top of page

PUNCAK KEDUSTAAN (2)

Diperbarui: 19 Mar 2021



Oleh: Ustadz Aris Munandar Hafizahullahu Ta'ala

Disalin dari: Majalah al-Furqon No. 131, Ed.6 Th.ke-12_1434H/2012M

Dipublish: Moeslim Book Central



PEMAHAMAN YANG SALAH

Al-Mu'allimi dalam al-Anwar al-Kasyifah (hlm. 72) mengatakan, "Ada orang bodoh dan sesat yang bersandar dengan kata kata 'alayya yang dalam kalimat lain dalam bahasa Arab bisa diartikan 'merugikanku' untuk mengatakan 'kami berdusta yang menguntungkan Nabi bukan dusta yang merugikan Nabi'."


Dalam Fathul Bariy (1/199-200), Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi'i mengatakan, "Ada sejumlah orang bodoh yang keblinger. Mereka membuat hadits palsu yang mendorong semangat melakukan ketaatan dan takut dengan maksiat lantas mengatakan 'kami itu tidak melakukan dusta yang merugikan Nabi bahkan yang kami lakukan adalah pembelaan terhadap ajaran Nabi'.


Mereka tidak sadar bahwa membuat hadits palsu itu juga berarti dusta atas nama Allah Azza wa jalla karena di dalamnya pasti ada penetapan hukum syari'at baik wajib ataupun anjuran, dan sebaliknya haram atau makruh."


Ash-Shan'ani dalam Taudhih al-Afkar (2/72) mengatakan, "Sekelompok ahli bid'ah yaitu orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Muhammad bin Karram al-Sijistani, seorang pakar ilmu kalam, beranggapan bolehnya membuat hadits palsu yang berisi motivasi untuk melakukan ketaatan dan takut berbuat maksiat karena yang tidak boleh adalah hadits palsu yang terkait dengan hukum syari'at. Mereka memelintir hadits yang berisi larangan dusta atas nama Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dengan mengatakan berdusta 'kami yang menguntungkan Nabi bukan dusta yang merugikan Nabi'. Anggapan ini bertolak belakang dengan kesepakatan para ulama kaum muslimin yang pendapat mereka diakui keberadaannya."


An-Nawawi dalam Syarh Muslim (1/70) berkata, "Tidak ada perbedaan dalam keharaman membuat hadits palsu antara hadits palsu tentang hukum atau pun nonhukum semisal nasihat yang menyentuh, motivasi untuk beramal shalih dan ancaman untuk melakukan maksiat, dan lain-lain; seluruhnya haram, termasuk dosa besar dan perbuatan yang sangat buruk dengan kesepakatan kaum muslimin yang pendapatnya dianggap. Tidak sebagaimana kelompok sesat Karramiyyah yang beranggapan bolehnya membuat hadits palsu dalam motivasi beramal shalih dan menakut-nakuti untuk bermaksiat. Pendapat ini lantas diikuti oleh banyak orang bodoh yang ingin disebut sebagai orang yang zuhud (baca: sufi) atau disebut sebagai orang zuhud oleh orang-orang bodoh semisal mereka. Dalih mereka adalah sebuah riwayat hadits dengan teks 'barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja untuk menyesatkan manusia maka hendaknya dia bertempat di neraka'. Sebagian mereka mengatakan bahwa yang mereka lakukan adalah dusta yang menguntungkan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, bukan dusta yang merugikan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Keyakinan, tindakan, dan cara berdalil yang mereka lakukan ini adalah kebodohan dan kelalaian yang paling keterlaluan serta merupakan bukti yang sangat nyata bahwa mereka itu sama sekali tidak mengetahui kaidah-kaidah syari'at. Pendapat konyol tersebut mengandung sejum-lah kesalahan berpikir yang memang pantas dengan akal mereka dan pikiran mereka yang jauh dari logika yang benar.


Dengan pendapat tersebut mereka menyelisihi firman Allah Azza wa jalla: 'Dan janganlah engkau mengatakan sesuatu yang tidak kau ketahui karena sesungguhnya pendengaran, pehglihatan, dan hati itu akan dimintai pertanggungjawaban.' (QS al-Isra' [17]: 36)


Mereka juga menyelisihi hadits mutawatir dalam masalah ini yang dengan tegas melarang dusta atas nama Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dan sejumlah hadits yang terkenal dan tegas melarang kesaksian palsu. Mereka juga menyelisihi kesepakatan ulama dan dalil-dalil tegas lainnya yang mengharamkan dusta atas nama orang biasa, bagaimana lagi dengan manusia yang ucapannya adalah syari'at dan perkataannya adalah wahyu. Jika kita cermati ucapan mereka maka kita jumpai ada unsur dusta atas nama Allah Azza wa jalla didalamnya. Allah azza wa jalla berfirman: 'Tidaklah Muhammad itu berbicara dengan dasar hawa nafsu. Tidaklah ucapannya melainkan wah-yu.' (QS an-Najm [53]: 3)


Di antara hal yang sangat mengherankan adalah ucapan mereka ini adalah dusta yang menguntungkan Nabi'. Ucapan ini adalah bukti kebodohan mereka dengan bahasa Arab dan bahasa syari'at. Karena, menurut orang Arab, semua dusta atas nama orang lain adalah dusta yang merugikan orang tersebut. Sementara itu, riwayat yang mereka jadikan sebagai sandaran pokok telah dijawab oleh para ulama dengan beberapa jawaban. Jawaban yang paling bagus dan paling ringkas adalah kalimat 'untuk menyesatkan manusia' adalah tambahan yang tidak benar dengan sepakat ulama pakar hadits karena tambahan keterangan tersebut sama sekali tidak dijumpai dalam sanad yang shahih."[]


 

Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء


Comments


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page