top of page

JANGAN GEGABAH MEMVONIS KAFIR (BAGIAN : 7)

Diperbarui: 25 Feb 2021


ree

Disusun : Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

Dipublish : Moeslim Book Central



BAB KE-7 ~ KAIDAH-KAIDAH PENTING DALAM TAKFIR


Tidak sepantasnya seorang berkecimpung dalam masalah takfir sebelum dia memahami kaidah-kaidahnya. Jika bila tidak memahaminya, maka dia akan terjatuh dalam kehancuran dan dosa serta mendapatkan kemurkaan Allah. Hal itu karena pengkafiran adalah masalah besar dalam agama dan masalah yang sangat jeli, tidak mampu menerapkannya kecuali orang yang memiliki ilmu luas dan pemahaman yang tajam. Berikut ini beberapa kaidah-kaidah penting dalam masalah takfir:


A. Pengkafiran Adalah Hukum Syar’i dan Hak Allah

Takfir adalah hukum syar’i dan hak Allah, bukan hak suatu lembaga atau kelompok, bukan berdasar pada akal, perasaan, emosi, atau permusuhan, maka tidak boleh mengkafirkan kecuali orang yang dikafirkan oleh Allah dan rasul-Nya.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rhahaimahullah berkata: Hal ini berbeda dengan ucapan sebagian manusia seperti Abu Ishaq al-Isfirayini dan pengikutnya yang mengatakan: ā€œKita tidak mengkafirkan kecuali orang yang mengkafirkan kita.ā€ Sebab, pengkafiran bukanlah hak mereka, melainkan hak Allah. Tidak boleh bagi manusia untuk membalas berdusta kepada orang yang pernah berdusta padanya, atau melakukan zina kepada istri orang yang berzina dengan istrinya, bahkan seandainya ada seorang yang memaksanya untuk homoseks maka tidak boleh baginya untuk membalasnya dengan paksaan untuk homoseks, karena semua itu adalah haram disebabkan hak Allah. Demikian juga seandainya orang-orang Nasrani mencela Nabi kita Shalallahu 'alaihi wa sallam maka tidak boleh bagi kita untuk mencela Isa al-Masih 'alaihi sallam , dan kaum Rafidhah apabila mengkafirkan sahabat Abu Bakar dan Umar, maka tidak boleh bagi kita untuk mengkafirkan Ali. *Minhaj Sunnah 5/244*


Al-Qarrafi berkata: ā€œSesuatu itu disebut kufur bukanlah berdasarkan logika melainkan berdasarkan syari’at, kalau syari’at mengatakan bahwa hal itu adalah kekufuran maka itu adalah kekufuran.ā€ *Tahdzib al-Furuq 4/158*


Ibnul Wazir Rhahimahullah berkata: ā€œSesungguhnya takfir itu berdasarkan dalil saja, tidak ada ruang untuk akal, dan dalilnya pun harus dalil yang pasti dan tidak ada perselisihan di dalamnya.ā€ *Al-Awashim wal Qawashim 4/178*


Ibnul Qayyim  berkata dalam Nuniyah-nya:


Pengkafiran itu adalah hak Allah kemudian rasul-Nya

Yang ditetapkan dengan nash bukan dengan ucapan fulan

Siapakah yang dikafirkan oleh Rabb semesta alam dan rasul-Nya Maka dialah orang yang kafir. *Syarh Qashidah Nuniyah 2/412 oleh Syaikh Dr. Muhammad Khalil Harras*


B. Pada Asalnya Seorang Muslim Tetap Dalam Keislamannya

Ini kaidah penting yang harus dipahami, yaitu hukum asal seorang muslim adalah tetap dalam keislamannya sehingga ada dalil kuat yang mengeluarkannya dari keislaman. Tidak boleh bagi kita untuk gegabah dalam mengkafirkannya karena hal itu membawa dua dampak negatif yang sangat berbahaya:


• Pertama: Membuat kedustaan atas Allah dalam hukum kafir kepada orang yang dia kafirkan.

• Kedua: Terjatuh dalam ancaman kafir kalau ternyata yang dia kafirkan tidak kafir, sebagaimana dalam hadits: ā€œApabila seorang mengkafirkan saudaranya maka akan kembali kepada salah satunya.ā€


Oleh karena itu, seharusnya sebelum menghukumi seorang muslim dengan kekafiran hendaknya memperhatikan dua hal penting:


• Pertama: Adanya dalil-dalil dari al-Qur’an dan Sunnah yang menetapkan bahwa ucapan dan perbuatan tersebut merupakan kekufuran.

• Kedua: Hukum tersebut betul-betul terpenuhi pada pelontar atau pelaku tersebut, dalam artian telah terpenuhi syarat-syaratnya dan tidak ada penghalang-penghalangnya. *Al-Qawa’id al-Mutsla fi Shifatillah wa Asmaihi Husna hlm. 87–89 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin*


Sesungguhnya kita hanya menghukumi secara zhahir saja baik dalam hukum atau keyakinan orang lain. Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam yang mendapatkan wahyu, beliau menerapkan hukum zhahir pada orangorang munafik. *Al-Muwafaqat 2/271 oleh asy-Syathibi *


Orang-orang munafik secara zhahir shalat, puasa, haji, perang, nikah, dan saling mewarisi dengan kaum muslimin pada zaman Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam , sekalipun demikian beliau tidak menghukumi orang-orang munafik dengan hukum orang kafir, bahkan tatkala Abdullah bin Ubai—tokoh munafik yang paling terkenal—meninggal dunia, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam memberikan hak waris kepada anaknya yang notabene termasuk seorang sahabat sejati. Maka hukum Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah darah dan harta mereka sama seperti muslimin lainnya, beliau tidak menghalalkan harta dan darah mereka kecuali dengan perkara yang zhahir (tampak), padahal beliau mengetahui kemunafikan kebanyakan orang-orang munafik tersebut. *Al-Iman Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hlm. 198–201*


Dalil yang sangat jelas tentang hal ini adalah hadits Usamah sebagai berikut: ِPernah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengutus kami dalam peperangan kecil, lalu pagi-pagi kami mendatangi huruqat sebuah tempat kaum Juhainah, dan saya mengejar seorang lelaki, tapi dia mengatakan: ā€œLa Ilaha illa Allah.ā€ Aku membunuhnya, hati tidak enak dengan hal itu maka aku tanyakan kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: ā€œApakah setelah dia mengatakan La Ilaha illa Allah kamu membunuhnya?!ā€ Saya berkata: ā€œYa Rasulullah, dia mengatakannya karena takut pedang.ā€ Beliau menjawab: ā€œKenapa engkau tidak membelah hatinya saja agar kamu tahu apakah benar dia mengatakannya karena takut ataukah tidak.ā€ Beliau terus-menerus mengulang ucapan tersebut sehingga saya berangan-angan seandainya baru masuk Islam saat itu. *HR. Bukhari: 4269 dan Muslim: 159*


Imam Nawawi Rhahimahullah berkata: Makna hadits ini kamu hanya dibebani dengan amalan yang tampak saja dan apa yang diucapkan oleh lisan. Adapun apa yang di dalam hati, maka kamu tidak mungkin mengetahuinya. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengingkari Usamah tatkala dia tidak menerapkan hukum zhahir ini …. Dalam hadits ini terdapat kaidah yang terkenal dalam fiqih dan ushul bahwa ā€œHukum itu berdasarkan yang tampak saja, Allah yang mengurusi urusan hatiā€. *Syarh Muslim 2/104 *


C. Tidak Dikafirkan Kecuali yang Disepakati Ahlu Sunnah Kekafirannya

Berkata Imam Ibnu Abdil Barr Rhahimahullah : Setiap orang yang telah tetap keislamannya dengan kesepakatan kaum muslimin, lalu dia melakukan suatu dosa sehingga mereka diperselisihkan tentang kekafiran mereka, perselisihan ini (tentang kafirnya) setelah kesepakatan mereka (tentang keislaman mereka) tidak memiliki arti yang bisa menjadikannya hujjah. Seorang tidak keluar dari keislaman yang disepakati kecuali dengan kesepakatan juga atau sunnah shahihah yang tidak ada penentangnya.


Ahlus Sunnah wal Jama’ah—ahli fiqih dan ahli hadits—telah bersepakat bahwa seorang yang melakukan dosa—sekalipun dosa besar—tidak keluar dari agama Islam, sekalipun ahli bid’ah menyelisihi mereka dalam hal ini. Maka sewajibnya untuk tidak mengkafirkan kecuali yang disepakati oleh semuanya tentang kekafiran mereka atau adanya dalil paten dari al-Qur’an dan sunnah tentang kekafirannya. *At-Tamhid 17/21 *


Ibnu Bathal Rhahimahullah berkata: Kalau ada perselisihan dalam hal itu—kafirnya Khawarij—maka tidak bisa dipastikan keluarnya mereka dari Islam, karena orang yang sudah jelas keislamannya dengan yakin maka tidak keluar dari Islam kecuali dengan yakin juga. *Fathul Bari 12/314*


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rhahimahullah berkata: ā€œKita tidak mengkafirkan kecuali apa yang disepakati oleh ulama semuanya.ā€ *Ad-Durar Saniyyah 1/70*


D. Wajibnya Menegakkan Hujjah Kepada yang Dikafirkan

Banyak sekali dalil yang mendasari hal ini yaitu bahwa seorang muslim tidaklah kafir dengan ucapan atau perbuatan atau keyakinan kecuali setelah tegaknya hujjah padanya dan dihilangkannya segala kerancuan yang melekat pada dirinya. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (QS. al-Isra’: 15) ŁŽ


Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. an-Nisa’: 115)


Dan masih banyak lagi ayat dan hadits lainnya yang menunjukkan secara jelas bahwa Allah  tidak menyiksa seorang pun kecuali setelah ditegakkan hujjah dan dihilangkan kerancuannya, sehingga jelas baginya jalan petunjuk dan jalan kesesatan.


Imam Bukhari Rhahimahullah berkata: ā€œBab memerangi khawarij dan para penyeleweng setelah ditegakkan hujjah atas mereka.ā€ Firman Allah Subhanahu wa ta'ala: Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. at-Taubah: 115)


Al-’Aini Rhahimahullah berkata: Imam Bukhari mengisyaratkan dengan ayat yang mulia ini bahwa memerangi khawarij dan penyeleweng tidak wajib kecuali setelah tegaknya hujjah pada mereka dan menampakkan kebatilan dalildalil mereka. Dalilnya adalah ayat ini, di mana ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak menyiksa hamba-Nya sehingga menjelaskan kepada mereka apa yang harus mereka kerjakan dan apa yang harus mereka tinggalkan. *Umdatul Qari 24/84*


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rhahimahullah berkata: Adapun takfir (menganggap kafir), ini termasuk ancaman yang keras. Memang barangkali seseorang melakukan perbuatan kufur, tetapi pelakunya bisa jadi baru masuk Islam, atau hidup di perkampungan yang jauh dari agama, maka orang seperti ini tidak dapat dikafirkan sehingga tegak hujjah atasnya, atau bisa jadi orang tersebut belum mendengar nash-nash, atau mendengarnya tetapi masih rancu, maka orang seperti ini sama seperti yang di atas, sekalipun dia salah.


Dan seringkali aku mengingatkan saudara-saudaraku dengan hadits Bukhari-Muslim tentang seorang yang mengatakan: ā€œJika aku telah meninggal maka bakarlah aku, kemudian tumbuklah halushalus, lalu buanglah ke lautan. Kalau memang Allah Subhanahu wa ta'ala membangkitkanku, maka Dia akan menyiksaku dengan siksaan yang tidak pernah ada di alam ini.ā€ Akhirnya mereka pun melaksanakan wasiat tersebut. Tatkala Allah  membangkitkannya, Allah Subhanahu wa ta'ala bertanya kepadanya: ā€œApa yang membuatmu melakukan ini?ā€ Jawabnya: ā€œAku takut kepada-Mu.ā€ Lantas Allah Subhanahu wa ta'ala mengampuninya. *HR. Bukhari: 6481 dan Muslim: 2756*


Lihatlah orang ini, yang ragu akan kemampuan Allah dan kebangkitan manusia setelah mati bahkan ia meyakini bahwa dia tidak akan dibangkitkan, jelas ini merupakan kekufuran dengan kesepakatan kaum muslimin, tapi dia jahil atau bodoh, tidak mengetahui hal itu dan dia takut siksaan Allah Subhanahu wa ta'ala, maka Allah pun mengampuninya. *Majmu’ Fatawa 3/229–231*


E. Harus Dibedakan Antara Pengkafiran Secara Umum dan Secara Individu

Pengkafiran secara umum adalah menghukumi suatu perkataan atau perbuatan dengan kekufuran dan menghukumi pelakunya dengan kufur secara umum tanpa vonis individu orang, seperti mengatakan: ā€œBarang siapa mengatakan al-Qur’an makhluk maka kafir.ā€


Adapun pengkafiran secara khusus adalah menghukumi seseorang yang mengatakan atau melakukan kekufuran dengan kafir, seperti mengatakan: ā€œSi fulan (nama orang tertentu, Edt.) yang mengatakan alQur’an makhluk adalah kafir.ā€


Termasuk kaidah dalam takfir adalah membedakan antara takfir secara umum dan takfir secara khusus karena tidak semua orang yang mengatakan atau melakukan kafir pasti dia kafir disebabkan adanya beberapa penghalang atau tidak terpenuhinya beberapa syarat pada dirinya, seperti kalau dia baru masuk Islam atau tidak mengerti hukumnya dan lain sebagainya. *Lihat secara luas dalam Dhawabith Takfir al-Mu’ayyan oleh Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin.*


Di antara dalil yang membuktikan kaidah ini adalah kisah Muadz bin Jabal Rhadiallahu 'anhu tatkala ada beberapa gadis kecil yang menabuh rebana dan mengingat ayah-ayah mereka yang meninggal pada Perang Badar, tiba-tiba ada seorang di antara mereka mengatakan: ā€œDi tengahtengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.ā€ Mendengar hal itu, maka Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ā€œTinggalkanlah ini, katakanlah yang lain saja seperti tadi.ā€ *HR. Bukhari: 5147.*


Perhatikanlah hadits ini, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak mengkafirkan gadis tersebut karena kejahilannya, beliau hanya melarangnya saja, padahal kita tahu semua bahwa mengatakan akan adanya selain Allah yang mengetahui ilmu ghaib adalah suatu kekufuran. *Lihat Ahkamul Qur’an 2/259 oleh Ibnul Arabi*


Sungguh, ini kaidah yang amat sangat penting, banyak orang tidak memahaminya, sehingga tak aneh kalau mereka terjatuh dalam kesalahan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rhahimahullah berkata: Barang siapa yang tidak memperhatikan perbedaan antara mengkafirkan secara umum dan ta’yin (vonis perorangan) niscaya dia akan jatuh dalam banyak ketimpangan, dia menyangka bahwa ucapan salaf: ā€œBarang siapa yang mengatakan seperti ini kafirā€ atau ā€œBarang siapa yang melakukan ini maka kafirā€ mencakup semua orang yang mengatakannya tanpa dia renungi terlebih dahulu, sebab mengkafirkan itu memiliki syarat-syarat dan penghalang pada hukum perorangan, jadi mengkafirkan secara umum tidak mengharuskan mengkafirkan secara individu orang kecuali apabila terpenuhi persyaratannya dan hilang segala penghalangnya. *Majmu’ Fatawa 12/489*


Barang siapa yang memperhatikan sirah ulama salaf, niscaya dia akan mengetahui kebenaran kaidah ini dan mengetahui bahwa mereka di atas kebenaran. Dan sungguh menakjubkanku ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah : Saya sering mengatakan kepada kaum Jahmiyyah dari Hululiyyah yang mengingkari ketinggian Allah Subhanahu wa ta'ala di atas langit: ā€œSaya kalau menyetujui kalian, maka saya kafir karena saya mengetahui bahwa pendapat kalian ini adalah kekufuran, sedangkan kalian menurutku tidak kafir karena kalian adalah orang-orang bodoh.ā€ *Ar-Radd ’ala al-Bakri hlm. 47*



Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


Ų¬ŁŽŲ²ŁŽŲ§ŁƒŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų®ŁŽŁŠŁ’Ų±Ł‹Ų§ ŁƒŁŽŲ«ŁŁŠŁ’Ų±Ł‹Ų§ ŁˆŁŽŲ¬ŁŽŲ²ŁŽŲ§ŁƒŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§ŁŽŲ­Ł’Ų³ŁŽŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų¬ŁŽŲ²ŁŽŲ§Ų”


Komentar


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page