PANDUAN LENGKAP PUASA RAMADHAN Menurut al-Qur’an dan Sunnah (52)
- Muhammad Basyaib
- 15 Apr 2021
- 3 menit membaca
Penulis: Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman,
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dipublish: Moeslim Book Central
G. Akhlak yang Baik
Puasa tidak hanya menahan makan dan minum semata. Akan tetapi, lebih dari itu, yaitu menahan anggota badan dari bermaksiat kepada Allah. Menahan mata dari melihat yang haram, menjauhkan telinga dari mendengar yang haram, menahan lisan dari mencaci dan menggunjing (ghibah), menjaga kaki untuk tidak melangkah ke tempat maksiat. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya serta kebodohan, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.” *HR. Bukhari 4/103 dan Muslim No. 1151*
Dari sinilah kita mengetahui hikmah yang mendalam dari disyari’atkannya puasa. Andaikan kita terlatih dengan pendidikan yang agung ini, niscaya Ramadhan akan berlalu sedangkan manusia berada dalam akhlak yang agung.
H. Pendidikan Anak
Dalam sebuah hadits *HR. Bukhari No. 1960 dan Muslim No. 1136* diceritakan bahwa para wanita sahabat menyuruh anak-anak mereka berpuasa, lalu apabila ada seorang anak yang menangis minta makan maka dibuatkan mainan sehingga lupa hingga datang waktu berbuka. Demikianlah hendaknya orang tua, mendidik anak-anak mereka dalam ibadah dan ketaatan kepada Allah. Ingatlah wahai kaum muslimin dan muslimat, anak merupakan anugerah dan nikmat dari Allah sekaligus amanat dan titipan Allah pada pundak kita yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah. “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” *HR. Bukhari No. 893 dan Muslim No. 1829*
Marilah kita didik anak kita dengan keimanan, ibadah, dan ketaatan serta hindarkan mereka dari teman-teman jelek yang kerap kali meracuni anak-anak kita. Hal ini lebih ditekankan lagi pada zaman ini di mana pergaulan, pengaruh, dan polusi-polusi kesucian anak begitu semarak mencari mangsanya sehingga sedikit sekali yang selamat darinya. Lihatlah, mana anak-anak muda sekarang yang aktif dimasjid?! Mana anak-anak muda sekarang yang siap menjadi imam shalat dan khatib Jum’at?!! I.
I. Berjuang Melawan Hawa Nafsu
Dalam puasa, seorang muslim dituntut untuk melawan hawa nafsunya, dia harus sabar menahan rasa lapar dan dahaga serta keinginan bersanggama yang sangat disenangi oleh nafsu manusia. Dia lawan kemauan hawa nafsu tersebut untuk mendapatkan ridha dan kecintaan Allah.
Demikianlah hendaknya setiap kita wahai kaum muslimin harus lebih mengedepankan cinta Allah daripada kemauan hawa nafsu yang mengajak kepada kemaksiatan. Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. (QS. Yusuf [12]: 53)
Maka siapa di antara kita yang terjerumus dalam dosa maka hendaknya dia berjuang melawan hawa nafsunya agar ia meraih kecintaan Allah.
J. Konsisten/Terus di Atas Ketaatan
Ibadah puasa mengajarkan kepada kita untuk tetap konsisten dalam ketaatan. Oleh karena itu, perhatikanlah hadits berikut: Dari Aisyah Radiallahu 'anha berkata: “Adalah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam apabila memasuki sepuluh akhir bulan Ramadhan beliau bersungguh-sungguh ibadah, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” *HR. Bukhari No. 2024 dan Muslim No. 1174*
Demikianlah suri teladan kita, justru lebih bersungguh-sungguh di akhir Ramadhan, bukan terbalik seperti kebanyakan di antara kita, di awal Ramadhan kita semangat tetapi di akhir-akhir Ramadhan sibuk dengan baju baru, kue lebaran, dan hiasan rumah.
Jadi, sekalipun Ramadhan sudah berlalu meninggalkan kita bukan berarti telah terputus amal ibadah sampai di sana saja, tetapi masih terbuka lebar pintu-pintu kebaikan lainnya setelah Ramadhan hingga ajal menjemput kita. Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS. al-Hijr [15]: 99)
Bila di bulan Ramadhan ada shalat tarawih maka ingatlah bahwa di sana masih ada shalat malam. Bila di bulan Ramadhan kita berpuasa ingatlah bahwa di sana ada puasa-puasa sunnah seperti Senin Kamis, puasa Dawud, dan sebagainya, bahkan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan agar kita mengiringi Ramadhan dengan puasa enam hari Syawal. Beliau bersabda: “Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa satu tahun penuh.” *HR. Muslim No. 1164. Lihat pembelaan dan penjelasan hadits ini dalam Raf’ul Isykal ’an Hadits Siti min Syawwal oleh al-’Alai dan buku kami Ensiklopedi Amalan Sunnah di Bulan Hijriyyah, terbitan Darul Ilmi, Bogor.*
Demikian pula ibadah-ibadah lainnya seperti sedekah, membaca al-Qur'an, berdo’a, dan sebagainya, hendaknya tetap kita lakukan sekalipun sudah selesai Ramadhan.
Jangan lupa dukung kami dengan cara share & like atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRAL
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
Kommentare