top of page

KAIDAH FIQIH "Bagi Yang Menuntut Wajib Membawa Bukti Sedangkan Yang Mengingkari Cukup Bersumpah" (2)



Oleh : Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf Hafizahullah

Dipublish : Moeslim Book Central



SIAPAKAH AL-MUDDA'I DAN AL-MUDDA'A A'ALAIHI

Ada sedikit perselisihan di kalangan ulama mengenai siapakah al-mudda’i dan al-mudda’a ‘alaihi, namun bisa kita ringkas menjadi dua pendapat:


1. Mayoritas ulama Malikiyah dan Syafi'iyah mengatakan bahwa barangsiapa didukung oleh sesuatu yang menjadi pokok dan asal permasalahan maka dialah al-mudda’a ‘alaihi, sedangkan yang satunya adalah al-mudda’i.


Berkata Imam al-Qarrafi, "Al-mudda’i adalah semua orang yang menyelisihi asal dan adat kebiasaan yang berlaku, sedangkan al-mudda’a ‘alaihi adalah semua orang yang sesuai dengan asal dan urf, karena pada dasarnya semua orang itu bebas dari tanggung jawab dan pada dasarnya semua itu sama dengan hukum sebelumnya. (adz-Dzakhirah 5/459)


2. Adapun mayoritas ulama Hanafiyah dan Hanabilah mengatakan bahwa al-mudda’i adalah orang yang apabila tidak terjadi permasalahan di hadapan hakim, maka dia tidak dipaksa untuk melakukannya, sedangkan almudda’a ‘alaihi adalah seseorang yang apabila membiarkan permasalahan ini di hadapan hakim maka dia dipaksa untuk melakukannya. (al-Mabsuth 17/31, alMughni 9/272)


Namun sebenarnya kedua pendapat ini sama dan bisa digabungkan, bahwa yang namanya al-mudda’i adalah orang yang mengaku sesuatu yang berselisih dengan kenyataan yang zhahir dan urf yang berlaku dan apabila dia tidak mempermasalahkannya kepada hakim maka dibiarkan dan tidak dipaksa untuk melakukannya. Sedangkan al-mudda’a ‘alaihi adalah orang yang keadaannya dikuatkan oleh zhahir keadaan dan urf yang berlaku dan apabila dia tidak mempermasalahkan di hadapan hakim namun ada pihak lain yang mempermasalahkannya maka dia dipaksa untuk menyelesaikannya di hadapan hakim. (Lihat Jamharatul Qawa'id Fiqhiyah 1/199 dst.)


Dari sini, secara umum makna kaidah ini adalah wajib bagi seorang al-mudda’i dalam sebuah permasalahan hukum untuk mendatangkan bayyinah dalam menguatkan apa yang dia akui dan dia tuntut, kalau tidak bisa mendatangkan saksi maka tidak diakui pengakuannya. Sedangkan bagi pihak almudda'a 'alaihi, kalau al-mudda’i tidak bisa mendatangkan bayyinah cukuplah bagi dia bersumpah bahwa semua yang dikatakan oleh al-mudda’i itu tidak benar.


KEDUDUKAN KAIDAH

Hadits ini adalah sebuah kaidah yang sangat besar dalam syari'at Islam, karena merupakan pokok dasar semua permasalahan dalam menetapkan benar dan tidaknya sebuah persoalan hukum oleh seorang hakim. (Lihat Syarah Muslim oleh Imam Nawawi, 12/3)


Tidak ada perselisihan di antara para ulama tentang penggunaan kaidah ini secara global meskipun mereka sedikit berselisih tentang perincian masalahnya. (Lihat 'Aridhatul Ahwadzi oleh lbnul Arabi, 6/86)


Berkata Imam as-Sarakhsi, "Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda dengan dua kalimat, yang mana para ulama mengambil faedah hukum darinya yang bisa mencapai beberapa kitab." (al-Mabsuth 17/28)


PENERAPAN KAIDAH

Kaidah ini digunakan hampir dalam masalahan hukum untuk menetapkan siapa yang berhak atau tidak. Cukup di sini saya sebutkan bisa dikiaskan pada lainnya:


1. Kalau ada orang yang mengaku bahwa sebuah barang yang dipegang oleh seseorang itu miliknya, dia harus mendatangkan bukti atau saksi. Jika dia bisa mendatangkan saksi, maka cukup bagi yang dituntut untuk bersaksi atas nama Alloh dan barang itu tetap miliknya.


2. Kalau ada seseorang yang menuduh seseorang berbuat zina, maka dia harus mendatangkan bayyinah berupa empat laki-laki yang menjadi saksi. Jika tidak, maka tuduhannya tidaklah sah dan bahkan dia hukum delapan puluh cambukan karena menuduh berbuat zina tanpa bukti.


3. Kalau ada seseorang yang berhutang pada orang lain, lalu dia mengaku sudah membayarnya tapi diingkari oleh yang menghutangi, maka yang berhutang harus mendatangkan bayyinah, kalau tidak, maka yang bagi yang menghutangi untuk bersumpah. (Lihat al-Qawa'id wal Ushul Jami'ah, Syaikh Sa'di, hal. 38)


FAEDAH:

Kalau ada yang bertanya: "Kalau semacam itu sangat mungkin sekali seorang mudda'a 'alaihi bersumpah palsu sehingga dia mendapatkan keuntungan.


Jawabnya: Ya, sangat mungkin si mudda'a 'alaihi berbohong demi sedikit keuntungan duniawi. Tapi harus diingat bahwa hukum duniawi adalah hukum zhahir, adapun mengenai masalah yang sebenarnya hanya Alloh Azza wa jalla yang mengetahui.


Kemudian harus diingat juga oleh setiap muslim bahwa hidup ini tidak hanya di alam dunia. Ada kehidupan dialam lain yang seseorang di sana tidak mungkin berbohong, karena hakimnya adalah Alloh Ta'ala.


Perhatikan hadits berikut, "Dari Asy'ats bin Qais al-Kindi berkata, "Ada sebuah permusuhan antara saya dengan seseorang tentang masalah sumur, maka kami datang kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, Lalu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Kamu bisa mendatangkan dua saksi atau cukup sumpah dia." Maka saya berkata, "Kalau begitu dia akan bersumpah dan dia tidak akan peduli dengan hal itu." Maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa bersumpah untuk mendapatkan sebuah harta dengan cara yang zhalim, maka dia akan bertemu dengan Alloh dalam keadaan Alloh marah kepadanya.


Kemudian Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam membaca firman Alloh SUbhanahu wa ta'ala: ... Sesungguhnya orang-orang yang menukar janjinya dengan Alloh dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit. (QS. Ali Imran: 77) (HR. Bukhari 2357, Muslim 138)


Dari Ibnu Abbas Radiallahu 'anhu berkata, "Ada dua orang yang bertengkar datang kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Salah satu dari keduanya mengaku sebuah hak atas yang lainnya. Maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada yang menuntut, 'Datangkan bayyinah-mu.' Dia berkata, 'Wahai Rasulullah, saya tidak mempunyai bayyinah.' Maka Rasulullah bersabda kepada satunya lagi, 'Bersumpahlah atas nama Alloh yang tiada Ilah (sesembahan) melainkan Dia, bahwa engkau tidak mempunyai tanggungan kepada dia.'" (HR. Nasa'i, Ahmad 1/253, Abu Dawud 3275 dan dishahihkan oleh Hakim serta disepakati oleh Dzahabi) Wallohu A'lam bish shawab.[]


 

Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء


Comments


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page