top of page

5 MASALAH PENTING SEPUTAR SHALAT (4)


ree

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

Dipublish: Moeslim Book Central



Salaf dan Sutrah

Syari’at dan sunnah *“Sunnah” yang kami maksud di sini bukan sunnah dalam istilah fiqih, tetapi petunjuk dan tuntunan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya. Adapun hukumnya sutrah, maka menurut pendapat yang terkuat adalah wajib. Wallahu A’lam.”* yang mulia ini menempati posisi yang tinggi dalam hati para salaf dari kalangan sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini tak aneh, lantaran mereka adalah generasi yang dikenal sangat mengagungkan perintah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dan bersegera dalam pelaksanaannya. Semua itu buah keikhlasan dan kejujuran mereka dalam cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Berikut diantaranya:


Pertama; Dari Anas Radiallahu 'anhu berkata, “Aku melihat para sahabat Nabi mengerumuni tiang-tiang ketika Maghrib sampai Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam keluar.” *HR. Bukhari 503* Dalam lafazh lainnya, “Dalam keadaan seperti itu, mereka melakukan shalat dua raka’at.” *HR. Bukhari 625 *


Dalam atsar ini, Anas Radiallahu 'anhu menceritakan dari sahabat dalam waktu yang sempit ini mereka mengerumuni tiang-tiang untuk menjalankan shalat sunnah sebelum Maghrib.


Kedua; Dari Qurrah bin Iyas berkata: Umar (bin Khaththab) pernah melihatku shalat di antara dua tiang, lalu dia memegang tengkukku dan mendekatkanku ke sutrah, seraya berkata: “Shalatlah menghadapnya.” *HR. Bukhari 1/557*


Ketiga; Abdullah bin Mas’ud Radiallahu 'anhu berkata, “Empat perkara termasuk kelalaian: seorang yang shalat tidak menghadap sutrah ... atau mendengar adzan tetapi tidak memenuhinya.” *Shahih. Riwayat Ibnu Abi Syaibah 2/61 dan Al-Baihaqi 2/285*


Perhatikanlah! Bagaimana beliau menyandingkan shalat seorang tanpa sutrah dengan tidak memenuhi panggilan adzan!


Keempat; Dari Nafi’ berkata: Adalah Ibnu Umar Radiallahu 'anhu apabila tidak mendapati peluang tiang masjid, maka beliau mengatakan kepadaku, “Berikan pundakmu padaku (untuk sutrah–pent).” *Riwayat Ibnu Abi Syaibah 1/279 dengan sanad shahih*


Kelima; Salamah bin Al-Akwa’ Radiallahu 'anhu meletakkan beberapa batu di tanah lapang. Apabila dia ingin shalat, maka dia shalat menghadapnya. *Ibnu Abi Syaibah 1/279 dengan sanad shahih*


Atsar-atsar seperti ini masih banyak. Tetapi cukuplah sebagian di atas sebagai ibrah bagi kita.


Manfaat Sutrah

Syari’at menjadikan sutrah dalam shalat ini memiliki beberapa manfaat, di antaranya:


1. Melaksanakan perintah Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam dan mengikuti petunjuk beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam yang merupakan kebaikan di dunia dan akhirat. Allah Azza wa jalla berfirman: Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). (QS. An-Nisa’: 66)


2. Menjadikan pandangan seorang yang shalat terpusat padanya dan tidak melayang ke mana-mana, sehingga dia betul-betul menghadirkan hatinya dengan penuh kekhusyukan.


3. Menutupi kekurangan shalat seorang dan mencegah setan untuk lewat di depannya dan merusak shalatnya.


4. Sebagai tanda bagi manusia bahwa seorang sedang dalam shalat.


5. Menghindarkan manusia agar tidak terjatuh dalam larangan melewati orang yang sedang shalat.


6. Menghemat tempat shalat dan memberikan tempat selebihnya kepada yang lain. *Lihat Syarh Al-Mumti’ 3/275 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin*

Demikian beberapa faedah yang dapat dipetik. Namun bagi seorang muslim hendaknya yakin seyakin-yakinnya bahwa seluruh hukum Allah dan Rasul-Nya pasti membawa maslahat dan menyimpan faedah, baik kita ketahui atau tidak. Bahkan bisa jadi seorang yang mengamalkan suatu hukum karena pasrah dan tunduk kepada pembuat syari’at sekalipun dia tidak mengetahui faedahnya, lebih baik daripada seorang yang mengamalkannya hanya karena faedah yang ada padanya. Wallahu A’lam.


Ukuran Sutrah

Tentang ukurannya, telah dijelaskan dalam berbagai hadits, di antaranya:


Hadits Pertama: Dari Thalhah Radiallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian meletakkan di depannya semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan (untuk sandaran) maka hendaknya dia shalat dan tidak usah menghiraukan orang yang lewat di belakang benda tersebut.” *HR. Muslim 499*


Hadits Kedua: Dari Aisyah Radiallahu 'anha berkata: Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya pada perang Tabuk tentang sutrah bagi orang shalat, maka beliau menjawab, “Semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan yang dijadikan sandaran oleh pengendaranya.” *Muslim 500*


Hadits Ketiga: Dari Abu Dzar Radiallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat, maka sesungguhnya sutrahnya adalah jika di depannya semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan. Dan apabila tidak ada di depannya semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan, maka shalatnya akan terpotong oleh khimar (keledai), wanita, dan anjing hitam.” *Muslim 510*


Hadits-hadits di atas menjelaskan kepada kita tentang ukuran panjang sutrah, yaitu seukuran kayu yang diletakkan di belakang kendaraan. Tidak boleh kurang apabila mampu. Sebab ketika Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang sutrah, beliau menjawab dengan semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan. Seandainya boleh kurang darinya, tentu Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak mungkin menyembunyikannya.


Kayu yang diletakkan di belakang kendaraan seukuran satu hasta sebagaimana ditegaskan Atha’, Qatadah, Tsauri, dan Nafi’. *Lihat Al-Mushannaf 2/9, 14, 15 dan Shahih Ibnu Khuzaimah 2/11* Dan satu hasta yaitu ukuran dari siku lengan sampai ujung jari tengah. *Lisanul Arab 3/1495 atau seukuran 46,2 cm (Mu’jam Lughah Al-Fuqaha’ hal. 450-451)*


Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan ukuran di sini adalah panjang, bukan lebarnya. Imam Ibnu Khuzaimah berkata: “Telah tegak dalil hadits Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya maksud beliau dengan seukuran kayu di belakang kendaraan adalah panjangnya, bukan lebarnya. Di antaranya, bahwa beliau Shallahu 'alaihi wa sallam menancapkan tombak sebagai sutrah, padahal lebarnya tombak tidak seukuran dengan kayu di belakang kendaraan.” *Shahih Ibnu Khuzaimah 2/12*


Dari sini dapat diambil faedah bahwa tidak boleh bersutrah dengan garis kalau dia mampu bersutrah dengan benda lainnya seperti tongkat, barang, kayu, dan sebagainya, hatta sekalipun dia harus menumpuk bebatuan seperti dilakukan sahabat Salamah bin Al-Akwa’. *Al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/278*


Perlu disampaikan pula di sini bahwa hadits tentang sutrah dengan garis adalah lemah menurut pendapat terkuat. Seandainya shahih, maka hal itu merupakan usaha terakhir sebagaimana sangat jelas dari konteks hadits tersebut.


Mendekat ke Sutrah

Dalam hadits-hadits yang telah kami nukilkan di awal terdapat keterangan tentang perintah Nabi n untuk mendekat ke sutrah. Oleh karenanya, hendaknya hal ini diperhatikan dan tidak disepelekan. Ada sebuah kisah menarik dalam masalah ini, diceritakan Imam Ibnul Mundzir dalam Al-Ausath 5/87 dan Al-Khaththabi dalam Ma’alim Sunan 1/342 bahwasanya suatu hari Imam Malik pernah shalat jauh dari sutrah, lalu lewatlah seseorang yang tidak mengenalnya seraya berkata, “Wahai orang yang shalat, mendekatlah ke sutrahmu!” Maka Imam Malik lalu maju ke depan, sedangkan beliau saat itu membaca ayat: Dan (Allah) telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. (QS. AnNisa’: 113)



Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء


Postingan Terakhir

Lihat Semua
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (8)

Jihad Melawan Perdukunan Merupakan tugas bagi setiap kita semua untuk bersama-sama berjuang membasmi segala praktek perdukunan, sihir dan...

 
 
 
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (7)

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi Dipublish: Moeslim Book Central Hukum Mendatangi Dukun Sungguh sangat disayangkan,...

 
 
 
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (6)

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi Dipublish: Moeslim Book Central 4. Keempat: Menjadi musuh dan selalu dicurigai...

 
 
 

Komentar


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page