki, "Setiap orang yang melakukan perkara bid'ah dalam agama, dia termasuk orang yang terusir dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam seperti orang-orang khawarij, dan rafidhah, dan orang-orang pengikut hawa nafsu, dan demikian pula orang-orang zalim yang berlebih-lebihan dalam kezalimannya, dan orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar secara rerang-terangan."


Dan kita bersyukur bahwa banyak dari kaum muslim tidak seperti demikian. Memang benar bahwa kita masih bermaksiat, akan tetapi kita masih malu menampakkannya dihadapan orang-orang. Semoga Allah memaafkan dosa-dosa kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang akan minum dari telaga Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam


Wallahu A’lam.


 

Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء






Comments


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page