5 MASALAH PENTING SEPUTAR SHALAT (5)
- Muhammad Basyaib
- 5 Mar 2021
- 4 menit membaca
Diperbarui: 6 Mar 2021

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
Jarak Dengan Sutrah
Dari Sahl bin Sa’ad Radiallahu 'anhu berkata, “Jarak antara tempat shalat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dengan dinding adalah seukuran tempat lewatnya kambing.” *HR. Bukhari 1/574 dan Muslim 4/225* Dalam riwayat lain: “Jarak antara tempat berdirinya Nabi n dengan kiblat adalah seukuran tempat berlalunya domba.” *Shahih. Abu Dawud 1/11*
Keadaan ini adalah yang sering dipraktekkan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam karena hadits di atas adalah menceritakan tentang kejadian di masjid beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam.
Dengan demikian, berarti jarak dengan sutrah sangat dekat, sehingga tatkala sujud, kepala berdekatan dengan sutrah. Tidak ragu lagi, bahwa ini lebih utama karena dua sebab:
Pertama: Melaksanakan perintah mendekat kepada sutrah.
Kedua: Menghemat tempat shalat sehingga bisa digunakan oleh yang lain.
Sekalipun ini adalah yang afdhal, namun boleh bagi seseorang untuk bersutrah lebih dari itu, hingga batas maksimalnya adalah tiga hasta sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam juga ketika shalat di Ka’bah. *Bukhari 1/579*
Imam Nawawi Rahimahullah berkata, “Para sahabat kami (madzhab Syafi’i) mengatakan: Hendaknya seseorang mendekat ke sutrahnya dan tidak lebih dari tiga hasta jarak antaranya dengan sutrah.” *Syarh Shahih Muslim 4/217*
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan, “Ad-Dawudi mengkompromikan bahwa batas minimalnya adalah seukuran tempat berlalunya domba, sedang jarak maksimalnya adalah tiga hasta.” *Fathul Bari 1/575*
Imam Ibnu Hazm Rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa seorang yang mendekat ke sutrahnya dengan jarak antara seukuran lewatnya domba sampa tiga hasta, maka dia telah menunaikan kewajibannya.” *Maratibul Ijma’ hal. 30*
Sutrah Imam, Sutrahnya Makmum
Makmum tidak berkewajiban bersutrah karena sutrah dalam shalat jama’ah merupakan tanggung jawab imam. Dan karena para sahabat shalat bersama Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, namun tidak dinukil kalau mereka membuat sutrah. Jangan ada yang berkeyakinan bahwa setiap makmum sutrahnya adalah makmum di depannya, karena hal itu tidak ada bagi makmum shaf pertama, kemudian konsekuensinya, setiap makmum harus mencegah orang yang lewat di depannya, padahal telah shahih dalil yang menyelisihinya. Dari Ibnu Abbas Radiallahu 'anhu berkata, “Saya pernah datang bersama Fadhl dengan mengendarai keledai ketika Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam di Arafah. Lalu kami melewati sebagian shaf kemudian turun, dan kami biarkan keledai tersebut makan rumput, lalu kami ikut bergabung shalat bersama Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak mengatakan sesuatupun kepada kami (tidak mengingkari).” (Muslim 504).
Dalam riwayat Bukhari 1857: “Bahwasanya keledai melewati di depan shaf pertama.” Dalam hadits ini, Ibnu Abbas dan Fadhl melewati di shaf pertama dengan kendaraan keledai betina, lalu tidak ada seorangpun dari sahabat yang mencegahnya atau mencegah keledainya. Demikian pula Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkarinya.
Imam Ibnu Abdil Barr Rahimahullah berkata: “Hadits Ibnu Abbas ini mengkhususkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri, ‘Apabila salah seorang di antara kalian shalat, maka janganlah dia membiarkan seorangpun lewat di depannya.’ Karena hadits Abu Sa’id khusus bagi imam dan orang yang shalat sendirian. Adapun makmum maka tidak memadharatkannya berdasarkan hadits Ibnu Abbas ini.” Lalu lanjut beliau, “Semua ini tidak ada perselisihan di kalangan ulama.” *Fathul Bari 1/572 *
Beberapa Faedah dan Masalah Seputar Sutrah
1. Adakah perbedaan antara sutrah di bangunan dan di tanah lapang?
Tidak ada. Imam Asy-Syaukani Rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa zhahir hadits- hadits menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara tanah lapang dan bangunan.” *Nailul Authar 3/6*
2. Bila merasa aman tidak ada yang akan lewat di depannya, tetapkah bersutrah?
Ya. Imam As-Saffarini rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwasanya disunnahkan bersutrah dalam shalat dengan kesepakatan ulama sekalipun tidak dikhawatirkan adanya orang yang lewat.” *Syarh Tsulatsiyat Ahmad 2/278*
3. Apabila bersutrah dengan orang atau hewan lalu dia pergi, bolehkan berjalan mendekat ke sutrah?
Ya, boleh. Berdasarkan keumuman hadits dan didukung oleh beberapa atsar dari salaf, kecuali apabila membutuhkan gerakan yang banyak, maka cukup dia berdiri di tempatnya dan mencegah orang yang lewat semampunya. Inilah yang dipilih oleh Imam Malik, Ibnu Rusyd, dan juga Syaikh Al-Albani. *Lihat Majalah Al-Furqon Edisi 8/Th. III hal. 5*
4. Bagaimana apabila di Masjidil Haram, apakah tetap disyari’atkan sutrah?
Ya, tidak ada perbedaan, bahkan telah shahih dalam riwayat Imam Bukhari 3/467 dari Ibnu Abi Aufa bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala umrah dan thawaf di Ka’bah, dan shalat di belakang maqam dua raka’at dan bersamanya ada orang yang menjadi sutrah untuknya.
Dan inilah yang dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik Radiallahu'anhu dan Ibnu Umar Radiallahu 'anhu kecuali kalau memang dalam kondisi berdesakan sekali, maka sebagaimana firman Allah Azza wa jalla: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (QS. At-Taghabun: 16)
5. Bolehkah melewati orang yang sedang shalat?!
Tidak boleh, bahkan termasuk dosa besar. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat itu mengetahui (dosa) yang dia pikul darinya, maka dia berdiri selama empat puluh (tahun) lebih baik daripada dia melewati di depannya. (Bukhari 1/584)
Hadits ini umum, baik orang yang shalat tersebut memakai sutrah atau tidak, shalat sunnah atau wajib, di bangunan atau tanah lapang, di Makkah atau di luar Makkah. Hendaknya hal ini diperhatikan dan tidak disepelekan!
Adapun melewati makmum yang sedang shalat berjama’ah bersama imam, maka hukumnya boleh berdasarkan hadits Ibnu Abbas. Namun sekalipun demikian, apabila seseorang mendapatkan peluang untuk tidak melewati maka itu lebih baik, karena sedikit banyak hal itu pasti mengganggu kekhusyukan orang shalat. *Lihat Syarh Al-Mumti’ 3/279, Ibnu Utsaimin*
Demikianlah beberapa masalah tentang sutrah. Kita berdo’a kepada Allah agar menjadikan kita semua termasuk hambahamba-Nya yang ikhlas dan menghidupkan sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallamserta meneguhkan kita di atasnya hingga kita bertemu dengan-Nya besok di hari akhirat.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Komentar