HALAL HARAM MAKANAN
- Muhammad Basyaib
- 7 Jan 2021
- 21 menit membaca
Diperbarui: 8 Jan 2021

Judul Buku: Halal Haram Makanan
Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi
Desain & Layout: Azwar Anas
Dipublish: Moeslim Book Central
Makanan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Hubungan antara keduanya dalam kehidupan sehari-hari erat sekali tak bisa dipisahkan. Sebagai agama sempurna/paripurna, Islam telah menata undang-undang makanan dengan begitu rapi. Sudah barang tentu, semua itu demi kemaslahatan umatnya.
Telah dimaklumi bahwa makanan mempunyai pengaruh yang dominan bagi diri orang yang memakannya. Artinya, makanan yang halal, bersih, dan baik akan membentuk jiwa yang suci dan jasmani yang sehat. Sebaliknya, makanan yang haram akan membentuk jiwa yang keji dan hewani. Oleh karena itu, Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan yang haram.
Dari sahabat yang mulia Abu Hurairah Rhadiallahu 'anhu, beliau berkata: āRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:
āSesungguhnya Allah itu Thayyib (Mahabaik), Dia tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman: āHai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaIih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakanā. {QS al-MuāminÅ«n (23):51}. Dan firman-Nya yang lain: āHai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamuā. {QS al-Baqarah (2):172}.ā Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang berdoāa, sedang ia telah melaksanakan perjalanan jauh (hingga) rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit (seraya memanjatkan doāa): āYaa Rabbi! Yaa Rabbi!ā, sedangkan makanannya haram, pakaiannya haram, minumannya haram, dan tumbuh dari hal-hal yang haram, lantas bagaimana mungkin akan diterima doāanya.ā
*. Pengaruh makanan pada pribadi manusia, baik dan tidaknya mereka, terkabulnya doāa, dan sebagainya.*
DEFINISI MAKANAN
Makanan dalam bahasa Arab disebut attha'aamu yaitu gandum dan setiap apa yang dimakan.
*Al-QÄmÅ«sh al-MuhÄ«th, al-Fairuz Abadi (4:144)*
Sebagian ahli bahasa, *TahdzÄ«bul-āAsmÄā wal-LughÄt, an-Nawawi (2:186)* menyebutkan bahwa makanan mencakup setiap yang dimakan dan yang diminum juga, dengan dalil firman Allah:
Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: āSesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya maka dia dia adalah pengikutku, kecuali menciduk seciduk tangan. {QS al-Baqarah (2):249}.
Al-Qurthubi berkata: āAyat ini menunjukkan bahwa air juga termasuk makanan.ā
*Al-JÄmiā Li AhkÄmil-QurāÄn (3:165)*
Juga sabda Nabi Muhammad Shallalahu 'alaihi wa sallam tentang air zamzam:
āSesungguhnya zamzam itu berbarokah (memiliki berkah) dan merupakan makanan pokok.ā
*HR Muslim (6513)*
Jadi, istilah makanan memang lebih sering berarti āmakananā; akan tetapi, kadang-kadang bisa bermakna āminumanā pula.
*Al-Athāimah, Shalih ibn Fauzan al-Fauzan (hlm. 25ā26)*
MAKANAN HUKUM ASALNYA HALAL
Ketahuilah wahai saudaraku seiman -semoga Allah merahmatimu (mengasihimu)- bahwa asal hukum segala jenis makanan baik dari hewan, tumbuhan, laut maupun daratan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.
Allah berfirman:
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. {QS al-Baqarah (2):29}
Allah juga berfirman:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. {QS al-Baqarah (2):168}.
Al-Imam asy-Syafiāi berkata: "Asal hukum makanan dan minuman adalah halal kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dalam Qurāan-Nya atau melalui lisan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam, karena apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam sama halnya dengan pengharaman Allah.ā
*Al-Umm (2:213)*
Tidak boleh seorang pun mengharamkan suatu makanan, kecuali berlandaskan dalil dari al-Qurāan dan hadits yang shahih. Apabila seseorang mengharamkan tanpa dalil maka dia telah membuat kedustaan terhadap Allah, Rabb alam semesta.
Firman-Nya:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebutsebut oleh lidahmu secara dusta āini halal dan ini haramā, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. {QS an-Nahl (16):116}.
Katakanlah: āSiapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?ā Katakanlah: āSemuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari Kiamat.ā Demikianlah Kami menjelaskan ayatayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. {QS al-AārÄf (7):32}.
Katakanlah: āTerangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.ā Katakanlah: āApakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah.ā {QS YÅ«nus (10):59}.
MAKANAN HARAM HANYA EMPAT ?
Sebagian kalangan berpendapat bahwa makanan yang haram itu hanyalah empat saja, dengan berdalil firman Allah Azza wa jalla:
Katakanlah: āTiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepada-Ku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.ā {QS al-AnāÄm (6):145}.
Namun, anggapan ini sangat lemah ditinjau dari beberapa segi berikut:
Pertama: Anggapan ini batil dengan kesepakatan ulama. Asy-Syaikh al-Allamah asy-Syinqithi mengatakan: āKetahuilah bahwa anggapan tidak ada yang diharamkan selain hanya empat perkara yang tersebut dalam ayat ini merupakan anggapan batil dengan kesepakatan seluruh kaum muslimin, sebab seluruh kaum muslimin telah bersepakat dengan bimbingan alQurāan dan hadits akan haramnya khamar. Hal ini merupakan dalil yang kuat akan haramnya selain empat perkara yang tersebut dalam ayat ini. Barang siapa mengatakan bahwa khamar hukumnya halal berdasarkan ayat ini maka dia kafir tanpa perselisihan di kalangan ulama.ā
*AdhwÄāul-BayÄn (2:221)*
Al-Imam al-Qurthubi juga berkata: āHal yang menguatkan pendapat ini adalah ijmÄā (kesepakatan ulama) akan haramnya makan kotoran, kencing, binatang-binatang menjijikkan, dan khamar padahal semua itu tidak tersebut dalam ayat ini.ā
*Al-JÄmiā Li AhkÄmil-QurāÄn (7:118ā119)*
Kedua: Tidak ada kontradiksi antara ayat dengan hadits. Terdapat beragam jawaban para ulama dalam menjawab ayat di atas, tetapi yang terbagus bahwa pada saat turunnya ayat tersebut memang hanya empat perkara tersebut yang diharamkan, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan adanya pengharaman setelahnya yang harus diterima. Berikut ini komentar para ulama yang menguatkan jawaban ini:
Ibnu āAbdil-Barr berkata: āMayoritas ahli ilmu dari ahli hadits dan selainnya mengatakan bahwa ayat ini adalah muhkam tidak terhapus hukumnya. Dan setiap yang diharamkan oleh Rasulullah n ditambahkan padanya, karena itu adalah tambahan hukum dari Allah melalui lisan Rasul-Nya, sedangkan tidak ada bedanya antara apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya dan apa yang Dia haramkan melalui lisan Rasul-Nya,
berdasarkan firman Allah:
Barang siapa menaati Rasul maka sesungguhnya ia telah menaati Allah. {QS an-NisÄā (4):80}
Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah. {QS al-
AhzÄb (33):34}
Ahli ilmu mengatakan yakni al-Qurāan dan as-Sunnah.11 Dalam ayat ini tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa perkara haram hanya terbatas pada empat perkara tersebut saja; yang ada hanyalah perintah Allah kepada Rasul-Nya agar beliau mengabarkan kepada para hamba-Nya bahwa beliau tidak menjumpai dalam al-Qurāan makanan atau minuman yang ditegaskan keharamannya kecuali apa yang tersebut dalam ayat ini. Hal ini tidak menutup kemungkinan kalau Allah mengharamkan dalam kitab-Nya setelah itu atau melalui lisan Rasul-Nya perkara-perkara lain selain yang tersebut dalam ayat iniā¦ā
*At-TamhÄ«d (1:145ā146)*
An-Nawawi berkata: āPara sahabat kami (Syafiāiyah) berdalil dengan hadits-hadits ini seraya mengatakan: Ayat di atas hanyalah menunjukkan bahwa beliau tidak mendapati waktu itu sesuatu yang diharamkan kecuali hanya empat perkara tersebut, kemudian setelah itu diwahyukan kepada beliau haramnya binatang buas yang bertaring, sehingga wajib diterima dan diamalkan konsekuensinya.ā
*Syarh ShahÄ«h Muslim (3:82ā83)*
Asy-Syinqithi berkata: āPendapat terkuat yang didukung oleh dalil adalah pendapat mayoritas ulama yang menyatakan bahwa setiap perkara yang ditegaskan keharamannya berlandaskan al-Qurāan dan as-Sunnah maka hukumnya adalah haram yang ditambahkan pada empat perkara tersebut. Hal ini tidak bertentangan sama sekali dengan al-Qurāan, karena perkara-perkara haram ini ditambahkan pada empat perkara tersebut setelahnya.ā Beliau melanjutkan penjelasannya: āSewaktu turunnya ayat tersebut, tidak ada yang diharamkan kecuali empat perkara saja. Namun, apabila muncul pengharaman baru lainnya maka hal itu tidaklah bertentangan dengan pembatasan pertama karena yang ini datang setelahnya. Inilah pendapat terkuat dalam masalah ini Insyaallah.ā
*AdhwÄāul-BayÄn (2:224). Lihat pula ar-RisÄlah al-Imam asy-Syafiāi (hlm. 206ā208), al-QawÄāid an-NÅ«ranÄ«yah Ibnu Taimiyah (hlm. 23ā25), ZÄdul-MaāÄd Ibnul-Qayyim (3:304), Nailul-AuthÄr (10:42) dan Fathul-QadÄ«r (2:172) asySyaukani, Subulus-SalÄm ash-Shanāani (7:279).*
Ketiga: Berdalil dengan ayat ini bisa dikatakan benar dalam hal-hal yang belum ditegaskan keharamannya dalam alQurāan dan hadits, sedangkan binatang buas telah shahih dalil yang menegaskan keharamannya. Maka ketegasan ini harus lebih didahulukan daripada keumuman ayat di atas.
*Fathul-BÄrÄ« Ibnu Hajar (9:655), Nailul-AuthÄr asy-Syaukani (8:118)*
Keempat: Ayat ini mencakup seluruh makanan yang diharamkan, sebagiannya dengan ketegasan nash, dan sebagiannya secara makna dan keumuman lafazh. Sebab, dalam ayat tersebut Allah menegaskan bahwa Dia mengharamkan hal-hal tersebut karena barang-barang tersebut adalah ākotorā. Hal ini merupakan sifat yang mencakup seluruh perkara haram, sebab semua yang haram itu adalah kotor yang diharamkan oleh Allah kepada hamba-Nya sebagai penjagaan dan kemuliaan bagi mereka. Adapun perincian perkara yang haram diambil dari hadits, karena hadits merupakan penjelas al-Qurāan.ā
*TaisÄ«r KarÄ«m RahmÄn, as-Saādi (1:228)*
MACAM-MACAM MAKANAN
Makanan manusia terbagi menjadi dua bagian:
Pertama: Makanan bukan hewan, baik tumbuhan, buah-buahan, padat maupun cair
Kedua: Makanan dari jenis hewan, hal ini terbagi menjadi tiga macam:
1. Hewan darat, yaitu hewan yang hanya hidup di darat.
2. Hewan laut/air, yaitu hewan yang hanya hidup di air.
3. Hewan darat laut, yaitu hewan yang bisa hidup di dua alam, yakni darat dan air.
*Lihat al-Athāimah, Shalih al-Fauzan (hlm. 33ā34)!*
BEBERAPA SEBAB HARAMNYA MAKANAN
Sesungguhnya syariāat Islam yang mulia ini sangat indah sekali, segala hukum-hukumnya dibangun di atas hikmah dan kemaslahatan, hanya saja kadang kita mengetahuinya,
*Mengetahui hikmah suatu syariāat memiliki beberapa manfaat:
1. Mengetahui ketinggian syariāat Islam
2. Bisa diqiyaskan kepada hal lain yang semakna
3. Lebih menenteramkan seorang dengan hukum
4. Penyemangat untuk menjalankan hukum syariāat
5. Bisa memberikan kepuasan kepada orang lain
6. Memberikan kekuatan ilmu yang matang
7. Menampakkan makna salah satu nama Allah yaitu al-HakÄ«m. {Lihat Syarh ManzhÅ«mah UshÅ«lil-Fiqh wa QawÄāiduhu, Ibnu āUtsaimin (hlm. 77ā79)!}.*
dan kadang juga kita tidak mengetahuinya, karena memang para hamba tidak ada kewajiban untuk mengetahui perincian hikmah Allah, namun cukup bagi mereka untuk hanya iman, ilmu secara umum, dan pasrah sepenuhnya, sebab mengetahui perincian hikmah adalah sesuatu yang di luar batas kemampuan akal manusia.
*Lihat MinhÄjus-Sunnah Ibnu Taimiyah (1:177, 191)!}.*
Ada beberapa sebab di balik pengharaman Allah terhadap beberapa makanan yang bukan hewan, di antaranya:
*Lihat al-MausÅ«āah al-FiqhÄ«yah (5:125ā127) dan MafhÅ«m al-GhidzÄāil-HalÄl Dr. Saāad asy-Syaysri (hlm. 15ā21)!*
1. Berbahaya
Syariāat Islam mengharamkan kepada pemeluknya untuk tidak membahayakan diri sendiri ataupun orang lain. Dalam sebuah hadits, Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:
āTidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain.ā
*Hadits ini diriwayatkan dari banyak sahabat-Nabi. Lihat takhrijnya secara luas dalam IrwÄāul-GhalÄ«l oleh al-Albani (no. 596)!*
Ada beberapa gambaran membahayakan dalam soal makanan:
a. Makan melebihi batas, di samping berbahaya juga pemborosan yang dilarang agama.
Firman Allah Azza wa jalla:
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. {QS al-AārÄf (7):31}
b. Minum racun
Firman Allah Azza wa jalla:
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. {QS an-NisÄā (4):29}
Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:
āBarang siapa minum racun lalu mati, maka racunnya akan berada di tangannya, dia akan meneguknya (pada hari Kiamat) di Neraka Jahannam dan dia kekal di dalamnya selama-lamanya.ā
*HR al-Bukhari (5778) & Muslim (109)*
c. Makan/minum barang-barang yang diketahui berbahaya melalui penelitian, pengalaman atau petuah dokter tepercaya.
Namun, perlu diingat, bahwa maksud bahaya di sini apabila memang biasanya seperti itu. Adapun bila bersifat hanya kadang-kadang atau hanya suatu ketika saja, maka hal ini tidak menjadikannya haram.
2. Najis
Semua perkara yang najis haram dimakan. Misalnya: bangkai, darah haid, kotoran manusia, air kencing, dan sebagainya. Ada sebuah kaidah berharga tentang masalah ini yaitu āsemua benda najis pasti haram, tetapi sesuatu yang haram belum tentu najisā. Bangkai, misalnya, hukumnya haram karena bangkai adalah najis; akan tetapi, ganja tidak najis walaupun haram.
*Lihat Subulus-SalÄm, ash-Shanāani (1:76)!*
3. Memabukkan
Syariāat Islam dengan tegas telah mengharamkan minuman khamar. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. {QS al-MÄāidah (5):90}.
Khamar adalah setiap makanan atau minuman yang memabukkan, baik dari benda padat atau benda cair, apa pun namanya.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar hukumnya haram.ā
*HR Muslim (5336)*
Al-Imam an-Nawawi berkata: āKhamar hukumnya haram berdasarkan al-Qurāan, hadits mutawatir, dan ijmaā.ā *Raudhatuth-ThÄlibÄ«n (1769)* Akal sehat juga menguatkannya. Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: āKetahuilah seandainya saja tidak ada dalil yang menegaskan bahwa minum khamar adalah haram, tentunya akal yang sehat akan menganggapnya buruk. Bagaimana tidak, bukankah khamar akan merusak akal seorang (yang mengonsumsinya) sehingga menjadikannya seperti binatang, bahkan lebih jelek dari binatang, di antara mereka ada yang (ketika mabuk) bermain-main dengan najis, air muntah, dan kotoran ⦠Karena itu, banyak di antara orang-orang jahiliyah sebelum Islam yang mengharamkan khamar.ā
*RisÄlah FÄ« Dzammil-Khamr (hlm. 281)*
4. Milik orang lain
Banyak sekali dalil-dalil syarāi yang melarang memakan harta orang lain tanpa izin pemiliknya; baik dengan mencuri, merampas, menipu, dan sebagainya.
Allah berfiman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil. {QS an-NisÄā (4):29}
MAKANAN HARAM DALAM AL-QUR'AN
Karena asal hukum makanan adalah halal, Allah tidak memerinci di dalam Qurāan-Nya satu per satu. Lain halnya dengan makanan haram, Allah telah memerinci secara detail dalam al-Qurāan atau melalui lisan Rasul-Nya n yang mulia. Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. {QS al-AnāÄm (6):119}.
Penjelasan terperinci tentang makanan haram, dapat kita temukan dalam Surat al-MÄāidah ayat 3 sebagai berikut:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. {QS al-MÄāidah (5):3}.
Dari ayat di atas dapat kita ketahui beberapa jenis makanan haram, yaitu:
1. Bangkai
Yaitu hewan yang mati bukan dengan cara syarāi, baik karena mati sendiri atau karena sebab anak Adam tapi tanpa melalui cara yang syarāi. Hukumnya jelas haram berdasarkan Al-Qurāan, hadits dan ijma. Dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga mengandung racun dan bakteri, dan ini sangat berbahaya bagi kesehatan.
*TafsÄ«r al-ManÄr, Muhammad Rasyid Ridha (6:134)*
Bangkai ada beberapa macam sebagai berikut:
a. Al-munkhaniqah yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja maupun tidak.
b. Al-mauqūdzah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.
c. Al-mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga meninggal.
d. An-nathīhah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.
*Lihat TafsÄ«r al-QurāÄn al-āAzhÄ«m oleh al-Imam Ibnu Katsir (3:22)!*
Termasuk yang dihukumi sebagai ābangkaiā pula adalah potongan tubuh binatang yang masih hidup, seperti ekor kambing, punuk unta, telinga sapi, dan sebagainya berdasarkan hadits:
Dari Abu Waqid al-Laitsi berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam pernah datang ke Madinah. Di sana ada manusia yang amat suka dengan ekor kambing dan punuk unta sehingga mereka pun memotongnya. Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda: āApa saja yang dipotong dari binatang sedang ia masih hidup, maka termasuk bangkai.ā
*HR Ahmad (5:218), Abu Dawud (2858), at-Tirmidzi (1480), ad-Darimi (2:93), ad-Daraquthni (4:292), al-Hakim dalam al-Mustadrak (4:239), al-Baihaqi (9:245), Ibnul-Jarud dalam al-MuntaqÄ (876), dan dinilai hasan al-Albani dalam GhÄyatul-MarÄm (41).*
Para ulama juga telah bersepakat tentang najisnya hal ini.*Lihat al-MajmÅ«ā (2:580)!* Sementara itu, kaidahnya: sesuatu yang najis hukumnya haram dimakan.
Pengecualian:
Bangkai haram hukumnya. Namun demikian, ada yang dikecualikan, yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits:
Dari Ibnu āUmar Rhadiallahu 'anhu berkata: āDihalalkan untuk kita dua bangkai dan
dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedangkan dua darah yaitu hati dan limpa.ā
*Shahih. Diriwayatkan al-Imam Ahmad (2:97), asy-Syafiāi dalam al-āUmm (2:197), Ibnu Majah (3314), ad-Daruquthni (hlm. 539ā540), al-Baihaqi dalam Sunan KubrĆ” (1:254), al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (2803) dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam ash-ShahÄ«hah (1118) dan al-MisykÄh (4132)*
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda:
āLaut itu suci airnya dan halal bangkainya.ā
*Shahih. Diriwayatkan al-Imam Malik dalam al-Muwaththaā (1:22), asy-Syafiāi dalam al-āUmm (1:16), Ahmad (2:237, 361, 392), Abu Dawud (83), at-Tirmidzi (69), an-Nasaāi (59), Ibnu Majah (386), ad-Darimi (735), Ibnu Khuzaimah (111), Ibnul-Jarud dalam al-MuntaqĆ” (43), al-Hakim dalam al-Mustadrak (505), al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (281). Dinilai shahih al-Imam al-Bukhari, at-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Mandah, al-Hakim, Ibnu Hazm, al-Baihaqi, Abdul-Haq, dan lain-lain sebagaimana diceritakan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam TahdzÄ«but-TahdzÄ«b (5:489). Lihat pula IrwÄāul-GhalÄ«l (9) dan ashShahÄ«hah (480) oleh al-Albani!*
Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata: āDalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air. Alangkah bagusnya apa yang diriwayatkan dari Ibnu āUmar d tatkala beliau ditanya: āApakah boleh saya memakan sesuatu yang terapung di atas air (laut)?ā Beliau menjawab: āSesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya, sedangkan Rasulullah n bersabda: āLaut itu suci airnya dan halal bangkainyaā.ā33 Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih.ā
*Silsilah ash-ShahÄ«hah (no. 480). Lihat pula al-MuhallĆ” oleh Ibnu Hazm (6/60ā65) dan Syarh ShahÄ«h Muslim oleh an-Nawawi (13:76)!*
2. Darah
Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya:
⦠atau darah yang mengalir⦠{QS al-AnāÄm (6):145}.
Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu āAbbas Rhadiallahu 'anhu
dan Saāid ibn Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyah dahulu apabila seorang di antara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan jenis apa saja kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini.35 Para ulama bersepakat tentang haramnya darah, tidak boleh dimakan dan tidak boleh dimanfaatkan.
*Tafsīr al-Qurthubī (2:221)*
Pengecualian:
Darah adalah haram. Namun demikian, terdapat pengecualian, yaitu:
1. Hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi.
2. Sisa-sisa darah yang menempel pada daging, tulang atau leher setelah disembelih.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: āPendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satu pun dari kalangan ulama yang mengharamkannya.ā
*MajmÅ«ā FatÄwĆ”, Ibnu Taimiyah (21:522)*
3. Daging babi
Baik babi peliharaan maupun liar. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Ibnu Hazm dalam al-FishÄl (4:197) berkata tatkala menyebutkan salah seorang Muātazilah bernama Abu Ghifar: āDia menganggap bahwa lemak babi dan otaknya adalah halal.ā(!!) Ibnu Hazm berkomentar: āIni adalah kekufuran yang nyata.ā
*Lihat pula at-TibyÄn LimÄ Yahillu wa Yahrumu Minal-HayawÄn, Ahmad alAqfahisi (hlm. 84)!*
Maka apa yang dikatakan oleh sebagian kalangan bahwa Dawud azhZhahiri mengharamkan daging babi saja, adapun selain daging hukumnya boleh, ucapan ini perlu dikoreksi ulang, sebab Ibnu Hazm sendiri dalam kitabnya al-MuhallĆ” (7:390ā430) menukil ijmÄā tentang haramnya semua bagian babi, padahal beliau adalah orang yang mengerti tentang madzhab Dawud. Seandainya saja beliau menyelisihi, niscaya beliau akan membantahnya dengan perselisihan Dawud!!
Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qurāan, hadits, dan ijmaā ulama. Al-Imam adz-Dzahabi berkata: āSaya tidak mengira akan ada seorang muslim yang dengan sengaja makan babi, karena yang memakan babi hanyalah orang-orang zindiq Jabaliyah dan Tayaminah yang keluar dari Islam. Dalam hati orang-orang yang beriman, makan babi lebih besar dosanya daripada minum khamar.ā
*Al-KabÄāir (hlm. 267ā269)*
Hikmah pengharamannya karena babi memiliki beberapa sifat berikut:
1. Babi adalah hewan yang sangat menjijikkan. Makanan kesukaan hewan ini adalah barang-barang yang najis dan kotor.
*Penulis merasa takjub dengan ucapan Ibnul-Qayyim al-Jauziyah tatkala menjelaskan kemiripan antara sifat hewan babi dengan kelompok Rafidhah, beliau berkata: āSesungguhnya babi adalah hewan yang paling kotor dan jelek tabiatnya. Salah satu sifatnya, dia meninggalkan makanan yang baik, tetapi malah makan yang kotor, seorang yang baru saja bangkit dari buang air besar langsung akan diserbunya. Perhatikanlah hal ini pada kaum Rafidhah, mereka malah memusuhi makhluk yang terbaik, para kekasih Allah, namun mereka justru loyal kepada kaum yahudi, nashara, dan musyrikin dan membantu mereka dalam setiap waktu untuk memerangi kaum mukminin yang cinta kepada para sahabat-Nabi. Perhatikanlah, alangkah miripnya dua sifat ini.ā {Lihat MiftÄh DÄr as-SaāÄdah (1:253)!}*
2. Daging babi mengandung satu virus tunggal yang dapat mematikan dan mengandung penyakit ganas yang sulit didapati obatnya bagi pemakan daging babi sebagaimana terbukti oleh riset kedokteran.
*Seorang dokter hewan bernama Ahmad Jawwad mengupas masalah ini secara terperinci dalam bukunya al-KhinzÄ«r Baina MÄ«zÄni SyarāÄ« wa MinzhÄril- āIlmi (Terj.: Babi Antara Timbangan Syariāat dan Ilmu Kedokteran). Lihat pula TafsÄ«r al-ManÄr (2:98, 6:135ā136), FÄ« ZhilÄlil-QurāÄn Sayyid Quthb[!] (1:156), RÅ«huddÄ«n al-IslÄmÄ« āAfif Thabarah (hlm. 437ā438), al-Athāimah Shalih alFauzan (hlm. 216ā218)!*
3. Salah satu sifat hewan babi adalah tinggi syahwat, sehingga babi jantan menaiki babi betina padahal dia sedang makan rumput, bahkan sekalipun si betina telah berjalan beberapa meter, si jantan akan terus menumpanginya!!*HayÄtul-HayawÄn, ad-Damiri (1:424)* Karena itu, penelitian telah menyibak bahwa babi mempunyai pengaruh dan dampak negatif dalam masalah āiffah (kehormatan) dan kecemburuan sebagaimana kenyataan penduduk negeri yang biasa makan babi. Ilmu modern juga telah menyingkap akan adanya.
*Lihat penjelasan asy-Syaikh āAbdul-āAziz ibn Baz dalam FatÄwĆ” IslÄmÄ«yah (3:394ā395)! *
4. Sembelihan dengan selain nama Allah
Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhluk-Nya disembelih dengan nama-Nya yang mulia.
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah fisq (kefasikan). {QS alAnāÄm (6):121}
Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, thaghut, berhala, dan sebagainya, maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.
5. Sembelihan untuk selain Allah
Sembelihan yang diperuntukkan pada selain Allah baik kepada patung, batu, laut, wali atau siapa pun selain Allah maka sembelihannya adalah haram. āDemikian juga menyembelih untuk ahli kubur sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang jahil (bodoh), ini merupakan syirik yang nyata dan memakan sembelihannya adalah haramā.
* AhkÄmul-JanÄāiz, al-Albani (hlm. 259)*
Allah berfirman:
Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. {QS al-MÄāidah (5):3}
6. Hewan yang diterkam binatang buas
Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala, atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudian mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dahulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta, sapi, dan sebagainya, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin.
Catatan:
Al-mauqÅ«zhah, al-munkhaniqah, al-mutaraddiyah, annathÄ«hah dan hewan yang diterkam binatang buas apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernapas kemudian disembelih secara syarāi, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.
MAKANAN YANG DIHARAMKAN DALAM SUNNAH
Sesungguhnya sunnah Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam yang shahih juga merupakan wahyu dari Allah. Karena itu, apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam juga berasal dari Allah, yang mengandung konsekuensi kita wajib untuk menerimanya pula. Berikut ini beberapa hewan yang diharamkan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau:
1. Binatang buas yang bertaring
Dari Abu Tsaālabah al-Husyani Rhadiallahu 'anhu berkata: āRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam melarang dari memakan setiap binatang buas yang bertaring.ā
*HR al-Bukhari (5530, 5780, 5781) & Muslim (1936)*
Dan masih banyak lagi riwayat lainnya dari Ibnu āAbbas, Maādi Yakrib, Jabir, āAli ibn Abi Thalib, Khalid ibn Walid, al-Irbadh ibn Sariyah, Abu Umamah al-Bahili, āIkrimah secara mursal. Bahkan hadits ini dihukumi mutawatir oleh sebagian ulama seperti ath-Thahawi *Syarh MaāÄnÄ« al-ÄtsÄr (4:190) *, Ibnu āAbdil-Barr *At-TamhÄ«d (1:125)*, Ibnul-Qayyim *IālÄmul-MuwaqqiāÄ«n (3:364)*, al-Kattani *Nazhmul-MutanÄtsir (hlm. 161)*
Hadits-hadits ini menunjukkan secara tegas bahwa binatang buas hukumnya haram, bukan hanya makruh. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah keliru.
*Lihat pula at-TamhÄ«d oleh Ibnu āAbdil-Barr (1:140), IālÄmul-MuwaqqiāÄ«n oleh Ibnul-Qayyim (3:356), Silsilah ash-ShahÄ«hah al-Albani (no. 476)!*
Ibnu Hubairah mengatakan: āMereka (imam empat) bersepakat bahwa semua binatang buas bertaring yang menyerang selainnya, seperti singa, serigala, macan kumbang, macam tutul, semuanya hukumnya haram; kecuali (al-Imam) Malik, beliau hanya berpendapat makruh, tidak sampai haram.ā *Al-IfshÄh (1:457)*
Dan yang menjadi patokan keharaman binatang buas adalah apabila dia memiliki dua sifat: (1) memiliki gigi taring, (2) melawan dengan taringnya.
2. Burung yang berkuku tajam
Hal ini berdasarkan hadits:
Dari Ibnu āAbbas d berkata: āRasulullah n melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.ā *HR Muslim (1934)*
Al-Imam al-Baghawi berkata: āDemikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, burung elang, dan sejenisnya.ā *Syarhus-Sunnah (11:234)*
Al-Imam an-Nawawi berkata: āDalam hadits ini terdapat dalil bagi madzhab Syafiāi, Abu Hanifah, Ahmad, Dawud, dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.ā *Syarh ShahÄ«h Muslim (13:72ā73)*
Hikmah larangan ini dan sebelumnya sangat jelas, karena makanan mempunyai pengaruh yang dominan bagi orang yang memakannya. Makanan yang halal dan bersih akan membentuk jiwa yang suci dan jasmani yang sehat. Sebaliknya, makanan yang haram akan membentuk jiwa yang keji dan hewani. Demikian juga, hikmah diharamkannya makan daging binatang buas yang bertaring dan burung berkuku tajam yaitu karena tabiat binatang-binatang tersebut adalah menyerang, sehingga apabila dimakan dagingnya oleh manusia maka akan menjadikan akhlak manusia terpengaruh dan menirunya. Tentu saja hal ini sangat membahayakan pada agamanya. Oleh karenanya, Allah mengharamkan hal itu.
*MajmÅ«ā FatÄwĆ” Ibnu Taimiyah (20:523) & MadÄrijus-SÄlikÄ«n Ibnul-Qayyim (1:484)*
Al-Ustadz ath-Thabbarah mengatakan: āNabi Shallalahu 'alaihi wa sallam mengharamkan makan binatang buas dan burung berkuku tajam, karena dagingnya keras dan baunya tidak enak sehingga tidak cocok untuk pencernaan manusia, karena akan sulit sekali dicerna.ā *TaudhÄ«hul-AhkÄm, al-Bassam (6:8)*
3. Himar ahliyah (keledai jinak/piaraan)
Hal ini berdasarkan hadits:
Dari Jabir Rhadiallahu 'anhu, beliau berkata: āRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam melarang pada Perang Khaibar dari (makan) daging khimar dan membolehkan daging kuda.ā *HR al-Bukhari (4219) & Muslim (1941)*
Dalam riwayat lain disebutkan:
āPada Perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal, dan himar. Lalu Rasulullah n melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda.ā
*Shahih. HR Abu Dawud (3789), an-Nasaāi (7:201), Ahmad (3:356), Ibnu Hibban (5272), al-Baihaqi (9:327), ad-Daruquthni (4:288ā289), dan al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no. 2811).*
Dalam hadits di atas terdapat tiga masalah:
Pertama: Haramnya keledai jinak/piaraan. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabiāin, dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama.
*Sailul-Jarrar oleh asy-Syaukani (4:99)*
Kedua: Haramnya bighal, yaitu hewan peranakan (kawin silang) antara kuda dan keledai. Hukumnya haram karena tercampur antara halal (kuda) dan haram (keledai), maka lebih diprioritaskan sisi keharamannya.
Ketiga: Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid ibn āAli, asy-Syafiāi, Ahmad, Ishaq ibn Rahawaih, dan mayoritas ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim dari āAthaā bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: āSalafmu biasa memakannya (daging kuda).ā Ibnu Juraij berkata: āApakah (yang Anda maksud āsalafā adalah) sahabat Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam ?ā Jawabnya: āYa.ā
*Subulus-SalÄm oleh ash-Shanāani (4:146ā147)*
4. Al-jallÄlah
Hal ini berdasarkan hadits: Dari Ibnu āUmar d, beliau berkata: āRasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam melarang dari al-jallÄlah unta untuk dinaiki.ā
*HR Abu Dawud (2558) dengan sanad shahih*
Dalam riwayat lain disebutkan: āRasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam melarang dari memakan al-jallÄlah dan (meminum) susunya.ā
*HR Abu Dawud (3785), at-Tirmidzi (1823), dan Ibnu Majah (3189)*
Dari āAmr ibn Syuāaib dari ayahnya dari kakeknya berkata: āRasulullah n melarang dari keledai dan al-jallÄlah, menaiki dan memakan dagingnya.ā
*HR Ahmad (2:219) dan dinilai hasan oleh al-Hafizh dalam Fathul-BÄrÄ« (9:648)*
Maksud al-jalallÄh yaitu setiap hewan -baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua- yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manusia/hewan dan sejenisnya. *Fathul-BÄrÄ« (9:648)*
Al-Baghawi berkata: āKemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai al-jallÄlah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka tidak termasuk kategori al-jallÄlah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnyaā¦.ā *Syarhus-Sunnah (3:183)*
Hukum al-jallÄlah adalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafiāiyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq al-āId dari para fuqaha serta dinilai shahih oleh Abu Ishaq al-Marwazi, al-Qaffal, al-Juwaini, al-Baghawi, dan al-Ghazali.
*Lihat Fathul-BÄrÄ« oleh Ibnu Hajar (9:648)!*
Sebab diharamkannya al-jallÄlah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila sebab (pengaruh kotoran pada daging hewan) yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya halal secara yakin. Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan: āUkuran waktu bolehnya memakan hewan al-jallÄlah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.ā *Fathul-BÄrÄ« (9:648)*
Pendapat ini dikuatkan oleh al-Imam asy-Syaukani *Nailul-AuthÄr (7:464)* dan al-Albani *At-TaālÄ«qÄt ar-RadhÄ«yah (3:32)*
5. Adh-dhabb
Adh-dhabb adalah hewan sejenis biawak yang hidup di padang pasir, bagi yang merasa jijik terhadapnya, Berdasarkan hadits: Dari āAbdurrahman ibn Syibl Rhadiallahu 'anhu berkata: āRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam melarang dari makan adh-dhabb (hewan sejenis biawak yang hidup di padang pasir).ā
*Hasan. HR Abu Dawud (3796), al-Fasawi dalam al-Maārifah wat-TÄrÄ«kh (2:318), al-Baihaqi (9:326); dinilai hasan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul-BÄrÄ« serta disetujui oleh al-Albani dalam ash-ShahÄ«hah (no. 2390)*
Benar, terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam al-Bukhari dan Muslim, dan selainnya, yang menjelaskan bolehnya makan adh-dhabb baik secara tegas sabda Nabi Shallalahu 'alihi wa sallam maupun taqrÄ«r (persetujuan) Nabi Shallalahu 'alihi wa sallam. Di antaranya: hadits āAbdullah ibn āUmar Rhadillahu 'anhu secara marfÅ«ā (sanadnya sampai kepada Nabi Shallalahu 'alihi wa sallam):
āAdh-dhabb, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya.ā
* HR al-Bukhari (5536) & Muslim (1943)*
Demikian pula hadits Ibnu āAbbas Rhadiallahu 'anhu dari Khalid ibn al-Walid Rhadiallahu 'anhu bahwa beliau pernah masuk bersama Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam ke rumah Maimunah Rhadiallahu 'anha. Di sana telah dihidangkan adh-dhabb panggang. Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam berkehendak untuk mengambilnya. Sebagian wanita berkata: āKabarkanlah kepada Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam tentang daging yang hendak beliau makan!ā Lalu mereka pun berkata: āWahai Rasulullah, ini adalah daging adh-dhabb.ā Serta-merta Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam mengangkat tangannya (tidak jadi memakannya). Aku bertanya: āApakah daging ini haram, hai Rasulullah?ā Beliau menjawab: āTidak, tetapi hewan ini tidak ada di kampung kaumku sehingga aku pun merasa tak enak memakannya.ā Khalid berkata: āLantas aku mengambil dan memakannya, sedangkan Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam melihat.ā *HR al-Bukhari (5537) & Muslim (1946)*
Dua hadits ini -sekalipun lebih shahih dan lebih jelas- tidak bertentangan dengan hadits āAbdurrahman ibn Syibl Rhadiallahu 'anhu di atas atau melazimkan lemahnya, karena masih dapat dikompromikan di antara keduanya. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul-BÄrÄ« (9:666) menyatukannya bahwa larangan dalam hadits āAbdurrahman ibn Syibl tadi menunjukkan makruh bagi orang yang merasa jijik untuk memakan adh-dhabb. Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bolehnya adh-dhabb, maka ini bagi mereka yang tidak merasa jijik untuk memakannya. Dengan demikian, maka tidak melazimkan bahwa adh-dhabb hukumnya makruh secara mutlak.ā
*Lihat pula ash-ShahÄ«hah oleh al-Albani (5:506) & al-MausÅ«āah al-ManÄhÄ« asySyarāÄ«yah oleh Salim al-Hilali (3:118)!*
6. Hewan yang diperintahkan agama supaya dibunuh
Dari āAāisyah Rhadiallahu 'anha, beliau berkata: āRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda: āLima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, gagak, tikus, anjing hitam.ā
*HR Muslim (1190) & al-Bukhari (1829) dengan lafazh ākalajengkingā ganti dari āularā*
Al-Imam Ibnu Hazm mengatakan dalam al-MuhallĆ” (6:73- 74): āSetiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallaam melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang tidak dimakan.ā
*Lihat pula al-MughnÄ« oleh Ibnu Qudamah (13:323) & al-MajmÅ«ā Syarh alMuhadzdzab oleh an-Nawawi (9:23)! *
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata: āMakan daging ular dan kalajengking adalah haram menurut ijmaā ulama kaum muslimin.ā *MajmÅ«ā FatÄwĆ” (11:609)*
Dari Ummu Syarik Rhadiallahu 'anha mengatakan bahwa Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak. *HR al-Bukhari (3359) & Muslim (2237)*
Al-Imam Ibnu āAbdil-Barr berkata: āTokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya.ā
*At-Tamhīd (6:129)*
7. Hewan yang dilarang untuk dibunuh
Dari Ibnu āAbbas Rhadiallahu 'anhu berkata: āRasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam melarang membunuh empat hewan: semut, tawon/lebah, burung hud-hud, dan burung shurad.ā
*HR Ahmad (1:332, 347), Abu Dawud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7:463); dinilai shahih oleh al-Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam at-Talkhīsh (4:916).*
Al-Imam asy-Syafiāi dan para sahabatnya mengatakan: āSetiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.ā *Lihat al-MajmÅ«ā oleh an-Nawawi (9:23)!*
Dari āAbdurrahman ibn āUtsman al-Qurasyi Rhadiallahu 'anhu, bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah Shallalahu 'alihi wa sallam melarang membunuhnya.
*HR Ahmad (3:453), Abu Dawud (5269), an-Nasaāi (4355), al-Hakim (4:410ā411), al-Baihaqi (9:258, 318), dan dinilai shahih oleh Ibnu Hajar dan al-Albani*
Al-Khaththabi berkata: āHadits ini menyatakan bahwa katak haram dimakan dan tidak termasuk binatang air yang boleh dimakan. Setiap yang dilarang dibunuh memiliki salah satu dari dua sebab: (1) karena kehormatan dirinya, seperti manusia; (2) karena dagingnya haram dimakan seperti burung shurad, hud-hud, dan sebagainya. Karena katak tidak memiliki kehormatan diri seperti manusia, ia dilarang dibunuh karena sebab kedua (yaitu karena dagingnya haram dimakan). Nabi n melarang menyembelih binatang kecuali untuk dimakan.ā *MaāÄlimus-Sunan (4:204)*
Ibnu āUmar Rhadiallahu 'anhu berkata: āJanganlah kalian membunuh katak, karena bunyi yang dikeluarkan katak adalah merupakan tasbih.ā
*Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Sunan KubrĆ” (9:318) dengan sanad shahih*
Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat alImam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzhab asy-Syafiāi. Al-āAbdari menukil dari Abu Bakr ash-Shiddiq, āUmar, āUtsman, dan Ibnu āAbbas Rhadiallahu 'anhuma bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal, kecuali katak.
* Lihat pula al-MajmÅ«ā an-Nawawi (9:35), al-MughnÄ« Ibnu Qudamah (13:345), AdhwÄāul-BayÄn asy-Syanqithi (1:59), āAunul-MaābÅ«d āAzhim Abadi (14:121), dan TaudhÄ«hul-AhkÄm al-Bassam (6:26)!*
Al-Imam Ahmad berkata: āKatak tidak halal sebagai obat, karena Rasulullah n melarang untuk membunuhnya.ā Penulis al-Qanun *Mungkin maksud beliau adalah Ibnu Sina karena dia memiliki buku berjudul al-Qanun FÄ« ath-Thibb, dan buku ini memiliki syarah dan ringkasan yang banyak sekali, sebagaimana dalam Kasyfu ZhunÅ«n (2:1312)* berkata: āBarang siapa makan darah katak atau dagingnya, maka badannya akan menjadi lemah, dan kulitnya menjadi pucat dan banyak mengeluarkan mani sehingga bisa membuatnya mati. Oleh karena itu, para dokter tidak menjadikannya sebagai obat karena khawatir bahayanya.ā *Ath-Thibbun-NabawÄ«, Ibnul-Qayyim (hlm. 307)*
Dan menurut keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. H. Muhammad Eidman, M.Sc., bahwa dari lebih kurang 150 jenis kodok yang berada di Indonesia, baru 10 jenis yang diyakini tidak mengandung racun.
*Lihat Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (hlm. 207)!*
Faedah: Status hukum binatang yang hidup di dua alam
Sebagai penutup pembahasan ini, ada sebuah pertanyaan yang sering kali muncul sebagai berikut: āAdakah ayat alQurāan atau hadits shahih yang menyatakan bahwa binatang yang hidup di dua alam haram hukum memakannya; seperti kepiting, kura-kura, anjing laut, dan kodok?ā
Jawaban secara global: Perlu kita ingat lagi kaidah penting tentang makanan yaitu asal segala jenis makanan adalah halal kecuali apabila ada dalil yang mengharamkannya. Dan sepanjang pengetahuan kami tidak ada dalil dari al-Qurāan dan hadits shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian, maka asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
*Lihat Soal Jawab oleh Ustadz A. Hassan dkk. (Juz 2 hlm. 658)!*
Adapun jawaban secara terperinci: Kepiting hukumnya halal, sebagaimana pendapat āAthaā dan al-Imam Ahmad. *Al-MughnÄ« Ibnu Qudamah (13:344) & al-MuhallĆ” Ibnu Hazm (6:84)*
Kura-kura atau penyu juga halal sebagaimana madzhab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad ibn āAli, āAthaā, Hasan al-Bashri, dan fuqaha Madinah.*Lihat al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (5:146) & al-MuhallĆ” Ibnu Hazm (6:84)! *
Anjing laut juga halal sebagaimana pendapat al-Imam Malik, asy-Syafiāi, Laits, asy-Syaābi, dan al-Auzaāi.*. Al-MughnÄ« (13:346)*
Adapun kodok/katak, maka hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang kuat karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas. WallÄhu aālam.
BILA DALAM KONDISI TERDESAK
Para ulama bersepakat bolehnya makan bangkai dan sejenisnya dalam kondisi dharurat (terpaksa/terdesak).
Allah berfirman:
Barang siapa terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. {QS an-Nahl (16):115}
Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. {QS al-MÄāidah (5):3} Namun, harus diingat bahwa patokan dharurat adalah kita yakin bahwa kita akan mati bila tidak memakannya. Inilah patokannya yang benar.*AhkÄmul-QurāÄn, al-Jashshash (1:150)*
Para ulama memberikan persyaratan bolehnya ini sebagai berikut:
1. Dia tidak mendapati makanan halal lainnya
2. Betul-betul sangat terdesak.
Faedah:
a. Tidak boleh makan lebih dari kebutuhan, tetapi dibolehkan untuk membawa bangkai sehingga apabila dalam kondisi dharurat lagi, dia boleh memakannya.
b. Tidak boleh makan benda yang mematikan, seperti racun, sekalipun dharurat karena hal itu sama saja dengan membunuh diri sendiri, sedang bunuh diri termasuk dosa besar. Hal ini merupakan kesepakatan ulama.
*ShahÄ«h Fiqh as-Sunnah, Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim (2:347ā348)&*
Jangan lupa dukung kami dengan cara share atau belanja buku dan produk lainnya di :
MOESLIM BOOK CENTRALŲ¬ŁŲ²ŁŲ§ŁŁŁ Ł Ų§ŁŁŁŁ Ų®ŁŁŁŲ±ŁŲ§ ŁŁŲ«ŁŁŁŲ±ŁŲ§ ŁŁŲ¬ŁŲ²ŁŲ§ŁŁŁ Ł Ų§ŁŁŁŁ Ų§ŁŲŁŲ³ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¬ŁŲ²ŁŲ§Ų”

Komentar