top of page

PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (37)


Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

Dipublish: Moeslim Book Central



Dari saudarinya Abdullah bin Rawahah al-Anshari Radiallahu 'anhu dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Wajib keluar bagi setiap orang yang punya nithaq (pakaian sejenis sarung/rok yang ada pengikatnya) yakni pada dua hari raya.” *Hasan. Riwayat ath-Thayyalisi 1/146, Ahmad 6/358, Abu Nu’aim dalam alHilyah 7/163 dan al-Baihaqi 3/306. Lihat Silsilah ash-Shahihah No. 2408 dan 2115.*


Abu Bakar ash-Shiddiq Radiallahu 'anhu berkata: “Kewajiban bagi setiap yang punya nithaq untuk keluar shalat dua hari raya.” *Shahih. Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 2/184 dan dishahihkan al-Albani dalam Shalatul ’Idain hlm. 13.*


Hal ini merupakan pendapat Abu Hanifah, juga salah satu pendapat Syafi’i dan Ahmad. Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, *Majmu’ Fatawa 23/161* Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, *Hukmu Tariki Shalah hlm. 11* asy-Syaukani, *As-Sailul Jarrar 1/315* Shidiq Hasan Khan, *Raudhah Nadiyyah 1/357–358* ash-Shan’ani, *Subulus Salam 2/135* al-Albani, *Tamamul Minnah hlm. 344 dan Shalatul ’Idain hlm. 13* dan lain-lain.


2. Tempatnya

Menurut sunnah yang selalu diamalkan oleh Rasulullah n dan para khalifah sepeninggal beliau, tempat pelaksanaan shalat hari raya adalah di lapangan. Kecuali apabila ada udzur, seperti hujan, maka boleh di masjid. Pendapat ini dikuatkan oleh mayoritas ulama.


Syaikh al-Allamah Ahmad Syakir *Ta’liq Sunan Tirmidzi 2/421–424* Rahimahullah menukil pendapat ulama madzhab tentang sunnahnya shalat hari raya di lapangan. Di antaranya: Dalam al-Fatawa al-Hindiyyah (1/118) dinyatakan: “Shalat hari raya ke tanah lapang adalah sunnah sekalipun masjid cukup bagi mereka. Demikianlah pendapat para ulama dan inilah pendapat yang benar.” Dalam al-Mudawwanah (1/171) diceritakan bahwa Imam Malik Rahimahullah berkata: “Tidak boleh melaksanakan shalat hari raya di dua tempat dan di masjid, tetapi hendaknya di tanah lapang sebagaimana dikerjakan oleh Nabi Shalallahu 'laihi wa sallam dan para penduduk negeri.”


Ibnu Qudamah al-Hanbali Rahimahullah: “Menurut sunnah shalat hari raya adalah di lapangan. Hal ini diperintahkan oleh Ali (bin Abi Thalib) Radiallahu 'anhu dan dianggap baik oleh al-Auza’i, ulama Hanafiyyah, dan Ibnul Mundzir.” *Al-Mughni 2/229–230*


Imam Syafi’i Rahimahullah berkata dalam al-Umm (1/207): “Telah sampai kabar kepada saya bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam keluar ke lapangan Madinah untuk menunaikan shalat hari raya. Demikian pula orang-orang setelahnya dan seluruh penduduk negeri, kecuali Makkah, karena saya belum mengetahui bahwa mereka shalat hari raya kecuali di masjid. Hal ini menurut saya—Wallahu A’lam—karena Masjidil Haram adalah sebaik-baik tempat di dunia … Dan apabila suatu penduduk memiliki masjid yang mencukupi mereka, maka saya berpendapat agar mereka tidak keluar dari masjid, sekalipun apabila keluar ke lapangan juga tidak apa-apa. Dan seandainya masjidnya tidak mencukupi mereka, maka saya membenci mereka shalat di masjid tersebut walaupun (shalatnya) tidak perlu diulang kembali. Dan apabila ada udzur seperti turun hujan atau lainnya, maka saya anjurkan agar mereka shalat di masjid dan tidak pergi ke lapangan.”


Syaikh Ahmad Syakir Rahimahullah mengatakan: “Hadits-hadits shahih menunjukkan bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam shalat hari raya di lapangan dan diteruskan oleh generasi selanjutnya. Tidak pernah mereka melaksanakan shalat hari raya di masjid kecuali apabila ada udzur seperti hujan atau selainnya. Inilah madzhab imam empat dan ahli ilmu lainnya. Saya tidak mengetahui seorang ulama pun yang menyelisihi hal itu kecuali pendapat Syafi’i yang memilih shalat di masjid apabila mencukupi penduduk negeri. Kendatipun demikian, beliau membolehkan shalat di lapangan walaupun masjid mencukupi mereka, bahkan secara tegas beliau membenci shalat hari raya di masjid apabila masjidnya tidak mencukupi penduduk negeri. Shalat di lapangan mempunyai hikmah yang sangat dalam yaitu kaum muslimin mempunyai dua hari dalam setahun untuk saling bertemu dengan saudara lainnya, baik pria, wanita, dan anak-anak guna bermunajat kepada Allah dengan satu kata, shalat di belakang satu imam, bertakbir, bertahlil, dan berdo’a kepada Allah secara ikhlas seakan-akan mereka satu hati. Mereka semua bergembira akan kenikmatan Allah sehingga hari raya memiliki makna yang berarti.” *Lihat pula risalah Shalatul ’Idain fil Mushalla Hiya Sunnah hlm. 37 al-Albani*


3. Waktunya

Waktunya yaitu ketika matahari naik setinggi tombak. Afdhalnya, mempercepat shalat Idul Adha di awal waktu supaya manusia lekas melaksanakan sembelihan kurban dan mengakhirkan shalat Idul Fithri agar supaya manusia merasa longgar dalam mengeluarkan zakat fithr. Adapun batas akhir waktunya adalah sesudah tergelincinya matahari. *Lihat Zadul Ma’ad 1/442 Ibnu Qayyim, al-Mauizhah Hasanah hlm. 43–44 Shiddiq Hasan Khan, dan Minhajul Muslim hlm. 278 Abu Bakar al-Jazairi.*


Akan tetapi, apabila kabar datangnya hari ’id baru sampai padanya ketika waktu sudah habis, maka shalat ’id ditunda besok harinya berdasarkan hadits: Dari Abu Umair bin Anas dari paman-pamannya yang termasuk sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya mereka menyaksikan hilal pada hari kemarin, maka Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada mereka supaya berbuka dan di waktu paginya supaya pergi ke lapangan. *HR. Abu Dawud No. 1157, Ahmad 20061, dishahihkan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram No. 395.*




Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء



Postingan Terakhir

Lihat Semua
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (8)

Jihad Melawan Perdukunan Merupakan tugas bagi setiap kita semua untuk bersama-sama berjuang membasmi segala praktek perdukunan, sihir dan...

 
 
 
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (7)

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi Dipublish: Moeslim Book Central Hukum Mendatangi Dukun Sungguh sangat disayangkan,...

 
 
 
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (6)

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi Dipublish: Moeslim Book Central 4. Keempat: Menjadi musuh dan selalu dicurigai...

 
 
 

Komentáre


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page