top of page

5 MASALAH PENTING SEPUTAR SHALAT (12)

Diperbarui: 9 Mar 2021


ree

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

Dipublish: Moeslim Book Central



2. JAMA’ SHALAT

Termasuk kesempurnaan rahmat Allah Subhanahu wa ta'ala bagi seorang musafir adalah mereka diberi keringanan untuk menjama’ dua shalat di salah satu waktunya jika ada hajat/kebutuhan. Ibnu Abbas Radiallahu 'anhu berkata: Apabila dalam perjalanan Rasulullah menjama’ shalat zhuhur dan ashar serta maghrib dan isya’. *HR. Bukhari 1107, Muslim 704*


Imam asy-Syafi’i Rahimahullah berkata: “Boleh menjama’ shalat zhuhur dan ashar di salah satu waktu keduanya sesuai kehendaknya. Demikian pula shalat maghrib dan isya, baik safarnya jauh atau dekat. *Syarah Shahih Muslim 6/331 *


Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan: “Boleh menjama antara zhuhur dan ashar serta maghrib dan isya pada salah satu waktu keduanya”. *al-Muqni’ 5/84*


Bahkan jika memang ada sebab yang menuntut untuk jama’ maka hukumnya sunnah untuk melakukan jama’ sebab itu termasuk rukhsoh (keringan) dari Allah, sedangkan Allah senang jika keringanannya diterima. Dan juga untuk mengikuti Nabi karena beliau menjama’ jika ada tuntutan untuk menjama’.


Adapun jika tidak ada kebutuhan untuk menjama’ maka hukum asalnya bahwa shalat dilakukan sesuai dengan waktunya masing-masing sebagaimana praktek Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Jadi kaidahnya kalau qoshor itu berkaitan dengan safar tetapi kalau jama’ berkaitan dengan kebutuhan. *Syarh Mumti’ 3/386 oleh Ibnu Utsaimin dan Fiqhu Dalil 2/149-150 oleh Syaikh Abdullah al-Fauzan.*


Shalat yang boleh dijama’ hanya antara shalat zhuhur dan ashar serta shalat maghrib dan isya. Adapun shalat shubuh tidak boleh dijama’ dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya, demikian pula tidak boleh menjama’ shalat ashar dengan maghrib.


Anas Radiallahu 'anhu berkata: Adalah Nabi apabila berangkat sebelum matahari tergelincir beliau mengakhirkan shalat zhuhur hingga ashar kemudian menjama keduanya. Apabila beliau berangkat setelah zhuhur beliau shalat zhuhur kemudian baru berangkat. *HR. Bukhari 1111, Muslim 704*


Adapun tata cara menjama shalat adalah menggabungkan dua shalat dalam salah satu waktu baik diakhirkan atau dikedepankan *Adapun mana yang lebih afdhol antara jama’ taqdim dan ta’khir? Masalah ini ada perselisihan di kalangan ulama, namun pendapat yang paling kuat adalah mana yang lebih mudah bagi seseorang dengan kondisinya sebab Allah menginginkan kemudahan kepada hamba-Nya dan tidak menginginkan kesusahan.*. Misalnya, shalat zhuhur dan ashar di jama’ (digabung) dikerjakan pada waktu zhuhur, atau pada waktu ashar, keduanya boleh. Hendaklah adzan untuk satu kali shalat dan iqomah pada setiap shalat. Yaitu satu kali adzan cukup untuk zhuhur dan ashar dan iqomah setiap shalat. *HR. Bukhari 629*


3. SHALAT BERJAMAAH

Shalat berjama’ah tetap disyariatkan ketika safar. Bahkan para ulama mengatakan bahwa hukum shalat berjama’ah tidak berubah baik ketika safar maupun mukim. Berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:


1. Al-Qur’an

Allah Azza wa jalla berfirman: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata. (QS. an-Nisa: 102)


Dalam ayat ini Allah Subhanau wa ta'ala memerintahkan Nabi-Nya apabila mereka sedang berjihad untuk menegakkan shalat secara berjama’ah, dan sudah kita ketahui bersama bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidaklah berperang kecuali ketika safar, maka shalat berjama’ah tetap wajib baik ketika safar atau mukim.


2. Sunnah

Terus menerusnya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam shalat berjama’ah ketika safar, sebagaimana kisah tertidurnya beliau bersama para sahabatnya ketika safar hingga lewat waktu shubuh. *HR. Muslim 681*


Sedangkan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat. *HR.Bukhari 631. Lihat Syarah al-Mumti’ 4/141*


4. SHALAT DI ATAS KENDARAAN

Pada asalnya, shalat wajib tidak boleh ditunaikan di atas kendaraan, hendaklah turun dari kendaraan sebagaimana perbuatan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, terkecuali dalam keadaan terpaksa seperti khawatir habisnya waktu shalat. Jabir bin Abdullah Radiallahu 'anhu mengatakan: Adalah Nabi shalat diatas kendaraannya ke arah timur. Apabila beliau hendak shalat wajib maka beliau turun dari kendaraan kemudian menghadap kiblat. *HR.Bukhari 1099 *


Adapun tata cara shalat di atas kendaraan (baik itu pesawat, bus, kereta, kapal laut) adalah sebagai berikut:


1. Hendaklah shalat dengan berdiri menghadap kiblat apabila mampu, apabila tidak maka shalatlah dengan duduk. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang shalat di atas perahu, beliau menjawab: Shalatlah dengan berdiri, kecuali apabila kamu takut tenggelam. *HR.Hakim 1/275, Daroquthni 1/395, Baihaqi dalam sunan kubra 3/155. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Ashlu Sifat Shalat Nabi 1/101*


Syaikh al-Albani Rahimahullah mengatakan: “Hukum shalat di atas pesawat *Lihat hukum fiqih pesawat dalam Ahkamu Thairah oleh Dr. Hasan bin Salim al-Buraiki dan al-Ijabah as-Shadirah Fi Shihhatis Shalat Fi Thaairah, oleh al-Allamah Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi, tahqiq Dr. Ahmad ath-Thoyyar* seperti shalat diatas perahu *Lihat hukum shalat di atas perahu dalam risalah Ad-Durar Ats-Tsaminah fi Hukmis Shalat ‘ala Safinah oleh Ahmad al-Hamawi, tahqiq Masyhur Hasan*, hendaklah shalat dengan berdiri apabila mampu, jika tidak maka shalatlah dengan duduk dan berisyarat ketika ruku’ dan sujud”. *Ashlu Sifat Shalat Nabi 1/102*


2. Berusahalah untuk tetap shalat berjama’ah, apabila dalam kendaraan ada ruang yang bisa digunakan shalat berjama’ah maka lakukanlah walaupun hanya dua orang. Bila tidak maka shalatlah berjama’ah dengan duduk.


3. Kerjakan shalat seperti biasa, niat dalam hati, takbiratul ihram, membaca doa iftitah, membaca surat Al-Fatihah, kemudian membaca surat al-Qur’an, lalu ruku’, bangkit dari ruku’, kemudian sujud. Bila tidak mampu ruku’ maka cukup dengan menganggukkan kepala dan engkau dalam keadaan berdiri. Bila tidak mampu sujud maka cukup dengan duduk seraya menundukkan kepala. Apabila shalatnya dikerjakan dalam keadaan duduk, maka ketika ruku dan sujud cukup dengan menganggukan kepala dan jadikan anggukan untuk sujud lebih rendah *Majmu Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 15/250 dan I’lamul Musafirin hlm. 45-46 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin.*


Demikianlah beberapa pembahasan penting seputar fiqih shalat bagi musafir. Semoga paparan singkat ini memberikan pencerahan dan tambahan ilmu bagi kita semua. Amiin.



Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

ree

Postingan Terakhir

Lihat Semua
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (8)

Jihad Melawan Perdukunan Merupakan tugas bagi setiap kita semua untuk bersama-sama berjuang membasmi segala praktek perdukunan, sihir dan...

 
 
 
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (7)

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi Dipublish: Moeslim Book Central Hukum Mendatangi Dukun Sungguh sangat disayangkan,...

 
 
 
JIHAD MELAWAN PERDUKUNAN (6)

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi Dipublish: Moeslim Book Central 4. Keempat: Menjadi musuh dan selalu dicurigai...

 
 
 

Komentar


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page