BERSAMA NABI SHALALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DIBULAN SUCI (2)
- Muhammad Basyaib
- 20 Mar 2021
- 3 menit membaca
Diperbarui: 23 Mar 2021

Oleh : Ustadz Abu Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman Hafizahullah
Dipublish : Moeslim Book Central
Kedua: Jika hilal tidak terlihat karena suatu sebab —seperti mendung —maka bulan Sya'ban digenapkan 30 hari. Berdasarkan hadits Abu Hurairah Radiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) karena melihat hilal. Jika awal bulan samar bagi kalian, maka genapkanlah bulan Sya'ban hingga tiga puluh hari." (HR. Bukhari: 1909, Muslim: 1081)
Imam Tirmidzi Rahimahullah mengatakan, "Para ahli ilmu telah menegaskan untuk beramal dengan kandungan hadits ini. Mereka mengatakan, persaksian satu orang bisa diterima untuk penentuan awal puasa. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mubarak, Syafi'i, Ahmad, dan orang-orang Kufah. Dan tidak ada perselisihan antara ahli ilmu bahwa jika untuk berbuka (berhari raya) tidak diterima kecuali persaksian dari dua orang." (Sunan at-Tirmidzi hadits no. 691)
Dari penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa metode dalam penentuan awal puasa Ramadhan adalah dengan terlihatnya hilal. *As-Sunan wal Mubtada'at fil I'badat hlm. 196, Amr Abdul Mun'im Salim* Jika hilal tidak terlihat, maka dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban menjadi 30 hari. Inilah cara mudah dalam penentuan awal Ramadhan yang selayaknya diamalkan oleh seluruh kaum muslimin.
Inilah petunjuk Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dalam menetapkan awal bulan Ramadhan. Barangsiapa menyangka bahwa dia mengetahui masuknya awal bulan Ramadhan dengan cara selain yang telah ditetapkan oleh agama, sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah Azza wa jalla dan Rasul-Nya. Seperti orang yang mengatakan wajibnya menggunakan metode hisab *Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menukil kesepakatan para sahabat bahwa metode hisab tidak bisa jadi sandaran dalam penentuan awal bulan dan keluarnya. Majmu' Fatawa (25/207). Lihat pula Fathul Bari (4/127), Fatawa Lajnah Daimah (6/114), Majmu' Fatawa Syaikh Bin Baz (15/68). *
dalam penentuan awal Ramadhan, atau wajib berpegang dengan kalender. Perkara semacam ini tidak bisa diketahui oleh setiap orang, apalagi metode hisab mengandung kemungkinan salah. *Lihat pembahasan menarik tentang batilnya metode hisab secara luas dalam Ahkam al-Ahitlah hlm. 127-147 oleh Ahmad bin Abdullah al-Furaih.* Cara dan metode semacam ini memberatkan umat padahal Allah Subhanahu wa ta'ala mengatakan: Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. al-Hajj [22]: 78)
Maka, yang wajib bagi seluruh kaum muslimin adalah mencukupkan diri dengan apa yang telah disyari'atkan oleh Allah Azza wa jalla dan Rasul-Nya. *Ittihaf Ahli Iman bi Durus Syahri Ramadhan hlm. 9-10, Dr. Shalih Fauzan* Marilah kita tinggalkan segala fanatik golongan karena semua itu hanya akan menjauhkan kita dari menerima kebenaran. Marilah kita munculkan dalam hati kita semua rasa ingin mencari kebenaran.
KEADAAN NABI SHALALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM BERSAMA RABBNYA
Ketika bulan Ramadhan telah tiba, beliau menjalani harihari Ramadhan dengan penuh kekhusyukan dan semangat dalam mengisinya dengan berbagai ketaatan. Apa saja amalan yang beliau kerjakan pada bulan ini?
1. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim yang baligh, berakal, dan tidak memiliki udzur. Tidak terkecuali Nabi kita Shalallahu 'alaihi wa sallam yang mulia. Allah Azza wa jalla berfirman: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. al- Baqarah [2]: 183)
Bahkan tatkala Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau sudah menjalani sembilan kali puasa Ramadhan. (Zadul Ma'ad 2/29)
Hal ini sebagai bantahan kepada orang-orang sufi yang mengatakan bahwa seseorang yang telah mencapai derajat makrifat tidak wajib lagi shalat, puasa, dan lain-lain!! Juga sebagai bahan pelajaran bagi orang yang sering berbuka puasa di siang hari Ramadhan tanpa alasan, padahal Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba datang kepadaku dua orang yang kemudian memegang bagian bawah ketiakku dan membawaku ke sebuah gunung yang terjal. Keduanya berkata, 'Naiklah.' Aku menjawab, 'Aku tidak mampu.' Keduanya berkata, 'Baiklah, akan kami bantu engkau.' Akhirnya aku naik juga, tatkala aku sampai pada pertengahan gunung, aku mendengar suara yang sangat mengerikan, aku bertanya, 'Suara apa ini?' Keduanya berkata, 'Itu teriakan penduduk neraka.' Kemudian aku dibawa lagi, dan aku melihat sekelompok orang yang kaki-kaki mereka digantung, tulang rahang mereka dipecah, darah mengalir dari tulang rahang mereka. *Yaitu kaki mereka digantung di atas dan kepala di bawah, seperti ketika tukang jagal menggantung sembelihannya.* Aku bertanya, 'Siapakah mereka itu?'' Keduanya menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya.' *HR. Nasai dalam al-Kubra 2/246, Ibnu Hibban 16/536, Ibnu Khuzaimah 3/137, Hakim 1/430. Lihat Shahih at-Targhib 1/492.*
Imam Dzahabi Rahimahullah berkata, "Dosa besar yang kesepuluh adalah berbuka puasa pada bulan Ramadhan tanpa ada udzur dan alasan." *Al-Kabair hlm. 157—tahqiq Masyhur Hasan Salman*
Tidakkah kita mencontoh Nabi kita yang mulia Shalallahu 'alaihi wa sallam yang selalu berpuasa Ramadhan dan tidak pernah meninggalkannya! Ataukah jiwa kita sudah dipenuhi hawa nafsu sehingga dengan mudah menerjang perintah Allah Azza wa jalla dan Rasul-Nya?! Renungkanlah, wahai saudaraku!!
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar