JANGAN GEGABAH MEMVONIS KAFIR (BAGIAN : 9)
- Muhammad Basyaib
- 10 Feb 2021
- 3 menit membaca
Diperbarui: 25 Feb 2021

Disusun : Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish : Moeslim Book Central
BAB KE-9 ~ SIAPAKAH YANG BERHAK MENGKAFIRKAN?
Setelah membaca penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa mengkafirkan itu tidak mudah dan sembarangan, harus memahami kaidah-kaidah, syarat-syarat, dan penghalang-penghalangnya.
Oleh karena itu, masalah ini harus diserahkan kepada ahli ilmu yang kuat dan paham akan al-Qur’an dan sunnah serta kaidah-kaidah masalah ini sehingga dapat menghukumi secara adil dan berdasarkan ilmu, bukan asal-asalan dan berdasarkan hawa nafsu.
Imam Syafi’i Rhahimahullah berkata: Allah tidak memberikan kesempatan bagi seorang pun selain Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam untuk berbicara soal agama kecuali berdasarkan ilmu yang telah ada sebelumnya, yaitu Kitab, Sunnah, ijma’, atsar sahabat, dan qiyas (analogi) yang telah kujelaskan maksudnya.
Dan yang berhak mempraktikkan qiyas hanyalah orang-orang yang menguasi alat-alat qiyas yaitu pengetahuan hukum Kitabullah yang mencakup hukum wajib yang dikandungnya, adabnya, nasikh mansukh, umum dan khususnya, serta petunjuknya.” *Ar-Risalah hlm. 508–510*
Aduhai, kalau para ulama saja mensyaratkan bagi juru fatwa tentang masalah hukum halal-haram bahwa dia harus memiliki ilmu yang kuat, lantas bagaimana dengan masalah mengkafirkan seorang muslim yang berarti mengeluarkannya dari agama Islam dan berkonsekuensi hukum-hukum yang berat di dunia dan akhirat?!! *At-Takfir wa Dhawabituhu hlm. 308–309 oleh Dr. Ibrahim arRuhaili.*
Alangkah bagusnya ucapan Syaikh Abdullah Abu Buthain Rhahimahullah tatkala mengatakan: Sungguh aneh bin ajaib, seorang di antara mereka kalau ditanya tentang masalah thaharah (bersuci) atau jual beli dan sejenisnya, dia tidak berani berfatwa dengan perasaan dan akalnya, bahkan dia akan mencari fatwa para ulama dan keterangan mereka. Lantas, kenapa dalam masalah yang jauh lebih penting dan sangat berbahaya seperti ini dia malah berfatwa dengan perasaan dan akalnya?!! Sungguh, ini adalah suatu musibah!! *Ad-Durar Saniyyah 10/374, 375. Dan dinukil oleh Syaikh Sulaiman Sahman dalam kitabnya Minhaj Ahlil Haq wal Ittiba’ hlm. 77.*
Syaikh Sulaiman bin Sahman Rhahimahullah berkata: Sungguh aneh sekali orang yang mendengarkan ucapan orang yang tidak berilmu dan tidak belajar kepada ulama, lalu berbaik sangka kepada mereka dan malah berburuk sangka kepada para ulama yang lebih mengerti ilmu daripada mereka dan lebih ikhlas tiada tujuan kecuali memberikan penjelasan kebenaran yang ditempuh oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat serta salaf shalih. *Minhaj Ahlil Haq wal Ittiba’ hlm. 24*
Ya, sungguh benar, apabila orang-orang bodoh yang berbicara tentang masalah ini, maka akibatnya sangat fatal, sebagaimana kata Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam: “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya hari kiamat.” *HR. Bukhari: 57*
Hal itu karena apabila vonis kafir dibahas oleh orangorang jahil maka akibatnya mereka akan terjatuh dalam beberapa kesalahan:
1. Menganggap sesuatu yang bukan kekufuran sebagai kekufuran
2. Mengkafirkan manusia dengan hal yang tidak menyebabkan kekafiran mereka
3. Membuat kedustaan kepada Allah
4. Merusak kehormatan seorang muslim
5. Dan kerusakan-kerusakan lainnya.
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan berkata: Tidak boleh berbicara tentang masalah ini kecuali seorang yang memiliki ilmu dan pengetahuan, sehingga dia tidak mengkafirkan kecuali orang yang dikafirkan Allah dan rasul-Nya disebabkan melakukan salah satu pembatal di antara pembatalpembatal keislaman yang disepakati oleh ulama. Oleh karenanya, seorang muslim harus berilmu terlebih dahulu sebelum berbicara dan tidak berbicara kecuali di atas ilmu, karena jika tidak demikian lalu dia mengkafirkan seorang muslim, maka dia telah melakukan dua kriminal yang sangat berbahaya:
Pertama: Mengatakan tentang Allah tanpa dasar ilmu, padahal Allah berfirman: Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan. (QS. al-An’am: 21)
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. al-Isra’: 36)
Kedua: Melakukan kejahatan kepada seorang muslim yang dia kafirkan, sebab apabila dia mengkafirkan seorang muslim berarti artinya dia harus dipisah dari istrinya, tidak ada saling mewarisi, tidak dikubur di kuburan kaum muslimin, dan sebagainya.
Oleh karenanya, seorang yang berbicara masalah ini harus memiliki ilmu, ilmu yang diambil dari para ulama rabbaniyun yang kuat, bukan hanya sekadar hafalan kitab atau menelaah kitab saja.”*At-Takfir wa Dhawabithuhu hlm. 101–102*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء




Komentar