top of page

BERADAB KEPADA PARA SAHABAT 'RHADIYALLAHU 'ANHUM' (2)

Diperbarui: 26 Feb 2021



Oleh : Ustadz Abu Abdillah al-Atsari Hafizahullah

Sumber : Majalah Al-Furqon, Ed. 7 Th. 6_1428H/2007M

Dipublish : Moeslim Book Central



ADAB KEPADA PARA SAHABAT RADHIYALLAHU ‘ANHUM


Dengan keagungan dan keutamaan para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang banyak, tentulah kita harus mempunyai adab kepada mereka. Lalu bagaimanakah sebenarnya merealisasikan adab kepada mereka? Berikut sebagian adab kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum.


1. Mencintai dan memuji mereka

Termasuk aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang telah mapan adalah wajibnya mencintai para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum, mengagungkan, menghormati, memuliakan, dan meneladani mereka. *Kitab-kitab Ahlus Sunnah sangat banyak yang menjelaskan aqidah yang murni dan bersih ini, menjelaskan hak-hak orang-orang pilihan (para sahabat radhiyallahu ‘anhum) dalam mendampingi sebaik-baik manusia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Alloh meridhoi mereka semua. (Aqidah Ahlus Sunnah wal Atsar Fi Shohabah Kirom Rodhiyallohu Anhum wa Ardhohum hal. 24-25 oleh al-'Allamah Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad).* Alloh berfirman: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo'a: "Ya Robb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman, Ya Robb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hasyr [59]:- 10)


Imam ath-Thohawi rahimahullah berkata: "Kita mencintai para sahabat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak berlebihan dalam mencintainya. Kita tidak membenci mereka, bahkan kita membenci orang yang benci dan tidak menyebutkan kebaikan para sahabat. Tidaklah kita menyebutkan mereka, kecuali dengan kebaikan. Mencintai mereka adalah agama, keimanan, dan kebaikan; sedangkan membenci mereka adalah kekafiran, kemunafikan, dan kezholiman." (Syarah ath-Thohawiyyah 2/689)


2. Mendo'akan kebaikan

Berdasarkan firman-Nya (yang artinya): Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo'a: "Ya Robb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami." (QS.al-Hasyr 10)


Imam Baghowi rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini beliau menukil dari Malik bin Mighwal dia berkata bahwasanya Amir bin Syurohil asy-Sya'bi berkata: "Wahai Malik, Orang Yahudi dan Nashoro telah mengungguli kaum Rofidhoh karena sebuah perbuatan! Orang Yahudi ketika ditanya siapa orang terbaik dalam agamanya, mereka menjawab para sahabat Musa ‘alaihissalam Orang Nashoro ketika ditanya siapa orang terbaik dalam agamanya mereka menjawab orang Hawariyyin pengikut Isa ‘alaihissalam. Akan tetapi, Rofidhoh ketika ditanya siapa orang terjelek dalam agama kalian, mereka menjawab para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka diperintah untuk memintakan ampun kepada sahabat malah mereka mencelanya. Pedang ini selalu terhunus kepada mereka hingga hari kiamat. Acapkali mereka hendak mengobarkan api peperangan, maka Alloh memadamkannya dengan menumpahkan darah mereka, mencabik-cabik persatuan mereka, dan menghancurkan hujjahnya. Semoga Alloh menjaga kita semua dari fitnah yang menyesatkan." (Tafsir Baghowi 7/54) *Disebutkan pula oleh Imam al-Qurthubi dalam al-Jami' Li Ahkam alQur'an 18/33, lihat pula Minhajus Sunnah 1/6-7 oleh Ibnu Taimiyyah, Syarah ath-Thohawiyyah 2/696.*


3. Mengambil petunjuk dan sunnah mereka

Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : "Sungguh, barangsiapa yang hidup di antara kalian sesudahku, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Wajib bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa'ur Rosyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi geraham." (HR. Abu Dawud: 7046, Tirmidzi: 2676, Ibnu Majah: 43, Ahmad 4/126, Darimi 1/44, Hakim 1/97. Ibnu Taimiyyah menshohihkannya dalam Majmu Fatawa 20/309. Lihat pula Shohih Jami' Shoghir 2/346 oleh al-Albani)


Abdulloh bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata: "Barangsiapa di antara kalian yang hendak mengambil petunjuk, hendaklah ia mengambil petunjuk orang yang telah meninggal, karena orang yang masih hidup tidak luput dari fitnah. Mereka itu adalah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka adalah sebaik-baik umat ini, paling bersih hatinya, paling dalam ilmu-nya, dan paling sedikit memberatkan diri. Mereka adalah umat yang telah Alloh pilih untuk mendampingi nabi-Nya, menegakkan agama-Nya. Kenalilah keutamaan mereka, ikutilah atsar mereka, dan berpegang-teguhlah semampu kalian terhadap akhlak dan agama mereka, karena sesungguhnya mereka di atas petunjuk yang lurus." (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh. Lihat Minhajus Sunnah 1/166 oleh Ibnu Taimiyyah)


4. Diam dan menahan diri terhadap perselisihan yang terjadi di antara para sahabat radhiyallahu ‘anhum

Maksudnya adalah tidak membicarakan dan mendalami perselisihan yang terjadi di antara mereka berupa peperangan, perbedaan pendapat, dengan jalan mencari-cari dan mendalami secara rinci dan mengeksposnya ke khalayak umum. Karena para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah menyadari bahwa perbuatan itu akan menyebabkan timbulnya fitnah, dan sikap perendahan kepada mereka. Pintu inilah yang harus ditutup agar seorang muslim selamat agamanya, selamat lisannya dari mencela sahabat radhiyallahu ‘anhum. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: "Apabila disebutkan tentang para sahabatku maka tahan (diri kalian) dan diamlah." (HR. Thobroni dalam Mu'jam Kabir 1427. Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah: 34)


Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah ditanya seputar peperangan yang terjadi di antara para sahabat radhiyallahu ‘anhum maka beliau berkata: "Itu adalah darah yang Alloh telah suci-kan tanganku darinya, tidakkah aku menyucikan lisanku pula? Perumpamaan para sahabat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam ibarat sakit mata, dan obat sakit mata adalah dengan tidak menyentuh dan menguceknya." (Manaqib as-Syafi'i hal 136, Thobaqat Ibn Sa'ad 5/394, alJami' li Ahkam al-Qur'an 16/122. Lihat Tasdid al-Ishobah fi Ma Syajaro Baina ash-Shohabah hal. 163)


Imam Ahmad rahimahullah ketika ditanya tentang sikapnya terhadap perselisihan yang terjadi antara Ali dan Muawiyah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menjawab: "Tidaklah aku mengatakan tentang mereka kecuali kebaikan." (Manaqib Imam Ahmad hal. 146 oleh Ibnul Jauzi, Tasdid alIshobah hal. 164) .


Demikianlah sikap yang benar dan beradab terhadap perselisihan yang terjadi di antara para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Andaikan mereka pernah terjatuh dalam kesalahan, toh mereka semua mujtahid, apabila salah maka kesalahan mereka terampuni. Ditambah lagi dengan keutamaan dan kebaikan mereka yang banyak maka itu sudah cukup untuk menutupi kesalahan mereka. Pahamilah wahai saudaraku!


Imam Abu Utsman Ismail ash-Shobuni asy-Syafi’i berkata: "Ahlus Sunnah memandang (wajib) untuk menahan diri dari perselisihan yang terjadi di antara para sahabat Rosululloh radhiyallahu ‘anhum. Menyucikan lisan dari menyebutkan aib dan kejelekan mereka, mendo'akan kebaikan dan berloyalitas kepada mereka semua." (Aqidatus Salaf wa Ashhabul Hadits hal. 95) *Lihatlah perkataan para ulama salaf lainnya yang lebih komplit dalam kitab Tasdid al-Ishobah Fi Ma Syajaro Baina ash-Shohabah hal. 162- 172 oleh Syaikh Dziyab bin Saad al-Ghomidhi cet. Maktabah Maurid.*


5. Jangan mencela mereka!

Sungguh mencela para sahabat radhiyallahu ‘anhum telah diharamkan, berdasarkan nash al-Qur'an, as-Sunnah, dan ijma' salaf dan kholaf. Inilah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, tidak ada yang menyelisihinya kecuali dari kalangan pengekor hawa nafsu, ahli bid'ah seperti Rofidhoh *Rofidhoh adalah orang-orang yang ghuluw kepada ahli bait nabi dan mereka mengkafirkan para sahabat selain ahli bait. (Syarh Lumatul I’tiqod hal. 161 oleh Ibnu Utsaimin).*, dan yang semisalnya. Dalil-dalil akan haram-nya mencela para sahabat radhiyallahu ‘anhum sangat banyak, di antaranya ketegasan Alloh dalam QS. at-Taubah [9] ayat 100 bahwa Alloh telah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Alloh. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda: "Janganlah kalian mencela para sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, andaikan salah seorang di antara kalian menyedekahkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak sampai satu mud *Satu mud adalah seukuran dua cakupan telapak tangan orang dewasa, kira-kira seberat 625 g atau 750 ml. (Lihat Taudhihul Ahkam 1/250, cet. Maktab al-Asadi).* salah seorang di antara mereka, tidak pula setengahnya." (HR. Bukhori: 3673, Muslim: 2541)


Imam Baidhowi rahimahullah berkata: "Makna hadits ini adalah andaikan salah seorang di antara kalian menyedekahkan emas sebesar gunung Uhud, maka belum bisa meraih keutamaan dan pahala yang telah diraih oleh salah seorang sahabat dengan infaq mereka satu mud makanan atau setengahnya." (Fathul Bari 7/44)


Akan tetapi, para ahli bid'ah telah menyeleweng dari penghormatan kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, mereka tidak mengenal keutamaan sahabat dan keunggulannya, bahkan yang terjadi malah mencelanya!!


Mereka menuduh para sahabat radhiyallahu ‘anhum pendusta, pengkhianat, dan lain-lain. Wallohul Mustaan.


Ketahuilah, mencela para sahabat radhiyallahu ‘anhum pada hakikatnya mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga. Imam Malik rahimahullah pernah mengatakan: "Hanyalah yang diinginkan oleh orang-orang Rofidhoh adalah mencela kepribadian Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, agar orang berkata, dia Muhammad adalah orang yang jelek yang punya sahabat yang jelek pula!! Andaikan nabi itu orang yang sholih niscaya para sahabatnya juga sholih!!?" (Minhajus Sunnah 7/459, Mahabbatun Nabi hal. 77) *Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Adapun Rofidhoh, mereka mencela para sahabat, dan batin yang terselubung dari celaan mereka adalah mencela risalah." (Minhajus Sunnah 3/463).*


Imam Abu Zur'ah rahimahullah berkata: "Apabila engkau melihat orang yang merendahkan seorang sahabat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ketahuilah dia adalah seorang zindiq. Yang demikian itu karena Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam adalah haq, al-Quran adalah haq, yang menyampaikan al-Quran dan Sunnah kepada kita adalah para sahabat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka ingin mencela persaksian kami untuk membatalkan Kitab dan Sunnah. Orang yang mencela sahabat adalah zindiq." (al-Kifayah hal. 97 oleh al-Khothib al-Baghdadi, Tarikh Dimisq 38/32 oleh Ibnu Asakir. Lihat Tasdid alIshobah Fi Ma Syajaro Baina Shohabah hal. 98) *Lihat pula tulisan Ustadzuna al-Fadhil Abu Nua'im Hukum Mencela Para Sahabat dalam Majalah AL FURQON Thn. VI Edisi 6.*


Maka, orang yang beruntung adalah orang yang mengikuti jalan para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang lurus dan mengikuti manhaj mereka yang kokoh. Sedangkan orang yang merugi adalah orang yang berpaling dari jalan mereka dan tidak mewujudkannya. Tidak ada jalan kebahagiaan kecuali yang telah mereka tempuh, dan tidak ada kebaikan kecuali yang telah mereka wujudkan. Semoga Alloh meridhoi mereka semuanya. *Lawami'ul Anwar 2/379.*[]


 

Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء









Comments


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page