top of page

HALAL HARAM MAKANAN

Diperbarui: 8 Jan 2021


ree

Judul Buku: Halal Haram Makanan

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi

Desain & Layout: Azwar Anas

Dipublish: Moeslim Book Central


Makanan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Hubungan antara keduanya dalam kehidupan sehari-hari erat sekali tak bisa dipisahkan. Sebagai agama sempurna/paripurna, Islam telah menata undang-undang makanan dengan begitu rapi. Sudah barang tentu, semua itu demi kemaslahatan umatnya.

Telah dimaklumi bahwa makanan mempunyai pengaruh yang dominan bagi diri orang yang memakannya. Artinya, makanan yang halal, bersih, dan baik akan membentuk jiwa yang suci dan jasmani yang sehat. Sebaliknya, makanan yang haram akan membentuk jiwa yang keji dan hewani. Oleh karena itu, Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan yang haram.


Dari sahabat yang mulia Abu Hurairah Rhadiallahu 'anhu, beliau berkata: ā€œRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:


ā€˜Sesungguhnya Allah itu Thayyib (Mahabaik), Dia tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman: ā€œHai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaIih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakanā€. {QS al-Mu’minÅ«n (23):51}. Dan firman-Nya yang lain: ā€œHai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamuā€. {QS al-Baqarah (2):172}.’ Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang berdoā€˜a, sedang ia telah melaksanakan perjalanan jauh (hingga) rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit (seraya memanjatkan doā€˜a): ā€˜Yaa Rabbi! Yaa Rabbi!’, sedangkan makanannya haram, pakaiannya haram, minumannya haram, dan tumbuh dari hal-hal yang haram, lantas bagaimana mungkin akan diterima doā€˜anya.ā€

*. Pengaruh makanan pada pribadi manusia, baik dan tidaknya mereka, terkabulnya doā€˜a, dan sebagainya.*


DEFINISI MAKANAN

Makanan dalam bahasa Arab disebut attha'aamu yaitu gandum dan setiap apa yang dimakan.

*Al-Qāmūsh al-Muhīth, al-Fairuz Abadi (4:144)*


Sebagian ahli bahasa, *TahdzÄ«bul-ā€˜Asmā’ wal-Lughāt, an-Nawawi (2:186)* menyebutkan bahwa makanan mencakup setiap yang dimakan dan yang diminum juga, dengan dalil firman Allah:

Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: ā€œSesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya maka dia dia adalah pengikutku, kecuali menciduk seciduk tangan. {QS al-Baqarah (2):249}.


Al-Qurthubi berkata: ā€œAyat ini menunjukkan bahwa air juga termasuk makanan.ā€

*Al-Jāmiā€˜ Li Ahkāmil-Qur’ān (3:165)*


Juga sabda Nabi Muhammad Shallalahu 'alaihi wa sallam tentang air zamzam:

ā€œSesungguhnya zamzam itu berbarokah (memiliki berkah) dan merupakan makanan pokok.ā€

*HR Muslim (6513)*


Jadi, istilah makanan memang lebih sering berarti ā€œmakananā€; akan tetapi, kadang-kadang bisa bermakna ā€œminumanā€ pula.

*Al-Athā€˜imah, Shalih ibn Fauzan al-Fauzan (hlm. 25–26)*


MAKANAN HUKUM ASALNYA HALAL

Ketahuilah wahai saudaraku seiman -semoga Allah merahmatimu (mengasihimu)- bahwa asal hukum segala jenis makanan baik dari hewan, tumbuhan, laut maupun daratan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.


Allah berfirman:

Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. {QS al-Baqarah (2):29}


Allah juga berfirman:

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. {QS al-Baqarah (2):168}.


Al-Imam asy-Syafiā€˜i berkata: "Asal hukum makanan dan minuman adalah halal kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dalam Qur’an-Nya atau melalui lisan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam, karena apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam sama halnya dengan pengharaman Allah.ā€

*Al-Umm (2:213)*


Tidak boleh seorang pun mengharamkan suatu makanan, kecuali berlandaskan dalil dari al-Qur’an dan hadits yang shahih. Apabila seseorang mengharamkan tanpa dalil maka dia telah membuat kedustaan terhadap Allah, Rabb alam semesta.

Firman-Nya:

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebutsebut oleh lidahmu secara dusta ā€œini halal dan ini haramā€, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. {QS an-Nahl (16):116}.


Katakanlah: ā€œSiapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?ā€ Katakanlah: ā€œSemuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari Kiamat.ā€ Demikianlah Kami menjelaskan ayatayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. {QS al-Aā€˜rāf (7):32}.


Katakanlah: ā€œTerangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.ā€ Katakanlah: ā€œApakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah.ā€ {QS YÅ«nus (10):59}.


MAKANAN HARAM HANYA EMPAT ?

Sebagian kalangan berpendapat bahwa makanan yang haram itu hanyalah empat saja, dengan berdalil firman Allah Azza wa jalla:

Katakanlah: ā€œTiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepada-Ku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.ā€ {QS al-Anā€˜Äm (6):145}.


Namun, anggapan ini sangat lemah ditinjau dari beberapa segi berikut:


Pertama: Anggapan ini batil dengan kesepakatan ulama. Asy-Syaikh al-Allamah asy-Syinqithi mengatakan: ā€œKetahuilah bahwa anggapan tidak ada yang diharamkan selain hanya empat perkara yang tersebut dalam ayat ini merupakan anggapan batil dengan kesepakatan seluruh kaum muslimin, sebab seluruh kaum muslimin telah bersepakat dengan bimbingan alQur’an dan hadits akan haramnya khamar. Hal ini merupakan dalil yang kuat akan haramnya selain empat perkara yang tersebut dalam ayat ini. Barang siapa mengatakan bahwa khamar hukumnya halal berdasarkan ayat ini maka dia kafir tanpa perselisihan di kalangan ulama.ā€

*Adhwā’ul-Bayān (2:221)*


Al-Imam al-Qurthubi juga berkata: ā€œHal yang menguatkan pendapat ini adalah ijmÄā€˜ (kesepakatan ulama) akan haramnya makan kotoran, kencing, binatang-binatang menjijikkan, dan khamar padahal semua itu tidak tersebut dalam ayat ini.ā€

*Al-Jāmiā€˜ Li Ahkāmil-Qur’ān (7:118–119)*


Kedua: Tidak ada kontradiksi antara ayat dengan hadits. Terdapat beragam jawaban para ulama dalam menjawab ayat di atas, tetapi yang terbagus bahwa pada saat turunnya ayat tersebut memang hanya empat perkara tersebut yang diharamkan, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan adanya pengharaman setelahnya yang harus diterima. Berikut ini komentar para ulama yang menguatkan jawaban ini:


Ibnu ā€˜Abdil-Barr berkata: ā€œMayoritas ahli ilmu dari ahli hadits dan selainnya mengatakan bahwa ayat ini adalah muhkam tidak terhapus hukumnya. Dan setiap yang diharamkan oleh Rasulullah n ditambahkan padanya, karena itu adalah tambahan hukum dari Allah melalui lisan Rasul-Nya, sedangkan tidak ada bedanya antara apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya dan apa yang Dia haramkan melalui lisan Rasul-Nya,

berdasarkan firman Allah:

Barang siapa menaati Rasul maka sesungguhnya ia telah menaati Allah. {QS an-Nisā’ (4):80}


Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah. {QS al-

Ahzāb (33):34}


Ahli ilmu mengatakan yakni al-Qur’an dan as-Sunnah.11 Dalam ayat ini tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa perkara haram hanya terbatas pada empat perkara tersebut saja; yang ada hanyalah perintah Allah kepada Rasul-Nya agar beliau mengabarkan kepada para hamba-Nya bahwa beliau tidak menjumpai dalam al-Qur’an makanan atau minuman yang ditegaskan keharamannya kecuali apa yang tersebut dalam ayat ini. Hal ini tidak menutup kemungkinan kalau Allah mengharamkan dalam kitab-Nya setelah itu atau melalui lisan Rasul-Nya perkara-perkara lain selain yang tersebut dalam ayat iniā€¦ā€

*At-TamhÄ«d (1:145–146)*


An-Nawawi berkata: ā€œPara sahabat kami (Syafi’iyah) berdalil dengan hadits-hadits ini seraya mengatakan: Ayat di atas hanyalah menunjukkan bahwa beliau tidak mendapati waktu itu sesuatu yang diharamkan kecuali hanya empat perkara tersebut, kemudian setelah itu diwahyukan kepada beliau haramnya binatang buas yang bertaring, sehingga wajib diterima dan diamalkan konsekuensinya.ā€

*Syarh ShahÄ«h Muslim (3:82–83)*


Asy-Syinqithi berkata: ā€œPendapat terkuat yang didukung oleh dalil adalah pendapat mayoritas ulama yang menyatakan bahwa setiap perkara yang ditegaskan keharamannya berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah maka hukumnya adalah haram yang ditambahkan pada empat perkara tersebut. Hal ini tidak bertentangan sama sekali dengan al-Qur’an, karena perkara-perkara haram ini ditambahkan pada empat perkara tersebut setelahnya.ā€ Beliau melanjutkan penjelasannya: ā€œSewaktu turunnya ayat tersebut, tidak ada yang diharamkan kecuali empat perkara saja. Namun, apabila muncul pengharaman baru lainnya maka hal itu tidaklah bertentangan dengan pembatasan pertama karena yang ini datang setelahnya. Inilah pendapat terkuat dalam masalah ini Insyaallah.ā€

*Adhwā’ul-Bayān (2:224). Lihat pula ar-Risālah al-Imam asy-Syafiā€˜i (hlm. 206–208), al-QawÄā€˜id an-NÅ«ranÄ«yah Ibnu Taimiyah (hlm. 23–25), Zādul-Maā€˜Äd Ibnul-Qayyim (3:304), Nailul-Authār (10:42) dan Fathul-QadÄ«r (2:172) asySyaukani, Subulus-Salām ash-Shanā€˜ani (7:279).*


Ketiga: Berdalil dengan ayat ini bisa dikatakan benar dalam hal-hal yang belum ditegaskan keharamannya dalam alQur’an dan hadits, sedangkan binatang buas telah shahih dalil yang menegaskan keharamannya. Maka ketegasan ini harus lebih didahulukan daripada keumuman ayat di atas.

*Fathul-Bārī Ibnu Hajar (9:655), Nailul-Authār asy-Syaukani (8:118)*


Keempat: Ayat ini mencakup seluruh makanan yang diharamkan, sebagiannya dengan ketegasan nash, dan sebagiannya secara makna dan keumuman lafazh. Sebab, dalam ayat tersebut Allah menegaskan bahwa Dia mengharamkan hal-hal tersebut karena barang-barang tersebut adalah ā€œkotorā€. Hal ini merupakan sifat yang mencakup seluruh perkara haram, sebab semua yang haram itu adalah kotor yang diharamkan oleh Allah kepada hamba-Nya sebagai penjagaan dan kemuliaan bagi mereka. Adapun perincian perkara yang haram diambil dari hadits, karena hadits merupakan penjelas al-Qur’an.ā€

*TaisÄ«r KarÄ«m Rahmān, as-Saā€˜di (1:228)*


MACAM-MACAM MAKANAN

Makanan manusia terbagi menjadi dua bagian:

Pertama: Makanan bukan hewan, baik tumbuhan, buah-buahan, padat maupun cair


Kedua: Makanan dari jenis hewan, hal ini terbagi menjadi tiga macam:

1. Hewan darat, yaitu hewan yang hanya hidup di darat.

2. Hewan laut/air, yaitu hewan yang hanya hidup di air.

3. Hewan darat laut, yaitu hewan yang bisa hidup di dua alam, yakni darat dan air.

*Lihat al-Athā€˜imah, Shalih al-Fauzan (hlm. 33–34)!*


BEBERAPA SEBAB HARAMNYA MAKANAN

Sesungguhnya syariā€˜at Islam yang mulia ini sangat indah sekali, segala hukum-hukumnya dibangun di atas hikmah dan kemaslahatan, hanya saja kadang kita mengetahuinya,

*Mengetahui hikmah suatu syariā€˜at memiliki beberapa manfaat:

1. Mengetahui ketinggian syariā€˜at Islam

2. Bisa diqiyaskan kepada hal lain yang semakna

3. Lebih menenteramkan seorang dengan hukum

4. Penyemangat untuk menjalankan hukum syariā€˜at

5. Bisa memberikan kepuasan kepada orang lain

6. Memberikan kekuatan ilmu yang matang

7. Menampakkan makna salah satu nama Allah yaitu al-HakÄ«m. {Lihat Syarh ManzhÅ«mah UshÅ«lil-Fiqh wa QawÄā€˜iduhu, Ibnu ā€˜Utsaimin (hlm. 77–79)!}.*

dan kadang juga kita tidak mengetahuinya, karena memang para hamba tidak ada kewajiban untuk mengetahui perincian hikmah Allah, namun cukup bagi mereka untuk hanya iman, ilmu secara umum, dan pasrah sepenuhnya, sebab mengetahui perincian hikmah adalah sesuatu yang di luar batas kemampuan akal manusia.

*Lihat Minhājus-Sunnah Ibnu Taimiyah (1:177, 191)!}.*


Ada beberapa sebab di balik pengharaman Allah terhadap beberapa makanan yang bukan hewan, di antaranya:

*Lihat al-MausÅ«ā€˜ah al-FiqhÄ«yah (5:125–127) dan MafhÅ«m al-GhidzÄā€˜il-Halāl Dr. Saā€˜ad asy-Syaysri (hlm. 15–21)!*

1. Berbahaya

Syariā€˜at Islam mengharamkan kepada pemeluknya untuk tidak membahayakan diri sendiri ataupun orang lain. Dalam sebuah hadits, Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ā€œTidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain.ā€

*Hadits ini diriwayatkan dari banyak sahabat-Nabi. Lihat takhrijnya secara luas dalam Irwā’ul-GhalÄ«l oleh al-Albani (no. 596)!*


Ada beberapa gambaran membahayakan dalam soal makanan:

a. Makan melebihi batas, di samping berbahaya juga pemborosan yang dilarang agama.

Firman Allah Azza wa jalla:

Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. {QS al-Aā€˜rāf (7):31}


b. Minum racun

Firman Allah Azza wa jalla:

Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. {QS an-Nisā’ (4):29}


Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ā€œBarang siapa minum racun lalu mati, maka racunnya akan berada di tangannya, dia akan meneguknya (pada hari Kiamat) di Neraka Jahannam dan dia kekal di dalamnya selama-lamanya.ā€

*HR al-Bukhari (5778) & Muslim (109)*


c. Makan/minum barang-barang yang diketahui berbahaya melalui penelitian, pengalaman atau petuah dokter tepercaya.

Namun, perlu diingat, bahwa maksud bahaya di sini apabila memang biasanya seperti itu. Adapun bila bersifat hanya kadang-kadang atau hanya suatu ketika saja, maka hal ini tidak menjadikannya haram.


2. Najis

Semua perkara yang najis haram dimakan. Misalnya: bangkai, darah haid, kotoran manusia, air kencing, dan sebagainya. Ada sebuah kaidah berharga tentang masalah ini yaitu ā€œsemua benda najis pasti haram, tetapi sesuatu yang haram belum tentu najisā€. Bangkai, misalnya, hukumnya haram karena bangkai adalah najis; akan tetapi, ganja tidak najis walaupun haram.

*Lihat Subulus-Salām, ash-Shanā€˜ani (1:76)!*


3. Memabukkan

Syariā€˜at Islam dengan tegas telah mengharamkan minuman khamar. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. {QS al-Mā’idah (5):90}.


Khamar adalah setiap makanan atau minuman yang memabukkan, baik dari benda padat atau benda cair, apa pun namanya.


Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar hukumnya haram.ā€

*HR Muslim (5336)*


Al-Imam an-Nawawi berkata: ā€œKhamar hukumnya haram berdasarkan al-Qur’an, hadits mutawatir, dan ijmaā€˜.ā€ *Raudhatuth-ThālibÄ«n (1769)* Akal sehat juga menguatkannya. Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: ā€œKetahuilah seandainya saja tidak ada dalil yang menegaskan bahwa minum khamar adalah haram, tentunya akal yang sehat akan menganggapnya buruk. Bagaimana tidak, bukankah khamar akan merusak akal seorang (yang mengonsumsinya) sehingga menjadikannya seperti binatang, bahkan lebih jelek dari binatang, di antara mereka ada yang (ketika mabuk) bermain-main dengan najis, air muntah, dan kotoran … Karena itu, banyak di antara orang-orang jahiliyah sebelum Islam yang mengharamkan khamar.ā€

*Risālah Fī Dzammil-Khamr (hlm. 281)*


4. Milik orang lain

Banyak sekali dalil-dalil syarā€˜i yang melarang memakan harta orang lain tanpa izin pemiliknya; baik dengan mencuri, merampas, menipu, dan sebagainya.

Allah berfiman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil. {QS an-Nisā’ (4):29}


MAKANAN HARAM DALAM AL-QUR'AN

Karena asal hukum makanan adalah halal, Allah tidak memerinci di dalam Qur’an-Nya satu per satu. Lain halnya dengan makanan haram, Allah telah memerinci secara detail dalam al-Qur’an atau melalui lisan Rasul-Nya n yang mulia. Allah berfirman:

Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. {QS al-Anā€˜Äm (6):119}.


Penjelasan terperinci tentang makanan haram, dapat kita temukan dalam Surat al-Mā’idah ayat 3 sebagai berikut:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. {QS al-Mā’idah (5):3}.


Dari ayat di atas dapat kita ketahui beberapa jenis makanan haram, yaitu:

1. Bangkai

Yaitu hewan yang mati bukan dengan cara syarā€˜i, baik karena mati sendiri atau karena sebab anak Adam tapi tanpa melalui cara yang syarā€˜i. Hukumnya jelas haram berdasarkan Al-Qur’an, hadits dan ijma. Dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga mengandung racun dan bakteri, dan ini sangat berbahaya bagi kesehatan.

*Tafsīr al-Manār, Muhammad Rasyid Ridha (6:134)*


Bangkai ada beberapa macam sebagai berikut:

a. Al-munkhaniqah yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja maupun tidak.

b. Al-mauqūdzah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.

c. Al-mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga meninggal.

d. An-nathīhah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.

*Lihat TafsÄ«r al-Qur’ān al-ā€˜AzhÄ«m oleh al-Imam Ibnu Katsir (3:22)!*


Termasuk yang dihukumi sebagai ā€œbangkaiā€ pula adalah potongan tubuh binatang yang masih hidup, seperti ekor kambing, punuk unta, telinga sapi, dan sebagainya berdasarkan hadits:

Dari Abu Waqid al-Laitsi berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam pernah datang ke Madinah. Di sana ada manusia yang amat suka dengan ekor kambing dan punuk unta sehingga mereka pun memotongnya. Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda: ā€œApa saja yang dipotong dari binatang sedang ia masih hidup, maka termasuk bangkai.ā€

*HR Ahmad (5:218), Abu Dawud (2858), at-Tirmidzi (1480), ad-Darimi (2:93), ad-Daraquthni (4:292), al-Hakim dalam al-Mustadrak (4:239), al-Baihaqi (9:245), Ibnul-Jarud dalam al-Muntaqā (876), dan dinilai hasan al-Albani dalam Ghāyatul-Marām (41).*


Para ulama juga telah bersepakat tentang najisnya hal ini.*Lihat al-MajmÅ«ā€˜ (2:580)!* Sementara itu, kaidahnya: sesuatu yang najis hukumnya haram dimakan.


Pengecualian:

Bangkai haram hukumnya. Namun demikian, ada yang dikecualikan, yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits:

Dari Ibnu ā€˜Umar Rhadiallahu 'anhu berkata: ā€œDihalalkan untuk kita dua bangkai dan

dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedangkan dua darah yaitu hati dan limpa.ā€

*Shahih. Diriwayatkan al-Imam Ahmad (2:97), asy-Syafiā€˜i dalam al-ā€˜Umm (2:197), Ibnu Majah (3314), ad-Daruquthni (hlm. 539–540), al-Baihaqi dalam Sunan KubrĆ” (1:254), al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (2803) dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam ash-ShahÄ«hah (1118) dan al-Misykāh (4132)*


Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda:

ā€œLaut itu suci airnya dan halal bangkainya.ā€

*Shahih. Diriwayatkan al-Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (1:22), asy-Syafiā€˜i dalam al-ā€˜Umm (1:16), Ahmad (2:237, 361, 392), Abu Dawud (83), at-Tirmidzi (69), an-Nasa’i (59), Ibnu Majah (386), ad-Darimi (735), Ibnu Khuzaimah (111), Ibnul-Jarud dalam al-MuntaqĆ” (43), al-Hakim dalam al-Mustadrak (505), al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (281). Dinilai shahih al-Imam al-Bukhari, at-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Mandah, al-Hakim, Ibnu Hazm, al-Baihaqi, Abdul-Haq, dan lain-lain sebagaimana diceritakan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam TahdzÄ«but-TahdzÄ«b (5:489). Lihat pula Irwā’ul-GhalÄ«l (9) dan ashShahÄ«hah (480) oleh al-Albani!*


Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata: ā€œDalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air. Alangkah bagusnya apa yang diriwayatkan dari Ibnu ā€˜Umar d tatkala beliau ditanya: ā€˜Apakah boleh saya memakan sesuatu yang terapung di atas air (laut)?’ Beliau menjawab: ā€˜Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya, sedangkan Rasulullah n bersabda: ā€œLaut itu suci airnya dan halal bangkainyaā€.’33 Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih.ā€

*Silsilah ash-ShahÄ«hah (no. 480). Lihat pula al-MuhallĆ” oleh Ibnu Hazm (6/60–65) dan Syarh ShahÄ«h Muslim oleh an-Nawawi (13:76)!*


2. Darah

Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya:

… atau darah yang mengalir… {QS al-Anā€˜Äm (6):145}.


Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu ā€˜Abbas Rhadiallahu 'anhu

dan Saā€˜id ibn Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyah dahulu apabila seorang di antara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan jenis apa saja kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini.35 Para ulama bersepakat tentang haramnya darah, tidak boleh dimakan dan tidak boleh dimanfaatkan.

*Tafsīr al-Qurthubī (2:221)*


Pengecualian:

Darah adalah haram. Namun demikian, terdapat pengecualian, yaitu:

1. Hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi.

2. Sisa-sisa darah yang menempel pada daging, tulang atau leher setelah disembelih.


Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: ā€œPendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satu pun dari kalangan ulama yang mengharamkannya.ā€

*MajmÅ«ā€˜ FatāwĆ”, Ibnu Taimiyah (21:522)*


3. Daging babi

Baik babi peliharaan maupun liar. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Ibnu Hazm dalam al-Fishāl (4:197) berkata tatkala menyebutkan salah seorang Muā€˜tazilah bernama Abu Ghifar: ā€œDia menganggap bahwa lemak babi dan otaknya adalah halal.ā€(!!) Ibnu Hazm berkomentar: ā€œIni adalah kekufuran yang nyata.ā€

*Lihat pula at-Tibyān Limā Yahillu wa Yahrumu Minal-Hayawān, Ahmad alAqfahisi (hlm. 84)!*

Maka apa yang dikatakan oleh sebagian kalangan bahwa Dawud azhZhahiri mengharamkan daging babi saja, adapun selain daging hukumnya boleh, ucapan ini perlu dikoreksi ulang, sebab Ibnu Hazm sendiri dalam kitabnya al-MuhallĆ” (7:390–430) menukil ijmÄā€˜ tentang haramnya semua bagian babi, padahal beliau adalah orang yang mengerti tentang madzhab Dawud. Seandainya saja beliau menyelisihi, niscaya beliau akan membantahnya dengan perselisihan Dawud!!


Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur’an, hadits, dan ijmaā€˜ ulama. Al-Imam adz-Dzahabi berkata: ā€œSaya tidak mengira akan ada seorang muslim yang dengan sengaja makan babi, karena yang memakan babi hanyalah orang-orang zindiq Jabaliyah dan Tayaminah yang keluar dari Islam. Dalam hati orang-orang yang beriman, makan babi lebih besar dosanya daripada minum khamar.ā€

*Al-Kabā’ir (hlm. 267–269)*


Hikmah pengharamannya karena babi memiliki beberapa sifat berikut:


1. Babi adalah hewan yang sangat menjijikkan. Makanan kesukaan hewan ini adalah barang-barang yang najis dan kotor.

*Penulis merasa takjub dengan ucapan Ibnul-Qayyim al-Jauziyah tatkala menjelaskan kemiripan antara sifat hewan babi dengan kelompok Rafidhah, beliau berkata: ā€œSesungguhnya babi adalah hewan yang paling kotor dan jelek tabiatnya. Salah satu sifatnya, dia meninggalkan makanan yang baik, tetapi malah makan yang kotor, seorang yang baru saja bangkit dari buang air besar langsung akan diserbunya. Perhatikanlah hal ini pada kaum Rafidhah, mereka malah memusuhi makhluk yang terbaik, para kekasih Allah, namun mereka justru loyal kepada kaum yahudi, nashara, dan musyrikin dan membantu mereka dalam setiap waktu untuk memerangi kaum mukminin yang cinta kepada para sahabat-Nabi. Perhatikanlah, alangkah miripnya dua sifat ini.ā€ {Lihat Miftāh Dār as-Saā€˜Ädah (1:253)!}*

2. Daging babi mengandung satu virus tunggal yang dapat mematikan dan mengandung penyakit ganas yang sulit didapati obatnya bagi pemakan daging babi sebagaimana terbukti oleh riset kedokteran.

*Seorang dokter hewan bernama Ahmad Jawwad mengupas masalah ini secara terperinci dalam bukunya al-KhinzÄ«r Baina MÄ«zāni Syarā€˜Ä« wa Minzhāril- ā€˜Ilmi (Terj.: Babi Antara Timbangan Syariā€˜at dan Ilmu Kedokteran). Lihat pula TafsÄ«r al-Manār (2:98, 6:135–136), FÄ« Zhilālil-Qur’ān Sayyid Quthb[!] (1:156), RÅ«huddÄ«n al-IslāmÄ« ā€˜Afif Thabarah (hlm. 437–438), al-Athā€˜imah Shalih alFauzan (hlm. 216–218)!*

3. Salah satu sifat hewan babi adalah tinggi syahwat, sehingga babi jantan menaiki babi betina padahal dia sedang makan rumput, bahkan sekalipun si betina telah berjalan beberapa meter, si jantan akan terus menumpanginya!!*Hayātul-Hayawān, ad-Damiri (1:424)* Karena itu, penelitian telah menyibak bahwa babi mempunyai pengaruh dan dampak negatif dalam masalah ā€˜iffah (kehormatan) dan kecemburuan sebagaimana kenyataan penduduk negeri yang biasa makan babi. Ilmu modern juga telah menyingkap akan adanya.

*Lihat penjelasan asy-Syaikh ā€˜Abdul-ā€˜Aziz ibn Baz dalam FatāwĆ” IslāmÄ«yah (3:394–395)! *


4. Sembelihan dengan selain nama Allah

Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhluk-Nya disembelih dengan nama-Nya yang mulia.

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah fisq (kefasikan). {QS alAnā€˜Äm (6):121}

Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, thaghut, berhala, dan sebagainya, maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.


5. Sembelihan untuk selain Allah

Sembelihan yang diperuntukkan pada selain Allah baik kepada patung, batu, laut, wali atau siapa pun selain Allah maka sembelihannya adalah haram. ā€œDemikian juga menyembelih untuk ahli kubur sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang jahil (bodoh), ini merupakan syirik yang nyata dan memakan sembelihannya adalah haramā€.

* Ahkāmul-Janā’iz, al-Albani (hlm. 259)*


Allah berfirman:

Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. {QS al-Mā’idah (5):3}


6. Hewan yang diterkam binatang buas

Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala, atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudian mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dahulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta, sapi, dan sebagainya, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin.

Catatan:

Al-mauqÅ«zhah, al-munkhaniqah, al-mutaraddiyah, annathÄ«hah dan hewan yang diterkam binatang buas apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernapas kemudian disembelih secara syarā€˜i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.


MAKANAN YANG DIHARAMKAN DALAM SUNNAH

Sesungguhnya sunnah Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam yang shahih juga merupakan wahyu dari Allah. Karena itu, apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam juga berasal dari Allah, yang mengandung konsekuensi kita wajib untuk menerimanya pula. Berikut ini beberapa hewan yang diharamkan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau:


1. Binatang buas yang bertaring

Dari Abu Tsaā€˜labah al-Husyani Rhadiallahu 'anhu berkata: ā€œRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam melarang dari memakan setiap binatang buas yang bertaring.ā€

*HR al-Bukhari (5530, 5780, 5781) & Muslim (1936)*


Dan masih banyak lagi riwayat lainnya dari Ibnu ā€˜Abbas, Ma’di Yakrib, Jabir, ā€˜Ali ibn Abi Thalib, Khalid ibn Walid, al-Irbadh ibn Sariyah, Abu Umamah al-Bahili, ā€˜Ikrimah secara mursal. Bahkan hadits ini dihukumi mutawatir oleh sebagian ulama seperti ath-Thahawi *Syarh Maā€˜ÄnÄ« al-Ātsār (4:190) *, Ibnu ā€˜Abdil-Barr *At-TamhÄ«d (1:125)*, Ibnul-Qayyim *Iā€˜lāmul-Muwaqqiā€˜Ä«n (3:364)*, al-Kattani *Nazhmul-Mutanātsir (hlm. 161)*


Hadits-hadits ini menunjukkan secara tegas bahwa binatang buas hukumnya haram, bukan hanya makruh. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah keliru.

*Lihat pula at-TamhÄ«d oleh Ibnu ā€˜Abdil-Barr (1:140), Iā€˜lāmul-Muwaqqiā€˜Ä«n oleh Ibnul-Qayyim (3:356), Silsilah ash-ShahÄ«hah al-Albani (no. 476)!*


Ibnu Hubairah mengatakan: ā€œMereka (imam empat) bersepakat bahwa semua binatang buas bertaring yang menyerang selainnya, seperti singa, serigala, macan kumbang, macam tutul, semuanya hukumnya haram; kecuali (al-Imam) Malik, beliau hanya berpendapat makruh, tidak sampai haram.ā€ *Al-Ifshāh (1:457)*


Dan yang menjadi patokan keharaman binatang buas adalah apabila dia memiliki dua sifat: (1) memiliki gigi taring, (2) melawan dengan taringnya.


2. Burung yang berkuku tajam

Hal ini berdasarkan hadits:

Dari Ibnu ā€˜Abbas d berkata: ā€œRasulullah n melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.ā€ *HR Muslim (1934)*


Al-Imam al-Baghawi berkata: ā€œDemikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, burung elang, dan sejenisnya.ā€ *Syarhus-Sunnah (11:234)*


Al-Imam an-Nawawi berkata: ā€œDalam hadits ini terdapat dalil bagi madzhab Syafiā€˜i, Abu Hanifah, Ahmad, Dawud, dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.ā€ *Syarh ShahÄ«h Muslim (13:72–73)*


Hikmah larangan ini dan sebelumnya sangat jelas, karena makanan mempunyai pengaruh yang dominan bagi orang yang memakannya. Makanan yang halal dan bersih akan membentuk jiwa yang suci dan jasmani yang sehat. Sebaliknya, makanan yang haram akan membentuk jiwa yang keji dan hewani. Demikian juga, hikmah diharamkannya makan daging binatang buas yang bertaring dan burung berkuku tajam yaitu karena tabiat binatang-binatang tersebut adalah menyerang, sehingga apabila dimakan dagingnya oleh manusia maka akan menjadikan akhlak manusia terpengaruh dan menirunya. Tentu saja hal ini sangat membahayakan pada agamanya. Oleh karenanya, Allah mengharamkan hal itu.

*MajmÅ«ā€˜ FatāwĆ” Ibnu Taimiyah (20:523) & Madārijus-SālikÄ«n Ibnul-Qayyim (1:484)*


Al-Ustadz ath-Thabbarah mengatakan: ā€œNabi Shallalahu 'alaihi wa sallam mengharamkan makan binatang buas dan burung berkuku tajam, karena dagingnya keras dan baunya tidak enak sehingga tidak cocok untuk pencernaan manusia, karena akan sulit sekali dicerna.ā€ *TaudhÄ«hul-Ahkām, al-Bassam (6:8)*


3. Himar ahliyah (keledai jinak/piaraan)

Hal ini berdasarkan hadits:

Dari Jabir Rhadiallahu 'anhu, beliau berkata: ā€œRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam melarang pada Perang Khaibar dari (makan) daging khimar dan membolehkan daging kuda.ā€ *HR al-Bukhari (4219) & Muslim (1941)*


Dalam riwayat lain disebutkan:

ā€œPada Perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal, dan himar. Lalu Rasulullah n melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda.ā€

*Shahih. HR Abu Dawud (3789), an-Nasa’i (7:201), Ahmad (3:356), Ibnu Hibban (5272), al-Baihaqi (9:327), ad-Daruquthni (4:288–289), dan al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no. 2811).*


Dalam hadits di atas terdapat tiga masalah:

Pertama: Haramnya keledai jinak/piaraan. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabiā€˜in, dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama.

*Sailul-Jarrar oleh asy-Syaukani (4:99)*


Kedua: Haramnya bighal, yaitu hewan peranakan (kawin silang) antara kuda dan keledai. Hukumnya haram karena tercampur antara halal (kuda) dan haram (keledai), maka lebih diprioritaskan sisi keharamannya.


Ketiga: Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid ibn ā€˜Ali, asy-Syafiā€˜i, Ahmad, Ishaq ibn Rahawaih, dan mayoritas ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim dari ā€˜Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: ā€œSalafmu biasa memakannya (daging kuda).ā€ Ibnu Juraij berkata: ā€œApakah (yang Anda maksud ā€˜salaf’ adalah) sahabat Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam ?ā€ Jawabnya: ā€œYa.ā€

*Subulus-Salām oleh ash-Shanā€˜ani (4:146–147)*


4. Al-jallālah

Hal ini berdasarkan hadits: Dari Ibnu ā€˜Umar d, beliau berkata: ā€œRasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam melarang dari al-jallālah unta untuk dinaiki.ā€

*HR Abu Dawud (2558) dengan sanad shahih*


Dalam riwayat lain disebutkan: ā€œRasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam melarang dari memakan al-jallālah dan (meminum) susunya.ā€

*HR Abu Dawud (3785), at-Tirmidzi (1823), dan Ibnu Majah (3189)*


Dari ā€˜Amr ibn Syuā€˜aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: ā€œRasulullah n melarang dari keledai dan al-jallālah, menaiki dan memakan dagingnya.ā€

*HR Ahmad (2:219) dan dinilai hasan oleh al-Hafizh dalam Fathul-Bārī (9:648)*


Maksud al-jalallāh yaitu setiap hewan -baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua- yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manusia/hewan dan sejenisnya. *Fathul-Bārī (9:648)*


Al-Baghawi berkata: ā€œKemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai al-jallālah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka tidak termasuk kategori al-jallālah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya….ā€ *Syarhus-Sunnah (3:183)*


Hukum al-jallālah adalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafiā€˜iyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq al-ā€˜Id dari para fuqaha serta dinilai shahih oleh Abu Ishaq al-Marwazi, al-Qaffal, al-Juwaini, al-Baghawi, dan al-Ghazali.

*Lihat Fathul-Bārī oleh Ibnu Hajar (9:648)!*


Sebab diharamkannya al-jallālah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila sebab (pengaruh kotoran pada daging hewan) yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya halal secara yakin. Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan: ā€œUkuran waktu bolehnya memakan hewan al-jallālah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.ā€ *Fathul-BārÄ« (9:648)*

Pendapat ini dikuatkan oleh al-Imam asy-Syaukani *Nailul-Authār (7:464)* dan al-Albani *At-Taā€˜lÄ«qāt ar-RadhÄ«yah (3:32)*


5. Adh-dhabb

Adh-dhabb adalah hewan sejenis biawak yang hidup di padang pasir, bagi yang merasa jijik terhadapnya, Berdasarkan hadits: Dari ā€˜Abdurrahman ibn Syibl Rhadiallahu 'anhu berkata: ā€œRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam melarang dari makan adh-dhabb (hewan sejenis biawak yang hidup di padang pasir).ā€

*Hasan. HR Abu Dawud (3796), al-Fasawi dalam al-Maā€˜rifah wat-TārÄ«kh (2:318), al-Baihaqi (9:326); dinilai hasan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul-BārÄ« serta disetujui oleh al-Albani dalam ash-ShahÄ«hah (no. 2390)*


Benar, terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam al-Bukhari dan Muslim, dan selainnya, yang menjelaskan bolehnya makan adh-dhabb baik secara tegas sabda Nabi Shallalahu 'alihi wa sallam maupun taqrÄ«r (persetujuan) Nabi Shallalahu 'alihi wa sallam. Di antaranya: hadits ā€˜Abdullah ibn ā€˜Umar Rhadillahu 'anhu secara marfÅ«ā€˜ (sanadnya sampai kepada Nabi Shallalahu 'alihi wa sallam):


ā€œAdh-dhabb, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya.ā€

* HR al-Bukhari (5536) & Muslim (1943)*


Demikian pula hadits Ibnu ā€˜Abbas Rhadiallahu 'anhu dari Khalid ibn al-Walid Rhadiallahu 'anhu bahwa beliau pernah masuk bersama Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam ke rumah Maimunah Rhadiallahu 'anha. Di sana telah dihidangkan adh-dhabb panggang. Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam berkehendak untuk mengambilnya. Sebagian wanita berkata: ā€œKabarkanlah kepada Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam tentang daging yang hendak beliau makan!ā€ Lalu mereka pun berkata: ā€œWahai Rasulullah, ini adalah daging adh-dhabb.ā€ Serta-merta Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam mengangkat tangannya (tidak jadi memakannya). Aku bertanya: ā€œApakah daging ini haram, hai Rasulullah?ā€ Beliau menjawab: ā€œTidak, tetapi hewan ini tidak ada di kampung kaumku sehingga aku pun merasa tak enak memakannya.ā€ Khalid berkata: ā€œLantas aku mengambil dan memakannya, sedangkan Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam melihat.ā€ *HR al-Bukhari (5537) & Muslim (1946)*


Dua hadits ini -sekalipun lebih shahih dan lebih jelas- tidak bertentangan dengan hadits ā€˜Abdurrahman ibn Syibl Rhadiallahu 'anhu di atas atau melazimkan lemahnya, karena masih dapat dikompromikan di antara keduanya. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul-BārÄ« (9:666) menyatukannya bahwa larangan dalam hadits ā€˜Abdurrahman ibn Syibl tadi menunjukkan makruh bagi orang yang merasa jijik untuk memakan adh-dhabb. Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bolehnya adh-dhabb, maka ini bagi mereka yang tidak merasa jijik untuk memakannya. Dengan demikian, maka tidak melazimkan bahwa adh-dhabb hukumnya makruh secara mutlak.ā€

*Lihat pula ash-ShahÄ«hah oleh al-Albani (5:506) & al-MausÅ«ā€˜ah al-ManāhÄ« asySyarā€˜Ä«yah oleh Salim al-Hilali (3:118)!*


6. Hewan yang diperintahkan agama supaya dibunuh

Dari ā€˜A’isyah Rhadiallahu 'anha, beliau berkata: ā€œRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda: ā€˜Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, gagak, tikus, anjing hitam.’

*HR Muslim (1190) & al-Bukhari (1829) dengan lafazh ā€œkalajengkingā€ ganti dari ā€œularā€*


Al-Imam Ibnu Hazm mengatakan dalam al-MuhallĆ” (6:73- 74): ā€œSetiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallaam melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang tidak dimakan.ā€

*Lihat pula al-MughnÄ« oleh Ibnu Qudamah (13:323) & al-MajmÅ«ā€˜ Syarh alMuhadzdzab oleh an-Nawawi (9:23)! *


Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata: ā€œMakan daging ular dan kalajengking adalah haram menurut ijmaā€˜ ulama kaum muslimin.ā€ *MajmÅ«ā€˜ FatāwĆ” (11:609)*


Dari Ummu Syarik Rhadiallahu 'anha mengatakan bahwa Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak. *HR al-Bukhari (3359) & Muslim (2237)*


Al-Imam Ibnu ā€˜Abdil-Barr berkata: ā€œTokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya.ā€

*At-Tamhīd (6:129)*


7. Hewan yang dilarang untuk dibunuh

Dari Ibnu ā€˜Abbas Rhadiallahu 'anhu berkata: ā€œRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam melarang membunuh empat hewan: semut, tawon/lebah, burung hud-hud, dan burung shurad.ā€

*HR Ahmad (1:332, 347), Abu Dawud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7:463); dinilai shahih oleh al-Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam at-Talkhīsh (4:916).*


Al-Imam asy-Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: ā€œSetiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.ā€ *Lihat al-MajmÅ«ā€˜ oleh an-Nawawi (9:23)!*


Dari ā€˜Abdurrahman ibn ā€˜Utsman al-Qurasyi Rhadiallahu 'anhu, bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam melarang membunuhnya.

*HR Ahmad (3:453), Abu Dawud (5269), an-Nasa’i (4355), al-Hakim (4:410–411), al-Baihaqi (9:258, 318), dan dinilai shahih oleh Ibnu Hajar dan al-Albani*


Al-Khaththabi berkata: ā€œHadits ini menyatakan bahwa katak haram dimakan dan tidak termasuk binatang air yang boleh dimakan. Setiap yang dilarang dibunuh memiliki salah satu dari dua sebab: (1) karena kehormatan dirinya, seperti manusia; (2) karena dagingnya haram dimakan seperti burung shurad, hud-hud, dan sebagainya. Karena katak tidak memiliki kehormatan diri seperti manusia, ia dilarang dibunuh karena sebab kedua (yaitu karena dagingnya haram dimakan). Nabi n melarang menyembelih binatang kecuali untuk dimakan.ā€ *Maā€˜Älimus-Sunan (4:204)*


Ibnu ā€˜Umar Rhadiallahu 'anhu berkata: ā€œJanganlah kalian membunuh katak, karena bunyi yang dikeluarkan katak adalah merupakan tasbih.ā€

*Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Sunan KubrĆ” (9:318) dengan sanad shahih*


Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat alImam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzhab asy-Syafiā€˜i. Al-ā€˜Abdari menukil dari Abu Bakr ash-Shiddiq, ā€˜Umar, ā€˜Utsman, dan Ibnu ā€˜Abbas Rhadiallahu 'anhuma bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal, kecuali katak.

* Lihat pula al-MajmÅ«ā€˜ an-Nawawi (9:35), al-MughnÄ« Ibnu Qudamah (13:345), Adhwā’ul-Bayān asy-Syanqithi (1:59), ā€˜Aunul-Maā€˜bÅ«d ā€˜Azhim Abadi (14:121), dan TaudhÄ«hul-Ahkām al-Bassam (6:26)!*


Al-Imam Ahmad berkata: ā€œKatak tidak halal sebagai obat, karena Rasulullah n melarang untuk membunuhnya.ā€ Penulis al-Qanun *Mungkin maksud beliau adalah Ibnu Sina karena dia memiliki buku berjudul al-Qanun FÄ« ath-Thibb, dan buku ini memiliki syarah dan ringkasan yang banyak sekali, sebagaimana dalam Kasyfu ZhunÅ«n (2:1312)* berkata: ā€œBarang siapa makan darah katak atau dagingnya, maka badannya akan menjadi lemah, dan kulitnya menjadi pucat dan banyak mengeluarkan mani sehingga bisa membuatnya mati. Oleh karena itu, para dokter tidak menjadikannya sebagai obat karena khawatir bahayanya.ā€ *Ath-Thibbun-NabawÄ«, Ibnul-Qayyim (hlm. 307)*


Dan menurut keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. H. Muhammad Eidman, M.Sc., bahwa dari lebih kurang 150 jenis kodok yang berada di Indonesia, baru 10 jenis yang diyakini tidak mengandung racun.

*Lihat Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (hlm. 207)!*


Faedah: Status hukum binatang yang hidup di dua alam

Sebagai penutup pembahasan ini, ada sebuah pertanyaan yang sering kali muncul sebagai berikut: ā€œAdakah ayat alQur’an atau hadits shahih yang menyatakan bahwa binatang yang hidup di dua alam haram hukum memakannya; seperti kepiting, kura-kura, anjing laut, dan kodok?ā€


Jawaban secara global: Perlu kita ingat lagi kaidah penting tentang makanan yaitu asal segala jenis makanan adalah halal kecuali apabila ada dalil yang mengharamkannya. Dan sepanjang pengetahuan kami tidak ada dalil dari al-Qur’an dan hadits shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian, maka asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

*Lihat Soal Jawab oleh Ustadz A. Hassan dkk. (Juz 2 hlm. 658)!*


Adapun jawaban secara terperinci: Kepiting hukumnya halal, sebagaimana pendapat ā€˜Atha’ dan al-Imam Ahmad. *Al-MughnÄ« Ibnu Qudamah (13:344) & al-MuhallĆ” Ibnu Hazm (6:84)*


Kura-kura atau penyu juga halal sebagaimana madzhab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad ibn ā€˜Ali, ā€˜Atha’, Hasan al-Bashri, dan fuqaha Madinah.*Lihat al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (5:146) & al-MuhallĆ” Ibnu Hazm (6:84)! *


Anjing laut juga halal sebagaimana pendapat al-Imam Malik, asy-Syafiā€˜i, Laits, asy-Syaā€˜bi, dan al-Auzaā€˜i.*. Al-MughnÄ« (13:346)*


Adapun kodok/katak, maka hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang kuat karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas. Wallāhu aā€˜lam.


BILA DALAM KONDISI TERDESAK

Para ulama bersepakat bolehnya makan bangkai dan sejenisnya dalam kondisi dharurat (terpaksa/terdesak).

Allah berfirman:

Barang siapa terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. {QS an-Nahl (16):115}


Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. {QS al-Mā’idah (5):3} Namun, harus diingat bahwa patokan dharurat adalah kita yakin bahwa kita akan mati bila tidak memakannya. Inilah patokannya yang benar.*Ahkāmul-Qur’ān, al-Jashshash (1:150)*

Para ulama memberikan persyaratan bolehnya ini sebagai berikut:

1. Dia tidak mendapati makanan halal lainnya

2. Betul-betul sangat terdesak.


Faedah:

a. Tidak boleh makan lebih dari kebutuhan, tetapi dibolehkan untuk membawa bangkai sehingga apabila dalam kondisi dharurat lagi, dia boleh memakannya.

b. Tidak boleh makan benda yang mematikan, seperti racun, sekalipun dharurat karena hal itu sama saja dengan membunuh diri sendiri, sedang bunuh diri termasuk dosa besar. Hal ini merupakan kesepakatan ulama.

*ShahÄ«h Fiqh as-Sunnah, Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim (2:347–348)&*




Jangan lupa dukung kami dengan cara share atau belanja buku dan produk lainnya di :



MOESLIM BOOK CENTRAL


Ų¬ŁŽŲ²ŁŽŲ§ŁƒŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų®ŁŽŁŠŁ’Ų±Ł‹Ų§ ŁƒŁŽŲ«ŁŁŠŁ’Ų±Ł‹Ų§ ŁˆŁŽŲ¬ŁŽŲ²ŁŽŲ§ŁƒŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§ŁŽŲ­Ł’Ų³ŁŽŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų¬ŁŽŲ²ŁŽŲ§Ų”


Komentar


© 2023 by Money Savvy. Proudly created with wix.com

Get Social

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey YouTube Icon
bottom of page